8b

"Mas … hape aku rusak …." Seperti anak kecil yang tengah mengadu, Lira berucap manja saat menyambut Galang yang baru pulang bekerja.

"Rusak kenapa? Jatuh?" tanya Galang dengan begitu santai ketika adikku masih menunjukkan tampangnya yang menjengkelkan.

"Iya, jatuh." Lira menatapku tajam, tapi anehnya dia seperti tak tertarik menceritakan ihwal bagaimana ponselnya bisa terjatuh dan LCD-nya retak.

"Ya udah, habis mandi, kita siap-siap, ya, buat beli hape baru." Galang, lelaki yang tahun ini genap berusia 27 tahun, terlihat mengusap lembut rambut adikku untuk menenangkan.

"Yeay. Makasih, Sayang. Cinta, deh," ucap Lira sambil memeluk mesra sang suami sebelum berjalan menuju kamar dengan saling bergandengan tangan.

Huh! Norak!

Sejam kemudian, pasangan yang entah kenapa terus memilih tetap tinggal di rumah ini, meski pengantin lelaki sejatinya sudah menyiapkan rumah baru, pamit pergi pada Mama setelah mereka berpakaian rapi.

"Hati-hati, ya." Mama berpesan dengan begitu lembut ketika anak bungsunya berpamitan padanya yang sedang duduk di ruang keluarga.

"Ma, Indah juga sekalian minta izin, ya?" Aku nekat mendekati Mama meski tak 100 persen yakin wanita paruh baya ini bakal dengan mudah memberikan izin. Padaku yang rasanya diperlakukan sedikit berbeda semenjak hari itu.

"Buat?" tanya Mama dengan kedua alis yang tampak bertaut.

"Pergi ke rumah Resti, adiknya ulang tahun."

Mama menggeleng, menyatakan dengan sangat jelas bahwa beliau tak mengizinkan.

"Jangan coba-coba mengelabui Mama, ya, Ndah. Hari ini adik Resti yang ulang tahun, besok siapa lagi?" ujar Mama penuh kewaspadaan.

"Enggak, Ma. Beneran."

Aku mendesah resah saat merasa kepercayaan Mama terkikis semenjak hari itu. Hari di mana dua keluarga dihebohkan oleh fotoku dan Darren sampai ke tangan calon mertuaku yang kini menjadi mertua adikku.

Ah, aku harus mencari cara.

"Assalamualaikum … maaf, Tante. Hari ini emang Indah diundang sama Maura buat datang ke acara ulang tahunnya. Tante mau bukti?"

Resti mengarahkan kamera ponselnya ke ruang tamu rumah Resti yang sudah dihias sedemikian rupa. Membuat Mama terdiam sambil mengamati ketika Resti memutuskan melakukan video call.

"Kalau Tante khawatir terjadi apa-apa sama Indah, Tante tenang aja. Indah aman, kok di rumah Resti," ucap Resti menyakinkan ketika mamaku terdiam untuk beberapa lama.

"Ya sudah."

Akhirnya, Mama memberi izin.

Ya, Resti memang selalu punya cara untuk menaklukkan hati mamaku. Membuatku berpikir kenapa tak Resti saja yang jadi anak Bu Lili.

Ya ampun! Pikiran macam apa ini, Indah?

Aku pun pamit pergi ke rumah Resti, beberapa saat setelah membungkus kado berisi bando lucu dan aksesoris khas remaja lainnya dalam sebuah kotak yang dihias dengan pita warna pink.

Acara ulang tahun Maura yang kebanyakan mengundang teman-teman sekolahnya, berlangsung cukup meriah. Membuatku tak berhenti tersenyum ketika melihat kedekatan antara Resti dan adiknya.

Mereka tampak begitu hangat dan … ceria.

"Ih … Kakak!"

Resti tertawa puas saat berhasil mengoleskan potongan tart berwarna pink ke pipi Maura beberapa saat setelah sang adik menyuapkan potongan tart pada sang kakak.

"Asik banget, ya, punya kakak cewek. Jadi nganan aku."

"Iya, apa lagi kakaknya seasik Kak Resti, pasti seru banget, tuh."

Kudengar teman-teman Maura yang berdiri tak jauh dariku, berbisik. Memperbincangkan kedekatan antara Resti dan sang adik.

Tanpa diminta, dadaku terasa sesak secara tiba-tiba.

Dulu, hubungan kami pun sehangat itu. Namun, semua berubah semenjak aku  mengenalkan Galang sebagai seseorang yang spesial hari itu.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top