Bab 11. Kaget, dong!

"Kejutan itu bisa berupa apa saja. Celana kamu karetnya tiba-tiba putus terus melorot, itu namanya juga kejutan."




Savana diam. Namun, tidak dengan hatinya yang terus mengoceh, juga dengan pikirannya yang berkelana ke mana-mana. Savana merasa sedikit lega karena mama sudah kembali ke rumah. Sementara hubungannya dengan Jonas sudah membaik.

Savana mulai mengingat-ingat plot cerita yang sebenarnya. Jika Savana tidak mengubah scene, seharusnya yang terjadi di bab ini dan bab yang akan datang adalah pertengkaran antara Jonas dan Savana.

Namun, karena Savana berhasil mengubah, cerita ini tidak lagi berjalan sesuai plot cerita. Meskipun begitu, Savana masih bisa membaca gerak-gerik para tokoh di cerita ini. Jelas, kan Savana yang menciptakan. Mana mungkin ia lupa dengan karakter dari masing-masing tokoh.

Ada satu hal lagi yang baru saja Savana pahami. Savana tidak akan terkena sial seperti apa yang dialami tokohnya. Meskipun begitu, Savana pasti akan tetap terkena sial sebagai ganti kesialan itu.

Artinya, jika Savana berhasil menghindari kesialan yang ada di plot cerita sebenarmya, maka Savana harus siap nenerima kesialan lain sebagai gantinya.

"Sama aja bohong, kalo gitu."

Kalau dipikir-pikir, apa yang dilakukan Savana itu sia-sia. Iya, sia-sia karena intinya iya tetap tidak bisa terhindar dari kesialan. Savana hanya bisa mengganti jenis kesialannya. Dari sengsara berubah jadi nelangsa.

"Jadi, gue harus gimana?" Ya Tuhan ... rasanya otak Savana yang kecil ini sudah tidak mampu lagi diajak berpikir. Kalau dipaksakan, takut meledak. Kan enggak lucu kalau otak Savana diganti sama otak-otak. Sudah bodoh, tambah bodoh lagi.

Iya, kalau otaknya otak jenius seperti yang Patrick dapatkan, lah apa kabar kalau otak Savana diganti sama otak udang? Iya, kalau cuman bodoh. Kalau dimakan sama manusia gimana? Secara, otak udang itu kan enak. Kan kasihan Savana jadi tidak punya otak untuk memikirkan jodohnya yang entah berada di belahan bumi mana.

"Oh, gue tau!"

Savana ingat, dia berada di bab yang mana masalah selalu datang macam siang dan malam. Niat Savana ingin mengubah kesialan menjadi keberkahan pun kembali terlintas di benaknya, membuat gadis itu mengerti apa yang harus ia lakukan.

Kalau Savana Payoda kerjaannya cuma nangis-nangis ria, maka tidak dengan Savana Dinescra. Gadis kelahiran Jakarta itu akan menjadi tokoh kuat. Seperti karakternya di dunia nyata.

Tidak mudah menangis, tidak mudah baper, tidak mudah jatuh cinta.

Tapi ... Savana agak meragukan dirinya dengan poin terakhir. Ia takut jatuh cinta pada suami fiksinya itu. Berbahaya. Kalau Savana sudah jatuh cinta, nanti dia terus terbayang. Bagaimana nasibnya nanti saat tiba di dunia sendiri? Bisa-bisa Savana menjadi penghuni rumah sakit jiwa karena dianggap gila.

"Mbak Fana!" Panggilan dari belakang tubuhnya itu membuat Savana yang tengah melamun terlonjak kaget. Kemudian, gadis yang mengenakan celana selutut dipadukan dengan kaos putih itu berbalik, mentap sang pemanggil sembali tersenyum manis.

"Ada apa, Bi?"

"Di luar ada yang nyari Mbak Fana." Jawaban Bi Lia membuat kening Savana berkerut.

"Siapa, Bi?"

"Ada, Mbak. Bibi juga enggak tau. Tapi, dia ganteng, Mbak. Sebelas dua belaslah kalau sama Pak Jonas."

Ganteng? Apakah ini yang dinamakan jodoh enggak akan ke mana? Apa mungkin yang datang itu jodoh Savana dari masa depan?

"Oke, Bi. Bilangin sama tamunya, kalau saya masih di kamar mandi." Savana berlalu. Dia bergegas ke kamar untuk mengganti pakaian. Enggak mungkin kalau Savana menemui tamu yang kata Bi Lia ganteng dengan penampilan macam ondel-ondel begini. Belum lagi menyampaikan apa tujuannya, dia sudah kabur karena melihat betapa buriknya Savana.

Usai berganti baju, Savana memoles wajah dengan bedak, tak lupa dengan parfum bau vanila ia semprotkan. Sekarang, Savana sudah cantik.

Masa depan, i'm coming!

***

Savana dibuat melongo, jika saja jentikan jari pria itu tidak menyadarkan Savana, kemungkinan terburuk mata cantiknya bisa menggelinding ke lantai marmer. Saking kagetnya.

Jelas Savana kaget! Siapa yang enggak kaget coba? Savana sudah berdandan, menyemprot parfum agar tidak bau ketek, serta memasang senyum manis untuk menemui tamu ganteng itu. Namun, di luar dugaan. Tamu yang kata Bi Lia sebelas dua belas sama Mas Jonas itu adalah ... RAYYAN!

Iya, si Rayyan. Sahabat laknatnya Savana. Masih ingat, 'kan?

"Rayyan? Lo ... beneran Rayyan?"

Sumpah, ini ... Savana tidak mimpi, 'kan? Oh Tuhan! Kejutan apa lagi ini? Seingat Savana, ia tidak menulis tentang Rayyan di novel ini. Tapi, kenapa tiba-tiba ada Rayyan di sini?

"Lo lupa nama gue?"

Hah? Gimana-gimana? Maksud sahabatnya ini apa? Savana lupa apa? Laki-laki berjas di hadapannya ini ... beneran Rayyan, 'kan?

"Lupa?"

Rayyan terkekeh. "Ya ampun, Na! Kayaknya lo emang lupa siapa nama gue."

Sebentar-sebentar, Savana mencoba mengingat siapa pria ganteng selain Jonas dan Pak Satya di cerita ini? Argh! Kenapa Savana mendadak linglung? Apa jangan-jangan otak Savana sudah berubah jadi otak udang, lalu sekarang otaknya berada di perut manusia dan meninggalkan Savana begitu saja.

"Arvi. Nama gue Arvi. Sahabat laknat lo, Savana!" seru pria itu.

Tunggu, apa tadi katanya? Namanya Arvi? Sahabat laknat? Hey! Arvi itu kan nama belakangnya Rayyan. Jadi ... oh, astaga! Kenapa Savana melupakan tokoh Arvi?

Iya, sekarang Savana ingat. Arvi alias Rayyan ini adalah sahabat Savana. Dia adalah sahabat pengertian yang pernah ada. Dan ... di novel itu, Arvi ini adalah satu tokoh yang menyebabkan hubungan Savana dan Jonas semakin hancur. Karena di novel itu, Savana selalu bercerita apa pun pada Arvi. Terutama masalahnya dengan Jonas.

Arvi ini tinggal di Jakarta. Sementara Savana tinggal di Bandung. Ketika Arvi tahu bahwa hubungan Savana dan Jonas berada di ambang kehancuran, pria itu datang untuk menjadi sahabat sekaligus teman curhat Savana.

Namun, yang jadi pertanyaan Savana sekarang adalah ... kalau Savana dan Jonas tidak mengalami pertengkaran hebat, lalu hubungannya tetap baik-baik saja, untuk apa Arvi datang ke sini?

"Arvi?"

"Iya, Na. Gue di sini. Gimana hubungan lo sama Jonas? Aman?'

Savana berdehem sekali, ia tersenyum lebar lalu menjawab antusias, "Aman, damai, sentosa, adil, dan makmur."

"Seharusnya dari dulu begitu, Na." Arvi menyorot Savana dengan tatapan sendu, membuat kening Savana berkerut dalam.

"Maksud lo?"

"Setelah sekian lama, lo baru bu

sa ngambil tindakan. Seharusnya lo dari dulu berani ngungkapin segalanya. Kemarin, Jonas telepon gue. Dia cerita sama gue tentang lo yang mendadak bilang kalau lo marah sama dia karena Laura. Lo masih ingat, 'kan? Selama ini lo selalu diam, ngebiarin Jonas haha-hihi bareng Laura."

Ah, iya. Savana ingat bagian itu. Bagian di mana Savana selalu diam melihat kedekatan Jonas. Ck, menurut Savana, itu adalah bagian terbodoh yang pernah dilakukan seorang istri.

"Apa pun yang akan terjadi, jangan mau kalah sama Laura. Lo, istri sahnya Jonas, Na. Lo berhak marah kalau suami lo deket-deket sama cewek lain."

Savana tersenyum. Rayyan di cerita ini tetap sama seperti Rayyan di dunia nyata. Apa mungkin karakter Arvi ini ia ambil dari karakter Rayyan? Baik, perhatian, dan bijaksana.

"Makasih, Vi. Lo emang sahabat terbaik gue."

Dan buat lo dewi keberuntungan, makasih udah ngasih keberuntungan lo hari ini sama gue.

••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••

11.10.2020.

Kaget gak ada Rayyan di sini?🤣🤣🤣

#biasajatuhhh

Wkwkwkwk. Aku berharap kalau Rayyan tidak pernah menjadi penghancur hubungan Savana dan Jonas di dunia pernovelan ini.

Gimana? Hari ini aku apdet pagi, kan? 🤣🤣🤣 mumpung libur, gesssss. Jadi aku bisa ngetik.

Dah ah. See u next chapter aja.

Ze sayang kaleannn💋💋💋.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top