10b
"Apa urusannya denganmu, ha? Urus saja istrimu sendiri!" balasku ketus.
"Sampai kapan pun, aku nggak akan pernah membiarkanmu jatuh ke dalam pelukan playboy kelas kakap itu, Indah!" desis Galang sambil menahan tangan kiriku yang membawa sekantong plastik belanjaan berisi pembalut wanita dan yogurt yang kubeli di pasar swalayan tadi.
"Hei! Kalau Darren playboy kelas kakap, lalu apa kamu pikir kamu lebih baik darinya?" balasku sambil menghempaskan tangannya dengan kasar.
"Apa kau serius benar-benar membelanya? Atau jangan-jangan … kau sudah mabuk kepayang padanya setelah kejadian hari itu?"
"Cukup! Aku muak!" Aku memilih mempercepat langkah saat merasa indera pendengaranku menolak keras apa pun yang diucapkan oleh bekas calon suamiku.
Ya, cuma bekas. Tak lebih.
***
"Kenapa tadi kamu kayak sengaja nggak ngasih waktu buat Darren ngomong sama Ayah, ha?" tanyaku sesaat setelah memastikan hanya ada aku dan Lira di meja makan setelah makan malam kami berakhir malam ini.
"Mbak Indah apaan, sih?" balas Lira sok lugu. Oh … jadi cowok tadi yang nganter kamu itu namanya Darren?"
Aku mencebik bibir saat merasa adikku sekarang lebih pantas disebut aktor dibanding saudara kandung untukku.
"Halah! Nggak usah sok polos begitu, Lira! Aku tahu semua ini ide gilamu, iya, kan?" Aku menuduh dengan begitu transparan.
"Kamu jangan asal nuduh sembarangan begitu, ya, Mbak. Aku tuh nggak kenal siapa dia."
Aku mendengkus kecil.
Dasar ratu drama!
Tak ingin memusingkan tentang Darren, Lira atau siapa pun, aku pun berjalan menuju kamar untuk merebahkan diri.
Namun, belum sempat mataku terpejam. Bayangan menjijikan antara aku dan Darren tiba-tiba memenuhi kepala.
Ya Allah, ampunilah hambaMu yang berdosa ini.
Baru hendak menarik selimut, tanganku tiba-tiba terasa dingin saat melihat ke atas nakas dan mendapati jika hari ini sudah masuk pertengahan April.
Ya ampun!
Sudah seminggu aku telat datang bulan?
Apa yang terjadi padaku ya Allah?
Kepalaku mendadak terasa berat saat membayangkan sesuatu yang tak pernah kuinginkan, benar-benar terjadi.
***
Paginya, kepalaku masih saja terasa berat ketika menyadari perut dan tenggorokanku telah membuat masalah begitu aku bangun di waktu Subuh.
Tanpa bisa dihindarkan, rasa mual tak tertahankan yang baru pertama kali aku rasakan, memaksaku untuk memuntahkan apa yang mengganjal di tenggorokan.
Ya Allah, apa yang terjadi padaku?
"Indah, apa kamu baik-baik saja?" tanya Ibu terlihat cemas, saat sarapan di meja makan, aku mati-matian menahan rasa mual yang datang tak tahu diri tanpa permisi.
Tanpa peduli bagaimana kedua orang tuaku menanggapi, aku nekat bangkit saat rasa mual ini kembali tak bisa ditahankan.
"Kamu baik-baik saja, Ndah?" Aku yang baru keluar dari kamar mandi yang letaknya tak jauh dari dapur, kaget bukan kepalang saat mendapati Mama berdiri di depan pintu.
"Indah … Indah baik-baik saja, Ma. Indah cuma masuk angin, serius."
"Tapi Mama rasa … kamu harus pergi ke dokter kandungan siang nanti."
Aku membelalak lebar.
Jadi … Mama pun punya pemikiran yang sama denganku?
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top