Bab 3. Savana Ini Kenapa?


"Gimana caranya gue balik ke dunia gue sendiri?"

Happy reading, gesssss!



Tempat antah berantah.
------------

Hal yang Savana lihat ketika ia membuka mata adalah seorang wanita paruh baya duduk di samping tubuhnya. Siapa dia? Dan ... astaga! Kenapa Savana masih berada di kamar mewah bin elit ini? Jadi, si tampan yang ia lihat sewaktu bangun tidur tadi bukan mimpi?

"Kata Jonas kamu sakit." Savana mengalihkan atensinya ke arah wanita itu. "Kamu hamil?" Beliau bertanya dengan binar penuh harap yang jelas sekali terlihat di matanya.

Hamil? Hey! Punya suami saja belum, lalu bagaimana ia bisa hamil? Oke, lupakan soal suami. Jangankan berhubungan badan, berciuman saja Savana tidak pernah. Nah, jadi pertanyaan itu sangat tidak masuk akal, 'kan, untuk Savana?

Lagi pula ... siapa wanita ini?

"Savana ... kamu hamil?"

Ya salam! Kenapa dia terus mengulang pertanyaan yang sama. Dan pula, kenapa mulut Savana seperti diberi lem tikus? Susah sekali rasanya ia ingin menjawab, mengatakan kalau ia tidak mungkin hamil karena belum pernah berhubungan intim.

Wanita itu mendesah kecewa. Sumpah, Savana tidak bermaksud membuat beliau kecewa karena ia tidak kunjung menjawab pertanyaannya. Sembari mengembuskan napas panjang, Savana bangkit dari posisi, lalu bersandar di kepala ranjang.

"Belum, Ma."

Savana terbelalak. Ini mulut kenapa bisa nyahut begitu? Dan ... apa tadi? Ma? Sebenarnya Savana ini kenapa, sih? Ia di mana? Kenapa ia tidak bisa mengatakan apa yang ingin ia katakan dan bertindak sesuai apa yang ia inginkan?

"Coba terus, Sayang." Wanita itu menghela napas. "Mama takut kalo Bu Mitha meminta Jonas untuk menikah lagi."

Siapa pula Bu Mitha ini? Pun apa salahnya jika Jonas menikah lagi? Toh Savana tidak merasa dirugikan di sini. Savana juga tidak peduli. Mau Jonas nikah seribu kali pun Savana tetap tak acuh. Peduli setan kalau kata Rayyan.

Namun, lain dengan kata hati dan tindakan. Savana justru menangis bahkan mengeluarkan isakan kecil. Hey! Ada apa ini? Semua orang yang mengenalnya tahu kalau Savana Dinescara bukan gadis cengeng. Akan tetapi, hari ini air matanya keluar dengan sebab yang tidak ia mengerti.

"Besok kamu ikut Mama, yah." Wanita berhijab itu mengusap lembut wajah Savana, menyapu jejak air mata di sana. "Mama akan bawa kamu ke tempat Mbah Mila. Kata temen Mama, beliau bisa ngurut supaya cepet hamil."

"Enggak perlu, Ma. Aku ke dokter aja kayak biasa."

Wanita itu menggeleng tegas. "Enggak, Fana. Untuk kali ini kamu ikutin kata Mama. Ini juga demi kamu."

Savana menghela napas, lantas gadis itu menjawab pasrah, "Iya, Ma. Nanti aku bilang dulu sama Mas Jonas."

Wanita itu mengangguk. "Mama pulang dulu. Besok pagi-pagi Mama ke sini." Kemudian beliau beranjak, keluar dari kamar mewah itu, meninggalkan Savana seorang diri.

Savana meneguk saliva susah payah saat mendengar kata-kata wanita yang ia panggil dengan sebutan mama. Sekarang, Savana mengerti mengapa ia tidak bisa mengucapkan apa yang ada di hati dan pikiran serta bertindak sesuai apa yang ia inginkan.

Meringis pelan, Savana turun dari ranjang. Ada beberapa hal yang harus ia pastikan agar benar-benar yakin dengan dugaannya.

Rumah ini besar, sangat besar. Setiap ruangan terdapat lampu kristal. Lantainya bukan dari kramik seperti di rumah Savana. Akan tetapi, dari marmer yang Savana perkirakan harganya puluhan bahkan ratusan juta rupiah.

Rumah ini memiliki kolam berenang di samping kanam rumah disertai dengan kolam ikan. Terdapat taman mini di depan dan di samping kiri rumah. Hanya memiliki empat asisten rumah tangga, ditambah dua orang satpam yang berjaga.

Sama persis seperti yang Savana tulis dalam novel yang tengah ia revisi. Savana sekarang yakin bahwa ia benar-benar berada dalam kehidupan naskah novel yang ia buat sendiri.

***

Usai berkeliling, Savana melangkah ke dapur. Di sana ia melihat Bi Lia-Savana mengenali dari badannya yang lebih berisi dari asisten rumah tangga yang lain-sedang mencuci piring. Dengan senyum yang mengambang, Savana menghampiri Bi Lia, lantas gadis itu berucap,

"Saya mau masak sayur asem, Bi." Lagi-lagi Savana terkejut dengan kalimat yang terlontar dari bibirnya. Boro-boro mau masak sayur asem, memasak sayur bening saja-sayur paling gampang kalau kata enyak-Savana tidak bisa. "Mas Jonas katanya pengen."

"Iya, Mbak. Tadi sudah Bibi siapkan bahan-bahannya. Jadi, Mbak Fana tinggal masak aja." Bi Lia memberitahu, membuat Savana mengangguk pelan.

"Mbak Fana sakit apa?" Bi Lia bertanya setelah wanita yang berumur lima puluh dua tahun itu mematikan kran air.

"Cuman enggak enak badan aja, Bi. Tadi malam sempat demam, tapi sekarang udah mendingan," sahut Savana sembari memasukkan kepala ikan gabus ke panci yang sudah berisi air beserta bumbu yang sudah dihaluskan.

Jika saja Savana bisa, ia akan berteriak kegirangan dan pamer pada Rayyan bahwa ia bisa memasak dan membuat bumbu sayur asem. Benar-benar suatu keajaiban! Apalagi mengingat betapa hancurnya masakan Savana saat ia mencoba memasak.

"Tadi Bu Mitha telepon nanyain ...." Bi Lia menatap Savana dengan tatapan tak enak. "Mbak Savana sudah periksa?"

Ah, Bu Mitha. Baiklah, Savana akan memberitahu siapa Bu Mitha di sini. Dia adalah mertua Savana, ibu Jonas. Wanita itu selalu menanyakan hal yang sama ketika mendengar Savana sakit. Sudah periksa? Dasar mertua nyebelin! Memangnya kalau sakit itu sudah pasti hamil?

Sebenarnya, Savana mulai khawatir. Karena ia berada di bab pertengahan, yang artinya ia akan mengalami banyak masalah. Ya, meskipun Jonas selalu ada di sisi. Tapi tetap saja Savana merasa khawatir. Apalagi, ada bagian di mana Savana kecelakaan dan ... ia harus berpisah dengan Jonas karena orang ketiga.

"Mbak Savana kenapa?"

Savana menoleh, lalu menggeleng pelan. Kemudian gadis berambut panjang itu mengambil mangkuk kecil, mengisinya dengan kuah sayur asem. "Bibi cicipin, yah? Kurang apa?"

Bi Lia mengangguk, lalu mengambil alih mangkuk dari tangan Savana sebelum akhirnya mencicipi. "Udah pas kok, Mbak." Bi Lia menaruh mangkuk itu ke wastafel. "Mbak Fana emang jago masak."

Boleh tidak Savana salto saat ini juga? Pasalnya, seumur hidup Savana tidak pernah dipuji dengan setulus hati. Alih-alih dipuji, Enyak Hindun justru lebih sering menghinanya. Ck, benar-benar tidak berperikeenyakan!

Savana tersenyum. "Mas Jonas udah di jalan. Bentar lagi sampai katanya. Saya mau mandi dulu. Bibi tolong siapin buat makan malam, yah?"

"Iya, Mbak Fana. Mbak Fana mandi aja."

Selanjutnya, Bi Lia melangkah ke arah rak piring yang ada di sudut ruangan. Sementara Savana berjalan ke arah kamar untuk menunaikan hajat, membersihkan tubuh yang terasa lengket.

Selama kakinya bergerak, otak Savana yang biasanya ia gunakan untuk memikirkan bagaimana cara supaya ia cepat berjumpa dengan kasur, kini ia gunakan untuk memikirkan sesuatu yang berat. Benar-benar berat sampai Savana bingung harus bagaimana dan melakukan apa.

"Gimana caranya gue balik ke dunia gue sendiri?"

•••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••

03.10.2020.

Sekarang udah ngerti sama prolognya? Savana bukan mimpi atau terkena semacam penyakit😂 tapi dia masuk ke dunia novel setelah mengalami sesuatu. Jadi, di bab tiga ini sabungan dari prolog.

Sekian terima gaji.

Ze yang selalu imut sayang kalian💋

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top