Bab 12. Kicep Juga, 'Kan?
"Ya Tuhan ... kenapa Jonas ganteng sekali? Bisa enggak, sih, Savana tetap berada di sini sampai ia puas?"
•
•
•
Sentuhan terakhir—lipstik—untuk mempercantik penampilan Savana sebelum pergi ke kafe Jonas. Setelah merapikan rambut, gadis yang mengengenakan dress putih itu keluar dari kamar menuju dapur. Kemudian mengambil rantang berwarna biru muda yang sudah diisi berbagai masakan enak. Lebih tepatnya, tiga macam masakan enak.
Yang pertama ada rendang, rendang ini adalah makanan wajib bagi Jonas. Yang kedua ada tumis kangkung pedas. Dan yang terakhir ada cumi asam manis. Tiga jenis makanan ini yang tadi pagi Jonas minta sebelum dia berangkat kerja. Maka dari itu, demi suami fiksi tersayang, Savana rela memangkas waktu tidurnya untuk menyiapkan semua ini.
Bucin? Ya enggak, dong! Ini namanya bukan bucin, tapi ini adalah trik supaya disayang suami. Jadi, kalau kalian pengen disayang suami, ikuti trik ini. Lagi pula ... Savana memang harus melakukan hal ini.
Kalau di novel sebenarnya, Savana itu selalu diam. Enggak pernah mengambil tindakan apa pun untuk memperbaiki hubungannya dengan Jonas. Bahkan Savana membiarkan Laura menjadi pengisi hati Jonas.
Ah, mengingat cerita asli di novel itu, membuat Savana tanpa sadar menitikkan air mata. Sedih, coy! Gini-gini, kalau Savana ngetik selalu pakai perasaan. Biar pembaca bisa ngerasain apa yang dirasa sama tokohnya, gitu.
"Mbak Fana mau berangkat sekarang?" Bi Lia bertanya, membuat Savana menoleh sembari mengangguk.
"Iya, Bi. Bentar lagi jam makan siang. Kasihan nanti Mas Jonas kelamaan nunggu."
Savana yakin, kalau Rayyan mendengar ucapannya barusan, dia pasti akan mengatai Savana habis-habisan. Ngomong-ngomong soal Rayyan, Savana jadi teringat kembali ucapan laki-laki itu yang mengatakan kalau dia pindah ke Bandung karena urusan pekerjaan.
"Ya udah, kalo gitu aku pergi dulu, yah, Bi."
Sepanjang perjalanan, Savana memikirkan segala kemungkinan yang terjadi. Hais! Jujur, nih, jujur! Savana sebenarnya takut. Bahkan takutnya melebihi dari takutnya Tuan Krab kehilangan duit satu sen.
Bagaimana kalau ... Rayyan tetap pada posisinya? Maksud Savana, bagaimana kalau Arvi di cerita yang plotnya sudah berubah ini tetap menjadi penghancur hubungannya dengan Jonas?
Hais! Savana jadi pusing sendiri. Kenapa, sih, kalau Savana pusing harus selalu sendirian? Enggak bisa gitu pusingnya dibagi-bagi aja? Macam Beng-beng yang enaknya bisa dibagi-bagi.
"Mbak, udah sampai." Pak Budi—supir pribadi Jonas—menyadarkan Savana dari lamunan yang enggak berfaedah-faedah banget.
"Ah, iya, Pak." Savana tersenyum, lalu gadis itu mengucapkan terima kasih sebelum akhirnya turun dari mobil.
Savana gugup. Rasanya seperti ingin menyerhkan hasil masakannya pada juri di Master Chef. Berdehem sekali, Savana mengayunkan kaki menuju ruangan Jonas. Namun, langkahnya harus terhenti ketika melihat Jonas bersama Laura keluar dari ruangan.
Pemandangan macam apa ini? Memang benar, Jonas hanyalah suami fiksi yang ia ciptakan. Tapi Savana juga merasa panas, tahu! Bayangkan saja, kalau kalian berada di posisi Savana, melihat si ganteng bersama dengan medusa dua! Rasanya enggak rela!
Ya Tuhan! Kalau dilihat-lihat, Laura ini macam ulat bulu yang berjuang menuju pucuk teh. Cih, gatel sekali wanita itu. Memangnya tidak punya penggaruk sampai nempel-nempel sama suami orang?
"Mas?"
Sumpah, yah, Savana sebenarnya ingin bertepuk tangan. Rasanya bangga sekali saat dia bisa memergoki suami bersama selingkuhan. Macam artis-artis di sinetron ikan terbang.
"Fana?" Cepat-cepat Jonas menghempaskan tangan Laura dari lengannya, lalu menghampiri Savana dengan wajah pucatnya. "Yang, kamu jangan mikir yang enggak-enggak, yah? Mikir yang iya-iya aja. Karena apa yang kamu lihat enggak seperti yang kamu bayangin."
"Aku tau." Savana tersenyum. Ah, Savana merasa seperti malaikat tak bersayap. "Pegang bentar, Mas." Kemudian Savana menyrahkan rantang yang ia bawa pada Jonas.
Pokoknya, di cerita ini ia harus bisa membuat dirinya terlihat berani. Harus. Maka dari itu, Savana berjalan sembari bersedekap dada. Manik cokelatnya menatap tajam wanita ular itu sebelum akhirnya berujar,
"Kamu amnesia?"
Kening Laura berkerut. "Maksud kamu?"
"Ya ampun, Laura ... kayaknya kamu perlu diingetin, yah?" Savana tersenyum miring, lalu gadis yang menggerai rambut panjangnya itu berbalik, berjalan mendekat ke arah Jonas lalu memeluk lengannya erat. "Jonas ini, suami aku, Laura. Jadi ... tangan gatel yang mungkin terkena ulat bulu itu enggak usah nyantol-nyantol sama suami orang. Ngerti?"
Boleh tidak Savana jingkrak-jingkrak sembari berteriak? Gila! Savana ternyata cocok juga, yah, kalau jadi artis. Aktingnya? Beuh! Jangan tanya. Nanti Savana enggak akan bisa jawabnya.
"Yang?" Jonas menyentuh dahi Savana. "Kamu keminum obat apa? Kok tiba-tiba bisa ngomong sekeren itu?"
"Enggak, kok, Mas." Savana beralih menatap Laura. "Laura? Kamu bisa pergi dari sini karena aku mau makan siang bareng Mas Jonas tanpa diganggu siapa pun. Kamu ... paham, 'kan, maksud aku?"
"Fana ... kamu? Ini beneran kamu?"
Savana demen, nih, yang beginian. Membuat tokoh antagonis kicep adalah hal yang paling menyenangkan.
"Silakan, Laura. Pintu keluar di sebelah sana," ucap Savana sembari menunjuk ke arah pintu kaca. "Ayo, Mas. Aku udah masak semua makanan yang kamu minta tadi."
Tanpa mempedulikan apa yang terjadi dengan medusa dua, Savana mengajak Jonas masuk ke ruangannya agar ia bisa segera menghentikan demo para cacing dalam perutnya.
"Kamu keren banget, sih, Fan." Jonas memuji sembari menopang dagu dengan satu tangannya, menatap Savana tanpa berkedip. "Aku bener-bener enggak nyangka kalau istriku yang biasanya malu-malu ayam bisa kayak gini."
"Kok malu-malu ayam, sih, Mas?" Savana yang tengah menyiapkan makan siang untuk mereka berdua protes. "Biasanya kan malu-malu cantik."
"Iya-iya, yang cantik banget hari ini." Jonas terkekeh. "Tadi aku kan lagi nungguin kamu. Terus tiba-tiba Laura datang. Nerobos masuk gitu aja ke ruangan aku, Yang." Jonas mulai bercerita, sementara Savana mendengarkan.
"Aku udah nolak, tapi dia maksa terus. Narik-narik aku. Ya, kamu tau sendirilah gimana kalau Laura maksa. Enggak bakal berhenti kalau apa yang dia mau belum tercapai."
Savana jadi menyesal menciptakan tokoh menyebalkan macam Laura. Andai saja waktu itu Savana menciptakan Laura dengan karakter lemah lembut dan penurut, pasti kehidupan Savana tidak akan seribet ini. Ya, meskipun ia harus berhadapan dengan medusa tua, alias mertuanya.
"Iya, Mas. Aku percaya. Kalau gitu, kita makan dulu."
Jonas mengangguk, lalu mulai memakanan rendang. Manik hitamnya menatap Savana dalam, membuat jantungnya mendadak mengajak senam SKJ. Dasar jantung enggak tahu diri! Orang lagi gugup, eh dia malah ngajak senam.
Ya Tuhan ... kenapa Jonas ganteng sekali? Bisa enggak, sih, Savana tetap berada di sini sampai ia puas? Tapi ... ah, tidak bisa! Jonas itu hanya tokoh fiksi yang ia ciptakan sendiri.
Jadi, pantang bagi Savana buat jatuh cinta pada pria itu. Tapi ... bagaimana kalau yang terjadi justru Savana jatuh cinta pada Jonas? Apa yang harus ia lakukan?
••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••
12.10.2020.
Seharusnya bab ini apdet tadi malam. Tapi, karena ze ketiduran—selalu aja gini—ze apdet pagi ini dan kena hukuman.🤣
Gak apa-apalah. Meskipun Ze dapat hukuman karena telat apdet, Ze tetap kasih bonus foto Savana dan Jonas. Biar kalian iri.🤣🤣
Aaaaaaaaaaaa ze baperrrr🤣🤣🤣🤣🤣
Udah dulu ah, ze mau lanjut ngetik. Biar ceritanya macam dabel apdet😌😌😌
See u next chapter, yah!
Ze sayang kaleaannn. Mwah💋💋💋
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top