Bab 4. Tempat Laknat!

"Sampai tuyul beruban, ayam beranak, dan kucing bertelor pun Savana tidak akan mau kembali ke tempat laknat ini. Gila saja ia mau jatuh ke lubang sengsara untuk kali kedua."



Dunia Novel.
———————

"Ibu nanyain itu lagi?"

Savana yang tengah menikmati ciptaan Tuhan-yang menurutnya tidak boleh disia-siakan-di hadapannya langsung berdehem, ketika suara seksi milik Jonas menyentuh indra pendengarannya. Lantas menggeleng pelan sebagai jawaban.

"Ibu gak nanyain apa-apa." Bohong! Savana berbohong! Meskipun tidak menanyakan secara langsung, tetap saja mertuanya itu-mertua Fana-menanyakan lewat Bi Lia.

"Gimana keadaan kamu?" tanyanya lagi usai menenggak air putih hingga tersisa setengah.

Savana tersenyum. "Aku baik, kok." Kemudian gadis yang menggerai rambut panjangnya itu bangkit dari duduk, mengangkat piring kotor ke wastafel, lalu kembali ke meja makan untuk membereskan sisa ikan dan sayur. Sumpah demi apa pun, hal ini nyaris tidak pernah Savana lakukan di rumah. Menunggu enyak ngomel panjang kali lebar, barulah hati Savana tergerak untuk melakukannya. Jika tidak, selesai makan ia langsung ngacir ke kamar dan melanjutkan aktivitas rebahan. Sungguh nikmat dunia yang tidak pernah didustakan.

"Besok ikut aku ke acara peresemian kafe baru, yah?" Jonas berujar sembari memeluk Savana dari belakang.

Oh my to the god! Savana tidak bisa bernafas! Ya Tuhan ... Savana merasa menyesal membuat adegan yang membuatnya nyaris kehabisan oksigen jika mulut Savana tidak mengeluarkan suara sembari melepas pelukan Jonas dan berbalik menghadap si tampan yang berstatus sebagai suaminya itu.

"Aku ...." Savana menggantungkan kalimatnya.

"Please, Fana ... mau, yah?" Kedua tangan besar milik Jonas menggenggam hangat tangan kecil Savana. Mata kelamnya menatap Savana penuh harap.

Aduh, Bang ... Hayati gak kuat kalau dilihatin kayak begitu.

"Iya, Mas. Tapi, besok pagi aku mau ikut mama ke rumah Mbah Mila." Jonas mengerutkan kening, membuat Savana kembali melanjutkan ucapannya. "Mama dapat rekomendasi dari temennya. Katanya Mbah Mila itu bisa ngurut biar cepet hamil. Siapa tau Allah ngasih rezeki dan aku beneran bisa hamil."

Boleh tidak sih Savana mengumpat? Bagaimana ceritanya ia bisa hamil sementara berhubungan badan saja tidak pernah? Ya salam! Savana jadi merinding. Bagaimana ketika ia sampai di bab yang mana Savana harus melakukan hubungan intim bersama Jonas dan Savana belum bisa kembali ke dunianya?

"Iya, gak apa-apa. Acaranya malam. Yang penting kamu mau dulu." Jonas mendekatkan wajah sebelum akhirnya mengecup puncak kepala Savana. "Makasih, Sayang."

"Jangan tinggalin aku, Mas," ucapnya lirih, membuat Jonas menarik sang istri ke dalam pelukan.

Perlahan Savana menarik dua sudut bibir. Sebenarnya ia ingin berteriak sambil jingkrak-jingkrak. Sumpah, yah. Savana tidak bohong. Dada Jonas ini benar-benar sandar-able. Tidak sia-sia Savana membuat visual seperti Jonas ini.

Enyak ... maafin anak enyak yang cantik ini, yah. Savana gak janji bakal tahan sama godaan dada si tampan.

***

Ya Tuhan ... Savana ingin menjerit kesakitan, juga ingin terbahak ketika tangan Samsom milik Mbah Mila menyentuh plus menekan tempat reuniannya para lemak. Namun, tidak bisa! Karena di dalam cerita yang sebenarnya, Savana Payoda ini hanya meringis kecil menahan rasa sakit yang diterima.

Benar-benar sial!

Kenapa, sih, nasib yang bernama sial ini selalu saja menempeli Savana? Memangnya dia tidak tahu kalau Savana lebih suka ditempeli kasur dan kawan-kawan daripada dia?

"Enggak sakit, 'kan, Mbak?" tanya Mbah Mila setelah menyelesaikan tugasnya, lalu membersihkan tangan dengan handuk kecil di samping tubuh.

Enggak sakit gundulmu! Dasar nenek di jendela giginya tinggal dua!

Beliau ini sebenarnya ngurut perut orang apa mau ngelepas usus orang, sih? Sakitnya tidak kira-kira. Andai saja di sini Savana memiliki kesempatan berbicara, sudah dapat ia pastikan ucapan dalam hatinya ini menyembur tangan besi itu.

Savana tersenyum kecil. "Lumayan, Mbah." Lain di mulut, lain di hati. Savana di sini sebenarnya tokoh protagonis atau antagonis, sih? Hais! Ia jadi kesal sendiri. Rasanya mau meluapkan apa yang ada di otak, tetapi tidak bisa.

"Nanti rutin ke sininya, yah. Perutnya harus sering diurut biar rahim kamu turun dan bisa hamil," pesan Mbah Mila.

Sampai tuyul beruban, ayam beranak, dan kucing bertelor pun Savana tidak akan mau kembali ke tempat laknat ini. Gila saja ia mau jatuh ke lubang sengsara untuk kali kedua. Savana yakin, kalau ada Rayyan, teman laknatnya itu pasti akan menertawakan nasib sialnya.

"Terima kasih banyak, yah, Mbah." Mama menjabat tangan Mbah Mila sembari menyelipkan uang di sana yang disambut Mbah Mila dengan suka cita. "Kalau gitu kami pamit dulu."

Savana tersenyum, lantas gadis itu berdiri seraya bersalaman dengan Mbah Mila sebelum akhirnya melangkah keluar bersama mama.

"Minggu depan kamu disuruh lagi datang sama Mbah Mila. Mau, yah?"

Savana meringis. "Ke dokter aja, Ma. Fana kapok."

"Loh, kenapa? Bukannya kamu tadi baik-baik aja?"

Baik-baik dari Hongkong! Jelas-jelas usus dua belas jari Savana tinggal sebelas jari akibat ulah tangan besi milik Mbah Mila. Bagaimana bisa wanita berhijab ini mengatakan kalau Savana baik-baik saja?

"Enggak, Ma. Fana tadi bahkan mau kentut saking sakitnya. Tapi Fana tahan."

Mama menghela napas. "Enggak apa-apa, Fana. Semua ini demi kebaikan kamu. Demi rumah tangga kalian. Kamu tahu sendiri mulut Bu Mitha bagaimana."

Iya, sih, mulut Bu Mitha itu macam medusa. Tapi mau bagaimana lagi? Savana sungguh sangat tersiksa lahir batin kalau harus pergi ke tempat yang bahkan di dunia nyata tidak pernah ia datangi. Jelas tidak pernah ia datangi. Mbah Mila kan tukang pijat khusus Bumil atau orang yang mau hamil. Kalau sampai Savana ke sana padahal dia tidak memiliki masalah apa pun seperti tokoh utama di novelnya ini, bisa-bisa Rayyan melarikannya ke rumah sakit jiwa.

"Kalau emang aku sama Mas Jonas berjodoh, Bu Mitha tetap gak bisa misahin kita, Ma."

"Ya sudah." Wanita itu tersenyum sembari membelai rambutnya. "Mama gak bisa maksa. Yang penting, semua ucapan Bu Mitha yang nyinggung perasaan kamu, itu gak perlu dimasukkan hati, yah."

Savana mengangguk pelan. Setidaknya ... ia bisa terhindar dari masalah tukang urut yang katanya handal itu dan bernapas lega.

Hanya satu masalah yang menanti. Malam ini, tepat ketika acara peresmian kafe dimulai, Savana harus berusaha keras agar bisa menghindari nasib sial yang sedang menunggunya.

"Semoga gue bisa!"

Ya semoga saja nasib baik kali ini berpihak padanya. Savana sangat berharap, kali ini ia bisa mengubah kesialan menjadi keberkahan bagi sang tokoh utama di novelnya.

••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••

04.10.2020.

Ze mau bilang lagi, kalo nemu sesuatu yang menurut kalian rada nganu segera kasih tau, yah.

Ze sayang kalean.💋💋

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top