Diva atau bayinya

“Selamatkan bayiku..” pesan terakhir Diva sebelum ia tak sadarkan diri.

Diva mendengar semuanya, mendengar apa yang mertua dan suaminya perdebatan. Asal usulnya menjadi masalah, darahnya yang bukan murni Prasodjo menjadi bumerang. Diva tak ubahnya barang transaksi yang akan dibuang jika tak berguna lagi. Walau sang suami membelanya tapi Diva tak yakin hubungan mereka akan berlangsung lama. Alan tanpa Wijaya adalah sebuah cangkang kosong. Tanpa koneksi, uang dan kekuasaan suaminya akan hidup bagai orang cacat.

Diva pergi dari kantor Alan dengan berlinang air mata. Pikirannya hanya ingin segera menyingkir tak peduli jika laju mobilnya sangat kencang. Pikirannya kalut, bahagianya akan terenggut sampai ia tak berpikir panjang tentang keselamtannya sendiri. Semua sudah terkuak dan terbongkar, asal usulnya membawa masalah atau memang dia berada di tempat yang salah. Ia seharusnya tidak masuk ke kehidupan mewah keluarga Prasodjo, harusnya ayahnya tidak menikahi ibu Diana. Diva sadar hanya menjadi tumbal, menggantikan peran sang kakak dan ditendang sewaktu-waktu.

Alan mungkin saat ini membelanya namun berapa lama itu. Pria itu tidak akan bisa hidup tanpa koneksi, kekayaan dan juga fasilitas pada akhirnya Alan juga akan menyalahkan kemalangannya. Sebelum itu semua terjadi ada baiknya Diva tahu diri namun terlalu memikirkan semua itu. Ia tak menyadari sebuah truk hampir menabraknya, untungnya ia tersadar hingga bisa membanting setir namun tetap saja semua terlambat. Mobil Diva menabrak pohon besar dan menimbulkan benturak keras pada kepalanya. Yang ia ingat di saat terakhir adalah anaknya harus elamat, kandungannya harus ia lindungi.

Alan seperti mendapatkan hadiah lemparan batu raksasa saat mendengar kabar kecelakaan Diva. Ia melajukan mobilnya dengan amat cepat namun disela kegaduhan dalam jiwanya ia sempatkan mengabari kedua orang tua Diva. Rasanya sunianya runtuh saat memasuki halaman rumah sakit. Alan parkirkan mobil sekenanya, pikirannya fokus menuju IGD. Di sana Diva sedang ditangani oleh dokter.

“Bagaimana keadaan istri saya?”

“Bapak suami Ibu Diva.” Alan menatap ngeri pada barang bawaan yang suster bawa, yang banyak berlumuran darah.

“Iya. Istri saya gak kenapa-kenapa kan?”

“Bu Diva sedang ditangani dokter.” Hanya penjelasan singkat yang suster berikan namun dapat membuat badan Alan lemas tanpa tulang. Semua salahnya, Diva kecelakaan setelah mendengar apa yang ayahnya katakan. Harusntya Alan cepat mengejar Diva, hingga bisa mencegfah kecelakaan itu terjadi.
Di saat tubuhnya lemas, tiba-tiba ia merasakan seseorang menepuk serta menopangnya. Rion datang bersamaan orang tua Diva. Meski tak bicara namun Rion seperti menyimpan kesedihan yang amat dalam. Lelaki bisu itu merasa tak bisa menjaga nonanya.

“Bagaimana keadaan Diva?”

Mulut Alan kaku tak mampu menjawab sedang kedua orang tua Diva sudah menatapnya sendu dan siap menumpahkan tangis. Sang dokter yang mereka tunggu ke luar, dengan raut khawatir serta keringat menetes di sebagian muka.

“Dok, bagaimana istri saya?”

“Karena kecelakaan itu Nyonya Diva mengalami gegar otak dan pendarahan. Bayimnya harus dikeluarkan cepat-cepat.”

Diana langsung menumpahkan tangisnya di pelukan sang suami. Sedang Rion berdiri layaknya patung yang akhirnya menyandarkan diri di tembok. Alan sendiri harus tetap memegang kewarasan untuk bisa menopang semua orang.

“Keluarkan saja kalau begitu. Masalah biayanya berapa pun saya akan bayar.”

“Bukan begitu Pak. Masalahnya keselamatan siapa yang akan di prioritaskan, bayinya atau ibunya.” Ini keputusan yang sulit bahkan Alan berada di tengah kemustahilan. “Nyonya Diva berharap bayinya diselamatkan. Ia memintanya sebelum tak sadarkan diri.”

Ibu mana pun menginginkan anaknya selamat, bahkan sampai berkorban nyawa. Sementara Alan memikirkna lain jika disuruh memilih manakah yang ia pilih? Diva hanya satu namun anak masih ada kesempatan lain kan.

“Selamatkan bayinya.”

Bukan Alan yang mengambil keputusan itu namun suara bariton di belakangnya. Semua mata tertuju pada Harland Wijaya yang baru saja datang. Siap pula yang mengabari pria ini hingga bisa datang kemari.

Semua orang kalut, mungkin rata-rata mereka memilih Diva yang diutamakan. “Diva kan yang memintanya sendiri. Bukannya dia akan marah nanti jika anaknya kenapa-napa.”

“Tapi pah..”

“Diva menginginkan anaknya selamat kan. Lakukan operasinya sekarang Dok, utamakan keselamatan cucu saya.”

“Suami Nyonya Diva yang berhak memberi putusan.”

Rion menyentuh bahunya begitu juga Soetopo yang mengangguk seolah menyetujui apa pun keputusannya sedang Diana memilih memalingkan muka, menyembunyikan tangis. Harland yang menjadi pemicu kecelakaan ini seolah tak punya raut sedih dan empati. Ayah Alan itu mendongakkan kepala tanda acuh.

“Selamatkan bayinya, Dok.” Jawab Alan lesu. Tak mungkin mengingkari apa yang istrinya mau. Alan pasrah, ia hanya berdoa meminta agar istri dan anaknya selamat.

“Saya akan melakukan operasi. Tolong diurus administrasinya ya Pak.”

Alan mengangguk. Secara teknis tak ada yang menyalahkannya namun dalam dirinya merasa berdosa sekali karena mementingkan nyawa anaknya daripada Diva serta membiarkan Harland Wijaya menang.

Operasi dilakukan, semua orang menunggu di luar. Masing-masing mereka mendoakan yang terbaik tak terkecuali Harland yang hatinya seperti iblis. Entah apa harapan pria tua itu namun keadaan tenang itu harus diganggu dengan kedatangan Alex yang penampilannya sudah sangat kacau. Mereka yang di sana tak senang namun apalagi Alex langsung menerjang Alan.

“Brengsek. Kau tak mampu menjaganya!” Rion maju melerai, ia kira kecelakaan Diva adalah salah satu rencana Alex. “Harusnya kau tidak menikah dengannya kalau Cuma membuatnya sekarat!”

“Alex!” peringatan Diana pun tak Alex gubris. Di antara semua orang dia orang yang sangat takut bahkan tak bisa menerima Diva yang kecelakaan.

“Alex tenang. Ini rumah sakit.”

Alex bisa ditarik mundur, sedang Alan merasa apa yang dikatakan Alex ada benarnya. Ia yang membawa kesesngsaraan untuk Diva, ia yang menyeret wanitra itu ke pernikahan yang bagai neraka. Mulai dari masalah Jessica hingga ayahnya, Alan seolah tak berfungsi sebagai pelindung.

“Bagaimana aku bisa tenang, wanita yang kucintai sekarat di dalam sana. Di operasi untuk mengeluarkan anak bajingan ini!”

“Alex tak ada gunanya ribut. Sebaiknya kita semua berdoa.” Saran Soetopo yag bisa membuat putra tirinya sedikit tenang walau tetap saja Alex mengucapkan ancaman sebelum ia duduk.

“Ku bunuh kau Alan jika Diva sampai meninggal!”

“Ada apa ini? Kenapa ribut-ribut. Bagaimana operasinya sudah selesai belum?”

Si lexa datang dengan mengibaskan tangan. Perempuan ini tak punya empati bahkan mungkin menganggap kecelakaan Diva sebagai keberuntungan.

“Diva masih di operasi.”

“Baiklah aku akan ikut menunggu juga.” Anehnya Lexa memilih duudk bersama Harland Wijaya seolah keduanya memnag sekutu yang merancang kehancuran Diva.

Setelah enam jam berjalan akhirnya lampu di ruang operasi mati. Para dokter keluar setelah melepaskan masker. Dokter yang memimpin operasi yang menghampiri keluarga Diva yang telah menunggu dengan cemas.

“Operasi berhasil bayinya selamat walau masih harus dirawat di inkubator tapi maaf..” Alan dan Alex sama-sama maju berusaha mendengar apa yang dokter sampaikan tentang keadaan Diva.
“Karena kalian memprioritaskan keselamatan bayinya, Nyonya Diva menjadi koma.”

Dunia seakan runtuh. Tangis beberapa orang pecah. Diva tak sadarkan diri, mengalami koma. Alan benar-benar merasa kehilangan bahkan sekarang kakinya menjadi jeli karena sulit menerima kenyataan. Keputusannya selalu membuat Diva sengsara. “Dia akan sadar kan Dok?”

“Pasti tapi untuk berapa lama kita tidak tahu.”

“Kau lebih memilih anakmu dari pada Diva!” Alex tentu murka. Pria ini bahkan siap membunuh Alan kalau tidak dicegah oleh Rion. “Nyawa Diva llebih berharga dari pada nyawa anak sialanmu itu.”

“Tutup mulutmu, jangan mengatakan jika cucuku sialan!” Harland juga ikut murka. Ia merasa berhak membela keturunannya sedang Alan tak tahu harus membela diri atau pasrah mati di tangan Alex.

“Kalian sialan, kalian bedebah! Aku tidak akan melepaskanmu Alan bahkan aku akan membunuhmu dengan tanganku sendiri. Camkan itu baik-baik!” sayangnya kali ini Alex sudah diseret keamanan untuk ke luar rumah sakit. Soetopo diam-diam menghubungi keamanan untuk meringkus Alex yang membuat gaduh. Pria ini juga sudah sangat pasrah dengan apa yang terjadi pada putrinya itu.

“Diva pasti bangun kan Pi. Dia cuma tidur sebentar.” Diana amat sangat bersedih bahkan belum bisa menerima kenyataan. Sedang Lexa memutar bola matanya jengah, apa bagusnya koma kenapa tidak mati sekalian. Semua akan terasa mudah jika Diva meninggalkan dunia ini.

Alan tak tahu harus apa, ia tak antusia melihat wajah sang anak setelah tahu jika Diva membayar keselamatan anaknya dengan sangat mahal. Alan menatap Diva nelangsa saat perempuan itu lewat di depannya. Ia bertanggung jawab atas kesedihan semua orang, ia bertanggung jawab atas keadaan Diva. Berapa pun lamanya istrinya akan sadar, Alan akan tetap menunggunya.

🐒🐒🐒🐒🐒🐒🐒🐒🐒

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top