Rumah baru kita
"Apa ini tidak berlebihan?" Tanya Alan kepada Rion yang kini menaiki tangga besi. Rion hanya menggeleng lalu menyambungkan kabel CCTV. Alan rasa Rion terlalu berlebihan memasang CCTV hampir di seluruh penjuru halaman dan pintu gerbang, di dalam rumah sendiri malah tak dipasangi.
Kini Alan dan Diva memang sudah pindah ke rumah baru mereka. Rumah yang di beli dengan uang Alan sendiri, dirinya patut berbangga hati. Alan membayangkan kalau nanti halaman yang berisi rumput hijau ini akan dipenuhi dengan anak yang tengah berlarian atau suara tawa anak-anaknya.
"Aku mengundang keluarga Prasodjo dan Wijaya makan malam untuk merayakan kehamilan Diva. Bagaimana menurutmu?" Rion hanya mengacungkan jempol sembari mengangguk paham.
"Sepertinya makan malam ala garden party lebih menyenangkan."
Rion tak menanggapi, ia malah mengukur jarak tangkap layar. Sejauh mana layar akan merekam keadaan halaman. Rion juga memperjakan keamanan terlatih agar menjaga rumah ini. Karena dirinya tahu, Alex dan obsesinya tak bisa diremehkan.
"Anakku kira-kira laki-laki atau perempuan ya?" Rion tak menjawab, ia malah memutar arah memeriksa CCTV di sebelah sisi timur. Alan jadi geram sendiri. Tak dulu sekarang Rion tak pernah sepaham dengannya kecuali dalam hal peduli dan melindungi Diva. Tapi Rion bersikap protektif seperti ini. Memang siapa yang akan menyerang Diva. Istrinya itu ilmu bela dirinya cukup mumpuni.
"Istirahat. Aku sudah menyiapkan makan siang," perintah Diva yang di sampingnya telah ada Sasa yang membawa payung. Diva mengangkatnya Sasa sebagai asisten pribadi yang akan membantunya selama kehamilan. Lihatlah istrinya itu nampak seksi karena bagian tubuhnya mulai menonjol kemana-mana. Ck, sampai kapan Alan puasa. Masak menyicip sedikit saja tak boleh.
💖💖💖💖💖💖💖💖💖💖
🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸
Dua keluarga menyambut kehamilan Diva dengan bersuka cita. Apalagi Soetopo yang akan mendapatkan cucu pertama begitu pula Harland Wijaya yang antusias sekali menanti pewaris dua keluarga. Tapi tidak dengan Alex. Ia menggeram marah dengan mengepalkan tangan di bawah meja. Tak akan ia biarkan anak Diva lahir dengan selamat.
"Kalau anak kalian cowok, papah akan kasih saham perusahaan 4 persen tapi kalau cewek papah akan kasih dia peternakan kuda kita yang ada di lembang." ujar Harland berbangga diri. Baginya punya cucu itu menyenangkan. Sedang sang istri Hesti sedikit berdehem agar suaminya tak kelewat senang hingga menghamburkan harta.
"Anak mereka belum lahir loh pah. Kita masih punya Marcel." Dan tentunya anak lain dari para jalang suaminya. "Papah jangan berlebihan deh."
Alan melirik sadis ibu tirinya. Harta ayahnya banyak, berkurang sedikit saja si lampir sudah panik. Alan akan membuat anak yang banyak hingga si lampir dan anaknya tak kebagian. Anak banyak yang hanya akan keluar dari rahim Diva seorang. Alan memang playboy saat lajang tapi ketika menikah ia berusaha tobat.
"Tapi nanti papah ya yang kasih nama." Ada udang di balik batu ternyata. Ayahnya Alan tetap saja egois. "Belakangnya pastinya Wijaya."
Soetopo mengelus lengan Diana lembut. Mereka tahu, anak keturunan Diva akan bernama belakang Wijaya. Biarlah mereka yang menyumbang nama depan namun tetap saja si gendut Harland selalu menciptakan aturan sendiri.
"Kalau gitu papah yang hamil aja. Anakku yang ngasih nama ya aku lah. Kalau papah mau ngasih nama, suruh tante hamil lagi." Semua yang hadir di sana menahan tawa. Diva berterima kasih pada sang suami. Setidaknya orang tuanya tak akan tersinggung.
"Dari pada berdebat padahal bayinya juga belum lahir. Lebih baik kita bersulang." Alex mengangkat gelas berisi wine. Sedang Rion nampak waspada ketika Alex masuk rumah tadi. Kakak tiri Diva itu tak terduga tindakannya. Rion hanya mengantisipasi. Ia telah menukar jus jeruk Diva dengan jus mangga. Berjaga kalau-kalau Alex tadi memasukkan sesuatu pada minuman nonanya.
"Bersulang." Mereka menyatukan gelas hingga menimbulkan bunyi tring. Semua orang minum wine kecuali si perempuan hamil.
"Oh ya Mika tidak ke sini?" Alex yang di tanya hanya menengok bingung. Pasalnya memang ia sengaja tak mengundang Mika. Tunangannya itu terlalu berisik.
"Dia sibuk dengan butiknya, banyak pesanan. Tapi tadi dia titip salam juga," ujar Alex bohong. Namun tanpa siapapun sangka, orang sedang mereka bahas sudah datang dengan membawa beberapa kantung kresek makanan.
"Hallo, semuanya!!" sapa Mika dengan ramah. "Say sorry nih tante aku telat." Mika bergerak cepat dengan mencium kedua pipi calon ibu mertuanya setelah menyerahkan barang bawaannya kepada Rion.
"Aku tadi beli oleh-oleh dulu." Kemudian dia memeluk Diva dengan sangat erat. "Selamat kamu bakalan jadi ibu. Rasanya pengen cepetan nikah deh."
"Itu Kak Alex udah dikode."
"Udah di sindir juga gak peka kok." Mika pandai merusak suasana. Dasar perempuan pengacau. Siapa juga yang ngundang dia kemari. Alex merasa tertekan jika Mika ada. Sang tunangan sangat berisik dan juga suka membuat gaduh. "Eh aku duduk dimana nih?" Tiba-tiba Diva berdiri, mempersilakan calon kakak iparnya untuk duduk.
"Duduk di samping kak Alex aja. Biar aku pindah di sebelah Alan." Alex rasanya ingin mengumpat keras. Ia senang bisa bersisian duduk dengan Diva tapi lagi-lagi Mika hadir dan menyelip di sisi Alex. Sampai kapan dia harus berperan sebagai tunangan yang baik. Alex tak mau sampai mereka menikah. Bisa menderita dia hidup satu atap dengan si kaleng rombeng.
🐦🐦🐦🐦🐦🐦🐦🐦🐦🐦🐦🐦
Alan rasa ini pencapaian hidupnya yang paling tinggi. Berjalan bergandengan tangan dengan Diva menyusuri jalan setapak lingkungan sekitar rumah mereka. Diva menghirup udara segar banyak-banyak agar anaknya tumbuh dengan sehat. Diva bahagia, begitu pun pria di sebelahnya.
"Aku jadi pingin sarapan nasi uduk di ujung jalan deh." pinta Diva manja sambil menunjuk ke arah jalanan lenggang dekat jalan raya.
"Kita ke sana. Biar kamu bisa milih menunya sendiri." Diva merangkul erat lengan sang suami. Kandungannya memasuki usia empat bulan. Tapi Alan sudah jadi suami siap siaga. Diva kegirangan bukan main. Andai juga rasa cinta melengkapi mereka. Cinta tengah Alan upayakan walau ia masih saja memandang Diva sebagai saudara serta teman. Tapi bukannya semua hubungan bermula dari pertemanan?
Alan sibuk memesan nasi uduk untuk istrinya sedang Diva berdiri di pinggir jalan menikmati pemandangan. Belum ada kendaraan yang banyak berlalu lalang. Ini baru jam 6 pagi. Diva jadi kepikiran pesan Jessica kemarin malam. Perempuan itu tetap nekat menghubungi Alan. Meminta sebuah bantuan. Sebenarnya Diva kasihan tapi ia tak mau menyediakan celah untuk mantan. Jessica bukan tipe perempuan baik, dia sejenis pelakor.
Sibuk dengan lamunannya. Diva tak menyadari ada sebuah mobil sedan hitam dengan kecepatan tinggi mendekat ke arahnya.
"Diva!!" Teriak sang Alan sambil berlari.
🐇🐇🐇🐇🐇🐇🐇🐇🐇🐇
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top