Lebih melindungi
Diva memejamkan mata, ia rasa kepercayaan akan hilang sebentar lagi namun matanya dipaksa terbuka ketika mendengar suara derit pintu di tutup. Apakah Alan mengajak Jessica sarapan atau duduk santai di ruang tamu sambil meminum segelas teh hangat. Nyatanya fatamorgana yang Diva bayangkan indahnya langsung raib ketika melihat suaminya berjalan ke arah dirinya hanya sendiri tanpa siapapun. Apa perempuan sundal itu kini sudah pergi?
"Ayo kita lanjutkan sarapan" Diva hanya bengong, jiwanya masih mengumpulkan nyawa. Kemana perginya si wanita penggoda itu, tak terlihat di mana pun. "Kok diem? Lanjutin makannya biar kamu sehat dan bayi kita juga."
Alan memutar tubuhnya sebelum Diva marah atau tersulut stres. Ia harus lebih mengutamakan istri dan juga calon anaknya. Tak ada mantan, tak ada lagi rengekan Jessica. Ia harus tega atau rumah tangga yang akan ia bangun akan hancur. Alan sudah memulai akan membuat hidup Diva lebih bahagia, karena dirinya seorang laki-laki sejati makanya janjinya tak boleh di ingkari.
Diva makan dengan lahap namun hubungan yang hangat itu harus terganggu dengan suara ponsel Alan yang berdering berkali-kali. Jessica memang perempuan nekat, padahal Alan sudah menjelaskan kalau mulai hari ini ia tak bisa membantu perempuan hamil itu lagi. "Panggilannya gak di angkat?"
"Gak penting." Alan mematikan ponselnya. Ia berusaha untuk tak peduli, toh melihat istrinya makan dengan lahap apa yang Alan masak rasanya cukup membuat hatinya tenteram, bahagia dan damai.
Namun pikiran Diva berkata lain. Ia tahu jika mungkin saja di luar sana nanti Alan akan bertemu atau bernostalgia bahagia dengan Jessica. Hanya di depannya saja Alan bersikap sebagai suami yang sangat menyayangi serta peduli sekali padanya. Diva tahu berpura-pura akan sangat sulit itu akhirnya. Tanpa sadar dirinya mengelus perutnya. Masa depan apa yang ia bisa beri untuk anaknya kelak. Bagaimana kalau di masa depan mereka Alan tak ada. Diva yakin bisa bertahan, tapi tak pernah Diva berpikir sebaliknya kalau dirinya lah yang tak ada di antara suami dan anaknya?.
🍄🍄🍄🍄🍄🍄🍄🍄🍄🍄
Rion mengangguk paham ketika mendengar penjelasan sang asisten ketika mereka berjalan di lorong kantor hotel. Secara keseluruhan pekerjaan Diva tak ada yang berat, begitu juga dengan pekerjaan Lexa. Apa yang membuat Diva pingsan, Alex pasti melakukan sesuatu. Rion akan menjauhkan Diva dengan Alex. Jangan sampai laki-laki itu bisa menjangkau Diva kembali.
Namun ia harus di paksa berhenti dan membungkukkan sedikit ketika Alex datang sebagai tanda penghormatan.
"Ku dengar kau baru masuk hari ini menggantikan posisi Diva?" Alex bertanya dan Rion hanya mengangguk serta tersenyum pelit. "Posisi itu lebih cocok denganmu, pekerjaan Diva tidak membutuhkan banyak komunitakasi. Aku tahu kau punya masalah dengan komunikasi." Bukannya tersinggung, Rion hanya menatapnya datar.
"Selamat bekerja, di sini yang di butuhkan otak bukan otot"
Rion mengepalkan tangan ketika punggung Alex mulai pergi meninggalkannya. Alex selalu bisa memancing emosinya, laki-laki itu sedari dulu selalu jadi bayangan hitam di hidup Diva. Rion mulai menyadari jika Alex punya perasaan aneh pada adik tirinya semenjak nonanya berusia 7 tahun.
Dulu ada seekor kucing yang mencakar tangan nonanya sampai berdarah. Setelah itu Rion melihat kalau Alex membunuh dan memutilasi kucing itu dengan sangat sadis. Rion kira mungkin saking sayangnya Alex pada Diva namun begitu Diva tumbuh menjadi seorang gadis Alex mulai berani, ia pernah mencoba membunuh salah satu laki-laki yang terang-terangan mendekati Diva. Alex benar-benar psikopat dan mulai saat itu Rion menjaga mati-matian nonanya dari laki-laki gila yang mengaku sebagai kakak kandung nonanya.
🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀
"Perkenalkan nama saya Salsa, saya asisten rumah tangga yang akan membantu nona."
Diva menilai penampilan Salsa dari atas sampai bawah. Gadis ini terlihat muda, usianya mungkin di awal 20 tahun atau 19 tahunan. Gadis yang begitu sederhana, rambutnya hitam legam, manik matanya jernih, tingginya mungkin hanya 155cm. Begitu mungil, kulitnya kuning langsat, dia begitu cantik seperti boneka porselin yang terlihat rapuh. Diva tak yakin tangan mungil Salsa bisa cekatan.
"Apa kalian tidak berlebihan, membawakan seorang ART?" Tanyanya sambil menatap Rion dan suaminya bergantian.
"Sayang, kamu butuh. Kamu lagi hamil. Pelayan ini di pilih Rion secara langsung. Lagi pula sebentar lagi kita akan pindah ke rumah baru. Kamu butuh pelayan yang bisa nemenin kamu. Aku gak mau loh kamu tiba-tiba pingsan dan gak ada yang nolong." Diva paham kekhawatiran suaminya, ia sebenarnya juga butuh teman tapi kadang sungkan saja harus menyuruh anak sekecil ini. Diva tak tega saja.
"Dia memang kecil tapi dia cekatan dan juga terampil. Aku sudah mengujinya. Karena di sini tak ada kamar, untuk sementara Salsa tinggal di apartemenku saja." Diva mengangguk paham dengan bahasa isyarat yang Rion ungkap.
"Jangan bicara menggunakan bahasa isyarat, aku tak paham!!" Alan menggerutu sambil meletakkan kedua tangannya di depan dada. "Apa aku perlu juga belajar bahasa planetmu?"
"Maksud tuan Rion, karena di sini tak ada kamar. Saya akan tinggal di apartemen tuan Rion dan walau tubuh saya kecil saya bisa bekerja dengan baik."
"Kamu juga bisa bicara bahasa isyarat?" Tanya Diva yang heran.
"Iya, ibu saya seorang tuna rungu ." Diva jelas terkejut terkejut. Dimana Rion mendapatkan gadis ini. "Tapi beliau sudah meninggal sebulan yang lalu." Salsa bercerita sambil menunduk. Kesedihan sangat kentara dalam kedua matanya.
"Baiklah, kau ku terima." Mata yang air matanya siap tumpah, kini berbinar. Dengan senyum merekah Salsa mendekati nona barunya lalu mencium tangan Diva berkali-kali.
"Terima kasih nona, terima kasih nona!!" Diva merasa iba saja melihat begitu kecil dan rapuhnya gadis ini. "Sekarang apa tugas pertama saya?."
"Masaklah untuk makan malam." Salsa mengangguk lalu mulai menuju dapur untuk memasak hidangan makan malam.
"Kenapa kita mau pindah, kamu tak bilang?" Tanya Diva pada sang suami.
"Kita akan ketambahan anggota baru, tentunya akan membutuhkan rumah yang lebih besar." Tubuh Alan menunduk, dia meraba perut Diva. Di sana ada buah hatinya yang akan lahir 8 bulan lagi. Alangkah bahagianya dirinya, ia terakhir senang saat ibunya masih hidup kini ada kebahagiaan yang menantinya. "Dia akan butuh tempat berlari dan bermain."
Rion yang biasanya muak melihat kemesraan mereka kini malah terharu. Nona kecilnya akan di panggil ibu. "Kau mencintainya?"
"Tentu saja, aku sangat mencintainya." Bodohnya Diva masih bertanya, tentu Alan sangat mencintai anaknya namun hatinya mendadak iri karena anak yang belum terlahir ini mendapatkan cinta Alan sedang dirinya tidak. "Kita akan memberinya begitu banyak kasih sayang, kita akan membesarkannya dengan segala hal yang kita punya." Setidaknya di masa depan Alan tetap mempertahankan Diva di sisinya. Apakah itu saja cukup?
🌴🌴🌴🌴🌴🌴🌴🌴🌴🌴🌴🌴
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top