Honeymoon

Diana terkejut bukan main saat datang ke apartemen Alexander, putra sulungnya. Barang-barang sudah berhamburan di lantai, sebagian besar pecah berkeping-keping. Ia bingung apa yang terjadi dengan putranya. Apa Alex dirampok? Merasa khawatir, Diana memanggil nama putranya berkali-kali tapi nihil. Tak ada suara sahutan sama sekali.

Saat ia membuka pintu kamar Alex, ia lebih syok lagi. Melihat botol alkohol sudah ada dimana-mana, ada yang sudah habis ada juga yang tinggal separuh. Mata tuanya menangkap pemandangan yang memilukan, kaca besar di kamar anaknya hancur dan meninggalkan noda darah tepat di bekas retakannya. Diana hampir menjerit, melihat tangan Alex berlumuran darah dan tubuh putranya tertelungkup di ranjang.

"Alex, bangun!! Bangun... mamah antar kamu ke rumah sakit!!" Tubuh Alex yang sudah lemas bergerak sedikit dari tempat tidur selain tangannya luka, kepalanya juga pusing karena terlalu banyak minum. Mata Alex besusah payah untuk terbuka, sedikit demi sedikit bisa melihat siapa orang yang membangunkannya.

"Mamah..."

"Alex... akhirnya kamu sadar nak!! Mamah kawatir sama kamu." Diana sampai menangis terisak, melihat putra sulungnya ditemukan dalam keadaan mengenaskan.

"Jangan sok perhatian sama Alex!" Dengan kasar Alex menepis tangan ibunya yang mencoba mengelus lembut suraunya yang kecoklatan.

"Alex, ayo kita ke rumah sakit! Obati luka kamu."

"Nggak perlu, mamah seneng kan kalau Alex mati? Luka di tangan Alex ini gak ada apa-apanya dibanding luka hati yang Alex rasakan." Hati Alex sakit, karena gadis yang ia cintai dari kecil, yang ia jaga mati-matian dari dulu dinikahkan dengan orang lain dan kenapa dari semua pria yang memiliki cintanya adalah sahabatnya sendiri.
"Mamah, Kenapa menikahkan Diva dengan Alan? Huh? Kenapa?? Mamah janji sama aku kalau aku mau tunangan sama Mika, Mamah akan mengijinkan aku untuk menikahi Diva?"

"Sadar Alex.. sadar! Diva adik kamu!!".

"BUKAN... BUKAN... DIA BUKAN ADIK AKU! Diva anak Papi cuma anak Papi!!" Diana mencoba meraih tubuh Alex yang susah payah untuk bangun. Ia tahu putranya saat ini hanya sedang terbawa emosi.
"Jangan sentuh Alex!!"

"Mamah terpaksa melakukannya. Lexa kabur dan Mamah gak mau keluarga kita dapat malu. Mamah mohon kamu ngertiin posisi Mamah!" Diana pernah berjanji pada Alex. Ia bisa menikahi Diva asal mau bertunangan dengan Mika, anak rekan bisnisnya. Namun Diana juga berpikir mana mau Diva menikah dengan kakaknya sendiri walau nanti Diva tahu, jika dia bukan anak Diana tetap saja Diva tak akan mau menerima Alex jadi suaminya.

"Mamah gak mikirin perasaan Alex?? Hati Alex hancur, Mah! Alex cinta sama Diva dari dia umur 2 tahun."

"Lex, itu bukan cinta tapi obsesi." Tidak... tidak. Alex mencintainya, sejak Diva tiba di sini. Mata hazelnya menghipnotisnya, kulitnya yang putih bercahaya membuat Alex terpesona. Diva bukan adiknya, Diva adalah putri Soetopo dengan istri pertamanya yang berkebangsaan Inggris sedang Alexander dan Lexandra anak Diana Prasodjo di luar nikah, entah siapa ayah dari si kembar itu. Yang jelas si kembar dan Diva tak punya hubungan darah.

Soetopo dan Diana menikah saat usia si kembar 5 tahun dan Diva 2 tahun. Alexander sudah tertarik dengan Diva, sejak pertama kali mereka bertemu. Dia yakin ini bukan sebuah obsesi tapi cinta, Diva adalah dunianya, cahayanya di dalam kegelapan, senyum Diva merekah saat menyambut pelukan hangatnya bagai oase di gurun tandus. Walau ia tahu Diva hanya menganggapnya sebagai seorang kakak bukan lelaki.

"Lebih baik, mamah tinggalin Alex sendiri. Jangan temuin Alex lagi. Aku butuh waktu mah untuk bisa terima Diva jadi istri orang." Diana mengalah, dengan lesu ia pergi dari apartemen sang putra. Dalam hati ia tak yakin, Alex seorang yang egois dan ambisius akan rela melepas Diva dan benar saja Alex tak akan pernah rela Diva dimiliki oleh siapa pun.

Alex menatap wajahnya di dalam cermin yang sudah hancur. Ia tersenyum mengerikan. Kalau Alan ia singkirkan, Diva bisa jadi miliknya bukan? Tapi senyumnya hilang saat mengingat wajah Rion. Pengawal Diva itu selalu menghalangi Alex untuk memiliki Diva. Apa dia juga harus menyingkirkannya juga?

🍤🍤🍤🍤🍤🍤🍤🍤🍤🍤🍤🍤🍤🍤🍤🍤

Diva membuka tirai jendela kamar hotelnya. Sungguh pemandangannya begitu indah. Kamar yang mereka tempati besar dan menghadap ke lautan biru tapi kamar hotel yang sempurna itu nampak membosankan untuk Diva.

"Apa ini hotel terbaik disini?" tanyanya pada Alan yang melepas kemejanya. Lelaki yang baru menjadi suami Diva itu mendekatinya ikut menikmati pemandangan lautan lepas yang sangat luas dengan berdiri di sampingnya.

"Emang kenapa? Pemandangannya indah, pelayanannya juga bagus."

"Tapi aku pingin hotel yang konsepnya kayak rumah pohon. Katanya di Makasar ada."

"Rumah pohon? Lo pingin tidur sama monyet?" Diva melirik sadis ke arah suami barunya. Kalau sudah begini pasti penganiayaan akan terjadi. Diva siap menempeleng kepala Alan tapi untungnya pria itu ternyata sudah hapal betul pergerakan tangannya.

"Gue suami lo. Hormat dikit kek. Gue udah pilihin hotel bintang lima terus pemandangannya menghadap pantai." Diva mencoba menikmati, mencari pemandangan yang di katakan Alan bagus. Pantai dengan laut paling cuma ada satu, dua kapal terlihat dari sini. Apanya yang indah? Laut di semua tempat juga adanya cuma air.

"Gue baru sadar loh kalau kita suami istri. Bisa gak semua berakhir kalau Lexa udah pulang?"

Alan berkacak pinggang. Membicarakan Lexa di saat bulan madunya, sama dengan mencacah harga dirinya menjadi kecil-kecil. Perempuan itu membuangnya, membohongi dua keluarga. Tidak mau menikah karena tak ada cinta? Dari awal mereka 'kan sudah sepakat untuk saling bekerja sama.

"Lo kira gue semurahan itu mau nerima Lexa yang udah kabur. Lexa pergi, berarti dia udah nolak dapat suami perfect kayak gue. Dari pada ngomongin orang yang gak penting. Gimana kalau kita bicara tentang malam pertama kita?" Kepala Diva bergerak mundur, mengikuti langkah kakinya yang juga mundur.

Tampang mesum Alan sudah memperjelas semuanya. Pikiran pria itu tak jauh dari selangkangan. Diva meneguk ludahnya kasar. Ia perlahan memutar leher. Alan di sampingnya sudah menaik-turunkan alis.

"Malam pertama? Gue lupa." Gadis itu menunjukkan senyum terbaik lalu mengalungkan kedua tangannya ke leher sang suami.
"Kalau mau malam pertama harus bersih kan? Kamu mandi dulu sana!!"

Mendapat respon baik, tanpa penolakan. Alan bergegas mengambil handuk dan memberi Diva ciuman jauh serta kerlingan mata. Tak tahu saja, ketika tubuh Alan sudah tertelan pintu. Diva langsung mengambil jaket, dompet, ponsel dan berniat kabur. Ia memilih mencari hotel lain dari pada sekamar dengan Alan.

🐳🐳🐳🐳🐳🐳🐳🐳🐳🐳🐳🐳🐳🐳

Diva menikmati secangkir kopi panas di pinggir pantai. Begini rasanya menikah karena dijodohkan. Tak ada kebahagiaan, tak ada kehangatan. Diva merasa hampa. Mimpinya memakai gaun putih harus jadi mimpi buruk, tatkala mengingat siapa suaminya. Lelaki yang tak akan pernah memberinya cinta.

"Ibu, udah lama jualan kopi di pinggir pantai ini?"tanyanya pada penjual kopi. Bingung saja karena tak punya temen ngobrol.

"Udah 3 tahun non, Non disini lagi liburan? Tapi kan ini gak musim liburan." Diva hanya tersenyum lalu mencoba menikmati kopinya lagi. Kopi sachet dengan rasa yang tak kalah dnrgan kopi cafe terkenal.

"Bukan, saya ada perjalanan bisnis di sini." Memang benar kan, pernikahannya hanya sebuah bisnis itu yang Alan katakan saat ia mengajak bulan madu ke puket dan berakhir di Makassar. "Di sini hotel yang bagus dimana? Saya mencari penginapan di sekitar sini ada nggak?"

"Ada sih non, agak jauh. Ada ojek kok yang bisa nganterin. Kebetulan suami saya ojeknya."

"Boleh ya nanti suruh nganterin saya ke hotel."

Saat sibuk dengan pikirannya. Ponsel Diva berdering berkali-kali, Membuat telinganya sakit. Dengan terpaksa ia mengangkatnya. Alan tak mungkin bisa menghubunginya untuk sementara nomer suaminya, Diva blok.

"Iya kakak?" Alex menghubunginya. Sudah jadi kebiasaan kalau kakaknya akan meneleponnya tiap hari, cuma sekedar tanya kabar.

"--".

"Aku baik, aku gak jadi ke Bangkok." Bangkok yang indah, harus di gadaikan dengan bisnis keluarga.
.
"---".

" Ke... Makasar.. pulangnya gak tahu kapan. Nunggu Alan urusannya kelar. Emang kenapa kakak mau nitip oleh-oleh?".

"---".

"Iya nanti aku WA, aku nginep di hotel mana. Udah dulu kak, aku lagi makan nih. Bye Kak Alex.. love YouTube."

Selesai mrmberi kabar pada Alex. Diva berdiri sembari mengeratkan jaket, karena udara petang yang lumayan dingin menusuk. Diva mengambil uang di dompet berniat membayar dan segera menemukan hotel.

Sedang Alex di seberang sana, tersenyum setan. Ia sudah tahu dimana sang adik perempuan berada. Ia akan segera menyingkirkan Alan, tak peduli jika Diva akan menjadi janda setelahnya. Alex akan tetap menerima Diva bagaimanapun keadaannya.

🌾🌾🌾🌾🌾🌾🌾🌾🌾🌾🌾🌾

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top