Arti mantan
"Auw!!" Alan meringis ketika sebuah kapas menyentuh sikunya yang berdarah. Diva selamat, di terluka menjadi bantalan untuk istrinya itu. Sepertinya kakinya juga agak kesleo sedikit.
"Bentar lagi juga udah selesai. Jangan manja deh." Alan dengan sengit menatap sang istri. Mana ada anak manja yang berkorban seperti dirinya. Begitukah balasan Diva setelah ditolong.
"Aku sakit juga karena nylametin kamu!!" Diva inginnya berterima kasih. Tapi tak tahu harus bilang bagaimana. Dalam hati dirinya tersenyum kegirangan. Suaminya peduli padanya. "Dia gak apa-apa kan?"
Alan menatap serta menyentuh perut Diva yang rata. Dia maksudnya bayi mereka. Ah Diva yang kege-eran. Tentu saja suaminya lebih mengkhawatirkan bayinya. Baukannya iri apalagi cemburu. Hanya saja kalau saat ini tak ada bayi mereka. Apakah Alan akan dengan sukarela mengorbankan nyawanya. Ah menyebalkan punya perasaan cinta lebih besar sepihak. "Auw!!"
Karena kesal dengan perasaan yang di milikinya, Diva menyenggol kaki Alan yang agak bengkak karena kesleo. Sebelum berpindah ke kursi lain.
"Kenapa kalian bisa jatuh?" Rion menggerakkan kedua tangannya menggunakan bahasa isyarat untuk bertanya. Kalau sudah bahasa lain itu muncul, Alan hanya bisa melongo sambil berpikir keras tapi tetap saja otaknya tak nyampai.
"Dia tanya apa?"
"Tuan Rion bertanya, kenapa anda dan nyonya Diva bisa jatuh?"
Alan mengerti karena Salsa yang menerjemahkan. Sedang Diva yang ngambek memilih memalingkan muka sambil menarik setoples permen tamarin. "Tadi kami beli bubur terus ada kendaraan yang melaju sangat kencang hampir menabrak Diva. Untung aku bergerak cepat menyeretnya minggir tapi sial memang! Aku jatuh duluan dengan tubuh Diva yang berat menimpaku. Aku juga bingung padahal jalanan lenggang, tapi kenapa mobil itu bergerak dekat sekali dengan bahu jalan."
"Kau bilang aku gendut?" Diva terpekik marah karena mendengar penjelasan Alan yang mengatakan kalau badannya berat. Sementara Rion menemukan kejanggalan serta fakta lain. Ia curiga dengan satu nama yaitu Alexander. Laki-laki psiko itu sudah mulai beraksi kembali dan kali ini dia mencelakai Diva. Rion tak bisa diam saja.
"Aku tidak bilang kamu gendut, sayang." Alan mana berani menghadapi Diva dalam mode babon ngamuk. Bisa di potong jatahnya atau lebih parahnya burungnya bisa digoreng menggantikan sosis.
"Tadi kamu bilang, badanku berat."
"Bagini ya." Alan dengan terpincang-pincang menghampiri sang istri yang tengah berkacak pinggang. "Tiba-tiba kita jatuh, pasti kan terasa berat karena aku terlalu kaget dan tak siap menerima tubuhmu. Tapi aku kan tetep jaga kamu."
Walau penjelasan Alan bisa di
terima logika. Diva tetap kesal. Ibu hamil hatinya itu sensitif. Diva tiba-tiba saja terisak-isak kecil. "Yah bagimu aku hanya beban berat 'kan?"
Ya ampun jangan lagi Diva punya alasan memulai sebuah pertengkaran. Alan tak suka sikap Diva yang kekanakan tapi mau bagaimana lagi itu sudah bawaan sang jabang bayi.
Sedang Rion berdiri sembari memutar otak. Alexander sudah mulai bergerak dan menyerang. Tak ada alasan baginya untuk menahan rahasia ini lebih lama lagi.
🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀
Alex merasakan sebuah tenaga yang amat kuat mendorong tubuhnya lebih dinding. Rion si bisu itu kini tengah menekan bahunya keras lalu menatapnya dengan tajam. Rion tahu kalau yang mencelakakan Diva itu Alex. Untunglah mereka saat ini ada di ruangan Alex. Tanpa ada orang lain. "Hey, jaga sikapmu!! Kau hanya kacung!!"
Rion menambah cengkeramannya pada leher Alex. Membuat kerah kemeja mahalnya awut-awutan. Ingin marah, mengumpat, atau pun menjawab hinaan Alex dia tak bisa. Yang Rion dapat lakukan adalah menunjuk tepat ke dada Alex berkali-kali, lalu mengepalkan tangan bermaksud mengancam. Kemudian ia mengambil ponsel di saku celana bagian belakangnya karena hendak mengetik sesuatu.
'Jauhi Diva, aku tahu kau menyuruh orang menabraknya tadi pagi!!' Alex malah tertawa lepas meremehkan peringatan Rion. Ia tak pernah gentar, bahkan dari dulu ia dan Rion sudah sering seperti ini.
"Kau punya bukti kalau aku pelakunya?" Gigi Rion gemeletuk, rahangnya mengetat keras. "Selamanya kami akan selalu berdekatan karena aku kakak Diva. Aku kakaknya!!" Alex itu licik serta pandai bersilat lidah. Walau ilmu bela dirinya tak sebagus Rion. Tapi saat titik kesabaran Rion sudah di ambang batas dan ingin memukul wajah Alex yang menatapnya congkak. Suara pintu ruangan di ketuk beberapa kali.
"Siapa?"
"Sandra pak, saya mau menyerahkan laporan yang bapak minta!" Rion terpaksa melepas serta menjauh. Tak akan ia biarkan Alex menang. Karena menghadapi lelaki setan itu tentu sulit. Karena tak akan ada yang curiga kalau orang yang terkenal tampan, berwibawa, berkarisma serta dewasa ini terobsesi pada adiknya sendiri dan menyimpan mental tak waras.
🐇🐇🐇🐇🐇🐇🐇🐇🐇🐇🐇🐇🐇
Diva percuma juga melarang atau dia sebenarnya tak sepenuhnya mencegah. Ia dan Alan berjalan agak cepat di lorong sebuah rumah sakit swasta. Sekuat apapun ia membentengi diri agar tak memberi celah Jessica namun tetap saja Diva lagi-lagi harus mengalah. Ketika mantan suaminya itu menelepon tengah malam sambil mengabarkan kalau dia keguguran. Yang Diva hanya bisa lakukan adalah menemani suaminya. Selalu di samping Alan agar pendirian iman keluarganya tak goyah.
Perempuan yang tetap cantik dibalut pakaian rumah sakit bewarna biru muda. Rambutnya di gelung tak beraturan, wajahnya yang pucat pasi menatap ke depan. Perempuan yang biasanya memakai make up tebal dan juga glamor itu kini duduk di ranjang layaknya mayat hidup.
"Jes, apa kata dokter?" tanya Alan membuka suara. Jangan lagi Jessica nangis lalu minta dipeluk. Diva hapal gerak-gerik perempuan benalu ini kalau bersedih. Suaminya bukan tembok buat senderan atau tempat sampah kalau udah kenyang dicari buat tempat pembuangan.
"Aku keguguran, bayi aku gak selamat." Jessica menangis histeris namun tangan Diva tak kalah kencangnya memegangi sang suami. Diva berempati karena dirinya sedang hamil juga tapi kalau jadi bunda teresa, Diva melambaikan bendera putih. Ia menyerah, hatinya tak kuat.
"Gimana ceritanya kamu bisa keguguran?" Diva bertanya sinis. Entah kenapa feelingnya yang tajam mengatakan kalau air mata Jessica itu palsu. Perempuan ini selalu saja mencari perhatian. Puncaknya sekarang ini.
"Aku kepleset di kamar mandi, gak ada yang bantu karena aku tinggal sendirian." Kasihan juga sih tapi Diva ngotot tak mau meminjamkan suaminya bersama calon pelakor. Bisa-bisa mereka berdua malah bernostalgia
"Ya sudah kamu banyak-banyak istirahat. Ini kan juga udah malam." Diva tersenyum lalu mengelus punggung Jessica. Karena ia merasa suaminya akan jadi ibu peri jadinya Diva duluan maju mendekat ke ranjang perempuan itu. Anggap saja Diva kejam terang-terangan menghalangi. Tapi dia punya hak karena statusnya yang seorang istri.
"Aku telepon Rion, suruh jemput kamu ya?" Usiran halus namun Diva itu ratu peka. Jadi permintaan sang suami hanya dijawabnya dengan gelengan.
"Aku gak bisa pulang. Biar aja kita nunggu Jessica sama-sama."
"Tapi kan kamu lagi hamil?"
"Maka dari itu aku ngrasain gimana menderitanya Jessica. Kehilangan anak yang kita tunggu kelahirannya." Diva bermelow drama. Terlihat aneh sih sikapnya itu di depan Alan. Tapi mungkin sikap Diva yang seperti bunglon itu bawaan dari si jabang bayi
Namun pikiran Diva lain, ia tak yakin Jessica keguguran karena terpeleset saja. Perempuan itu sejak remaja sering melakukan hal yang tak terduga. "Maaf ya, aku bawa kamu ke sini." Jessica yang melihat kemesraan Alan dan istrinya cuma bisa memalingkan muka. Kenapa harus Diva yang jadi menantu keluarga Wijaya. Kalau Alexandra, Jessica akan lebih muda menyusup kembali hidup Alan. Diva itu mengerikan, bisa menendangnya sampai ke antartika.
"Aku kan yang nekat mau ikut," ucapnya sambil tersenyum tipis. Suaminya tak ada gunanya menyimpan nomer Jessica. Kalau niat menjauh dari Jessica harusnya nomer perempuan itu di blok sekalian. Kekhawatiran sang suami yang kentara juga membuat Diva semakin yakin. Ia akan sulit menggeser posisi Jessica di hati Alan atau lebih parahnya tak pernah dapat sama sekali.
💟💟💟💟💟💟💟💟💟💟💟💟💟💟
Diva dan alan juga ada di KBM
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top