Bab 13. Sorry Mama Mertua!

Vitamin dulu, geessss🤣🤣 maafkan daku karena membuat mata polos kalian ternoda.

Happy reading, yes!



Ini bencana!

Ya Tuhan ... setelah beberapa hari dewi keberuntungan berteman dengannya, kini dia kembali menjadi musuh Savana. Hais! Menyebalkan. Lalu, apa yang harus Savana lakukan kalau sudah begini?

Seharusnya, tadi siang Savana tidak usah terlalu manis pada Jonas. Lihat kan? Sekarang dia yang harus menanggung resikonya.

"Sayang, ada apa?" Savana meneguk salivanya susah payah kala suara berat Jonas menyentuh indra pendengaran. Oh my to the god! Kenapa suara Jonas seksi sekali? Kan Savana jadi merinding mendengarnya. "Kamu enggak mau lihat muka aku? Maunya dipeluk dari belakang gini?"

Aduh! Si tampan ini kenapa tidak pengertian sekali, sih? Savana itu malu, tahu! Kenapa dia justru menanyakan hal yang membuat jantung Savana terus-terusan berdisko di dalam sana? Tidak tahukah Jonas kalau jantung Savana sudah sangat kecapekan? Savana saja kasihan dengan nasib jantungnya.

"Aku ...." Aduh ... gimana, yah, bilangnya? Masa iya Savana bilang kalau dia takut? Kan enggak mungkin. 

"Kamu malu?"

Savana terbelalak. Kaget, dong! Tiba-tiba saja si tampan berada di hadapannya sembari tersenyum geli. Asem! Kenapa dia harus pindah diam-diam, sih? Kan Savana jadi tambah gerogi.

"Mas, aku—"

Jonas terkekeh. "Kenapa harus malu, Yang? Kita udah lama loh en—"

"Mas, aku mau pipis. Iya, aku mau pipis." Savana memotong cepat. Sumpah, yah, jantung Savana rasaya ingin copot saja. Untung Jonas belum memuntaskan ucapannya. Kemudian Savana segera beranjak ke kamar mandi.

Ya Tuhan ... bagaimana ini? Apa yang harus Savana lakukan? Ini benar-benar di luar dugaan. Savana tidak boleh melakukan hubungan suami istri. Apalagi dengan tokoh fiksinya sendiri. Bagaimana kalau ia hamil? Kan Savana tidak tahu harus minta tanggung jawab sama siapa.

Apa Savana tidur di kamar mandi aja kali, yah? Biar dia aman, damai, sentosa, adil, dan makmur tanpa gangguan dari siapa pun.

"Kebetulan ada handuknya Jonas." Ya, setidaknya Savana tidak tidur tanpa alas. Tapi ... kayaknya ini bukan keputusan yang baik. Kamar mandi ini kan rumahnya setan. Gimana kalau Savana diapa-apain sama setan? Ah, ia jadi bingung. Kayaknya lebih mending diapa-apain sama Jonas daripada setan. Serem!

"Argh! Gue harus gimana?" Kalau begini terus, Savana bisa gila! Bisa-bisa setelah Savana kembali ke dunia nyata, ia dibawa ke rumah sakit jiwa.

"Fan, kamu ngapain di dalam? Lagi semedi atau gimana? Kok, lama banget?" ujar Jonas sembari mengetuk pintu kamar mandi, membuat Savana bertambah gugup.

Oke, Savana, lo harus tenang. Lo enggak boleh gugup. Lo enggak boleh mikir yang enggak-enggak.

Menarik napas panjang, Savana membasuh muka, lalu membuka kunci sebelum akhirnya keluar dari kamar mandi.

"Lama banget. Kamu selingkuh sama setan, yah?"

Buset! Yang benar saja ia selingkuh sama setan. Memangnya mata Savana rusak? Savana kalau mencari selingkuhan juga pilih-pilih kali. Mana mungkin ia meninggalkan suaminya yang tampan demi si buruk rupa. Hih! Membayangkan saja Savana sudah merasa ngeri.

"Ngaco kamu, Mas!" Savana berjalan mendahului Jonas. "Mana mungkin aku selingkuh. Kamu, tuh! Mau-mau aja dipaksa sama medusa."

"Lah? Kan aku udah jelasin sama kamu, Fan. Ka—"

"Dia bakalan berhenti kalau kamu tetap nolak ajakan dia."

Jonas terdiam, perlahan Savana mengangkat dua sudut bibirnya ke atas. Savana memang cerdas! Dengan mengalihkan pembicaraan, Jonas tidak akan melakukan sesuatu yang membuat jatungnya tidak sehat. Mungkin.

Terdengar embusan napas panjang dari Jonas. "Iya, Fan. Lain kali aku enggak bakal turutin kemauan dia meskipun dia maksa-maksa sampai kucing bertelor. Oke? Jadi, kamu enggak usah marah lagi, yah. Karena enggak mungkin aku tinggalin istri secantik kamu demi Laura. Kamu tahu, 'kan, aku enggak suka sama cewek yang suka pake lipstik merah. Kayak emak-emak.

"Kalau gitu, sekarang kita tidur, yah? Besok kamu mau ketemu sama Arvi, 'kan, di kafe?"

Lah, iya! Kenapa Savana bisa lupa? Besok kan rencananya ia akan bertemu sama Arvi alias Rayyan. Eits! Jangan mikir yang aneh-aneh. Savana bukan medusa dua yang suka menggoda. Apalagi yang digoda Rayyan. Sahabat Savana sendiri. Itu enggak mungkin!

Savana hanya ingin meyakinkan kalau ... Arvi itu memang Arvi, tokoh yang ada di novel. Bukan Rayyan sahabatnya. Tapi, kalau Arvi itu adalah Rayyan, maka Savana akan meminta laki-laki itu untuk membawanya pulang sebelum ia jatuh pada pesona si tampan.

***

Savana berdecak. Sialan! Dia kesiangan! Alhasil ia tidak jadi berangkat bersama Jonas. Ah, benar-benar, yah, si dewi keberuntungan ini. Suka banget tarik ulur perasaan Savana. Memamgnya Savana ini benang layangan apa?

"Kalo gini ceritanya, gue kudu naik motor aja biar cepet nyampe." Kasian juga sahabat laknatnya nunggu kelamaan. Bisa-bisa, Savana kena omel karena tidak bisa datang tepat waktu.

"Loh? Mbak Fana mau ke mana?"

Astaga! Hampir saja Savana terjengkang karena Bi Lia tiba-tiba datang mengagetkan. Sambil mengembuskan napas panjang, Savana menyahut,

"Mau ketemu Arvi, Bi. Temen saya. Oh, iya, Bi. Kunci motor saya di mana, yah?" Seingat Savana, sih, tokoh utamanya ini punya motor matic.

"Oh, ada, Mbak. Di box kunci, deket pintu depan." Bi Lia memberitahu, membuat Savana mengangguk paham. Lantas gadis yang mengikat tinggi rambut panjangnya itu mengucapkan terima kasih sebelum akhirnya berlalu.

Tepat ketika Savana ingin menjalankan motornya, ponsel yang berada dalam saku celana berdering panjang, menandakan ada telepon.

"Lo di mana, sih?!" Astaga! Baru saja Savana meletakkan benda elektronik itu ke permukaan telinga, suara menyebalkan Rayyan dari seberang sana langsung menyambar macam geledek.

"Ish! Gak usah teriak-teriak kali. Gue mau berangkat, nih. Dah, lo gak usah bawel. Kayak cewek PMS aja." Kan Savana jadi kesel!

"Gu—" Belum lagi Rayyan menyelesaikan ucapannya, Savana segera memutuskan sambungan telepon. Bikin panas kuping aja! Dia pikir pidato lewat telepon itu enggak memperlambat Savana apa?

Sudahlah! Mending Savana segera menancapkan gas menuju kafe Jonas. Namun, sebelum motor Savana keluar dari gerbang rumah, tiba-tiba saja mobil masuk, membuat Savana nyaris terjatuh.

Ya salam! Mobil siapa, sih, yang tiba-tiba masuk? Enggak tahu apa kalau Savana itu buru-buru? Udahlah, masa bodoh itu mobil siapa. Savana enggak peduli. Mending dia capcus aja daripada telinganya panas karena ceramah panjang kali lebar dari sahabatnya itu.

Namun, lagi-lagi Savana harus mengurungkan niat sebab suara familier memanggil namanya.

"Mau ke mana kamu?"

Savana mendesah panjang. Ya Tuhan ... ini nenek sihir ngapain ke sini, sih? Menghela napas pelan, Savana berkata, "Eh, Mama." Savana tersenyum. "Aku mau ke kafe Mas Jonas, Ma."

"Ngapain ke sana? Mau ganggu suami kamu kerja? Mau buat kafe barunya bangkrut terus tutup?"

Ya ampun! Ini medusa satu kenapa nyerocos mulu, sih?

"Fana mau ada urusan, Ma. Udah janji juga. Sekarang lagi ditung—"

"Mama enggak peduli, Fana. Sekarang kamu harus balik, masak rendang. Mama lapar!" titahnya tak terbantahkan.

Savana geram! Medusa tua ini benar-benar tidak tahu diri, yah? Apa dia lupa kalau Savana ini emaknya? Lama-lama, nih, nenek sihir ia sulap juga jadi berlian. Kan lumayan. Tidak ada lagi polusi suara yang berpotensi membuat telinga Savana rusak.

"Ada, Bi Lia, Ma!" seru Savana, membuat langkah wanita itu berhenti, lalu menatap Savana dengan tatapan marah. Namun, sebelum medusa satu itu mengeluarkan suara cetar membahanya, Savana kembali berseru, "Dah, Ma! Savana buru-buru!"

"DASAR MENANTU KURANG AJAR!"

Savana meringis, lantas gadis yang baru keluar dari gerbang itu berdoa dalam hati, semoga aja pita suara mama enggak putus.

••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••

13.10.2020.

Dah beres. Dijamin Ze gak kutang lagi. Hahaha. Abis ini mau bayar kutang dulu. #sadamat:(

Sampai ketemu di next chapter aja, deh!

Aylopyutuuuu💋💋

Ze sayang kaleannnn💋

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top