7 bulanan, awal segalanya
Diva tak berhenti menebar senyum sambil terus mengusap perut buncitnya yang kini memasuki angka 7 bulan. Bayinya diprediksi akan lahir dua bulanan lagi. Tak sabar melihat sang buah hati lahir ke dunia ini. Alan tentu lebih khawatir serta bertindak sebagai seorang ayah serta suami siaga.
Acara tadi siang yang isinya acara adat dan kunjungan tamu. Diva tak diperbolehhkan terlalu lama berdiri atau terlalu lama menyambut tamu. Ia diperlakukan bak ratu yang duduk manis sambil dihidangkan beberapa makanan kesukaan, tak lupa ada Salsa yang setia dimana dan kapan pun Diva butuh. Andai Lexa pulang dan berada di tengah-tengah mereka.
Kini hari sudah berganti malam, acara makan malam keluarga akan digelar. Diva boleh ikut berpartisipasi asal kalau jam waktunya tidur, ia harus pergi ke kamar dan beristirahat. Semua bersulang sedang Diva merengut sambil membawa segelas jus apel yang telah Rion siapkan. Tak ada Sampaigne, bir atau minuman soda ringan. Diva hanya boleh menyentuh jus, teh serta air putih dan akan minum susu sebelum tidur. Hamil memang ujian serta kesenangan tapi ia syukuri saja anugerah yang Tuhan telah beri ini.
"Bukan Salsa yag membuat saus steaknya tapi aku loh," ujar Diva berbangga diri karena kemampuan memasaknya kini bisa di acungi empat jepol.
"Oh ya?" jawab Mika terkagum-kagum. Pasalnya tunangannya Alex sangat lahap makan steaknya.
"Kapan-kpan aku belajar memasak juga. Apa aku perlu mengmbil kelas masak?" Alex berdecih, tanpa sadar minum anggur terlalu banyak. Ia tak pernah membayangkan akan menghabiskan sisa hidupnya dengan seorang Mika. Yang tentu berisik dan cerewet belum lagi selalu berusaha agresif terhadap Alex.
"Belajar saja dengan mami. Dia paling jago masak. Kak Alex selalu menghabiskan masakannya."
Semua di sana tertawa serta melempar canda. Hanya hati Alex yang terasa panas dingin. Diva akan memiliki anak dengan orang lain, akan bahagia dengan Alan. Ini tidak bisa dibiarkan!! Lantas Alex bisa apa? Ia hanya dapat melampiaskan kekesalan serta sakit hatinya dengan minum.
"Aku tak terlalu kenal Alex. Apa yang ia sukai, apa yang ia benci. Apa yang ia butuhkan. Bertunangan hampir dua tahun, aku seperti kurang mengenalnya." Mereka para perempuan membicarakannya tanpa menganggap Alex ada.
"Kenapa kau tidak tanya sendiri, kan pumpung orangnya ada." Diva terenyum lalu memandag wajah kakaknya yang sudah hampir tenggelam dalam alkohol. "Kak Alex, apa yang kakak sukai? nonton misal, traveling atau membaca buku?" Walau DIva tahu jawabannya namun ia mewakili Mika bertanya.
"Kamu!!" tunjuk Alex dengan senyum misterius.
Diva yang disebut seperti itu malah tertawa dan meletakkan kedua telapak tangannya di depan dada.
"Aku tersanjung sekali. Terima kasih kakakku." Sedang mata Rion sudah memicing. Ia waspada tingkat tinggi, kalau-kalau Alex akan kehilangan kontrol.
"Dari dulu aku menyukai kamu, Diva." Semua yang di sana hanya tersenyum lumrah. Mungkin ini bentuk kasih sayang Alex terhadap sang adik. Diana sendiri yang malah ketar-ketir, khawatir jika Alex akan berterus terang tentang perasaanya.
"Aku tahu kakak. Kakak mencintaiku dan juga Lexa. Jadi kangen kan sama Lexa." Diva tersenyum lembut sambil menghadap sang kakak. Alex melihat senyum Diva sebagai dongkrak semangat selain tentunya di bawah pengaruh alkohol.
"Perasanku berbeda terhadapmu dengan Lexa," ungkapnya dengan nada memelas, sedang Diana sudah berdiri hendak menyeret Alex yang tengah mabuk. Mika terlihat kebingungan tapi otaknya menangkap lain. Alex lebih mencintai Diva di banding Lexa. Wajar sih, Lexa itu pembangkang dan tak ada manis-manisnya sama sekali.
Namun kenyataan berkata lain. Sentuhan Diana malah di tepis kasar oleh sang putra hingga ia tersungkur jatuh."Mami!!"
"Lex, kamu mabuk. Sebaiknya kamu pulang di antar supir." Perkataan Soetopo hanya di anggap angin lalu. Alex bukannya sadar dan langsung pergi. Laki-laki berusia 28 tahun itu malah tertawa meremehkan. Semua orang yang di sana agak kaget dengan reaksi Alex.
Memang benar alkohol dapat membuat seseorang lupa daratan
"Aku gak akan pergi sebelum bilang semuanya." Alex berjalan dengan menatap lurus ke arah Diva. Rion langsung maju menghadang sedang Alan berusaha menggapai tangan sang istri. Alex tengah mabuk, Alan takut jika kakak Diva itu tanpa sadar akan bisa menyakiti calon anak mereka. Rion memegangi kedua lengan Alex namun ternyata tenaga orang mabuk sulit ditaklukan.
"Diva...!!" Panggilnya keras. Mika sendiri tak tahu. Drama apa yang tunangannya tengah perankan. Alex dalam keadaan mabuk sungguh menyusahkan serta menjijikan.
"Alex, ayo kita pulang," ajak Mika karna mereka masih tinggal satu apartemen.
"Enggak, aku gak akan pulang sebelum ngomong semuanya sama Diva." Soetopo serta Diana hanya saling memandang namun di wajah keduanya ada gurat khawatir yang kentara. Jangan sampai Alex membongkar siapa Diva di hari bahagia mereka ini. Namun firasat Diana mengatakan akan ada badai besar yang memporak-porandakan keluarganya kalau ia tak bisa menutup mulut Alex yang mulai ngelantur.
"Alan cepat bawa istri kamu pergi." Alan mengangguk tapi Diva bersikukuh untuk tak pergi kemana pun.
"Kakak mau ngomong apa?"
"Va, sebaiknya kita pulang. Alex lagi mabuk." Semoga saja Diva menurut tapi sayang Diva lebih percaya kalau orang mabuk akan mengatakan hal yang jujur dan ia percaya Alex kakaknya bukan orang jahat yang akan berusaha mencelakakannya.
"Aku cinta kamu, Diva!!" ucapan itu bak petir untuk semua orang yag ada di sana. Mika sulit mengurai perkataan Alex hanya sebuah bualan atau asli kenyataan. Mencintai saudara sendiri adalah hal paling tak berlogika yang pernah Mika dengar. "Cinta bukan sebagai kakak adik. Aku mencintai kamu sebagai seorang laki-laki yang mencintai perempuan."
Semua kini terang benderang, semua kini jelas. Arah pembicaraan Alex mau kemana. Mika harus sadar diri jika penolakan, keketusan serta kekasaran Alex. Semua itu bukan karena gengsi semata namun karena memang benar jika tunangan Mika itu tak benar-benar tulus mencintainya.
"Gimana bisa kak. Aku adik kadungmu sendiri." Alan semakin mencengkeram lembut tangan sang istri. Tiba-tiba rongga dadanya sesak mendengar laki-laki lain yang mengungkapkan perasaaannya pada sang istri.
Sedang Alex tertawa lepas sampai terbahak lalu kemudian menangis.
"Kau bukan adikku, aku bukan kakakmu."
"Jangan bohong Alex agar membenarkan perbuatanmu yang sakit jiwa itu." Alan emosi karena Alex sahabatnya serta sang kakak ipar menyimpan perasaan tak lazim untuk istrinya. Perasaan yang sedang Alan upayakan namun sangatlah mudah di mata Alex.
"Sakit jiwa? Kamu kira perasaan cinta itu sebuah kegilaan. Aku mengatakan yang sejujurnya. Diva buka bagian dari keluarga Prasodjo, ia hanya anak bawaan dari papi. Kami bukan saudara kandung." Alex memang mabuk tapi perkataannya adalah sebuah kebenaran yang Diva harus ketahui di saat hamil dan hormonalnya tak stabil. Tentu Diva syok bukan main. Ia menatap kosong ke arah sang kakak laki-laki yang amat ia sayangi sekaligus hormati. Selama ini Diva menganggap perhatian yang Alex beri adalah sebuah kewajaran.
Mika yang merasa telah dipermalukan dan tak di anggap memilih pergi dari sana. Tak ada yang bisa ia pertahankan lagi dari hubungannya bersama Alex. Sedang ayah Alan hanya diam, ibu tiri Alan malah tersenyum sinis. persengketaan antara dua keuarga akan di mulai. Suaminya pasti tak akan diam sebab tahu jika menantu kesayangannya bukan berasal dari darah Prasodjo.
Diva yang tak sanggup lagi bertahan memilih menghampiri kedua orang tuanya. Ia menatap sang ayah dan ibu dengan mata penuh nelangsa. Diva mengharap sebuah kejujuran dan penjelasan. "Apa aku bukan anak perempuan yang lahir dari rahim mami?"
Diana hanya sanggup terdiam sambil menitikkan air mata. Ia ragu mengangguk karena menjawab iya jelas Diana tak akan mampu ucap. Sedang Soetopo menguatkan sang istri dengan memegang erat bahunya agar tak merosot. "Va, kita bisa bicarakan ini dengan baik-baik. Papi akan jelaskan semuanya tapi tidak sekarang."
"Lalu siapa ibuku?"
"Va, mami mohon kamu tenang. Istirahat dulu di kamar. Kami janji akan jujur sama kamu." Hati Diva hancur. Mengetahui sejatinya dirinya di hari yang seharusnya hanya ada perayaan bahagia dan suka cita.
"Sudah jelas kan semuanya? Kamu bukan adikku. Aku cinta sama kamu, Diva!!" Teriak Alex karena merasa menang.
bugh....bugh...bugh...
Rion masih bersabar untuk tak mendaratkan pukulan tapi tidak dengan Alan. Ia merasa emosi karena Alex tak kunjung diam. Selalu meneriakkan kata cinta untuk Diva, istrinya!
" Dengerin gue Lex, lo gila!! Diva itu bagaimana pun juga adik lo. Entah kandung atau bukan. Dan dia itu istri gue. Lo gak bisa sembarangan ngomong cinta dia. Karena kami sudah menikah."
Alex memaksakan senyumnya padahal sudut bibirnys robek serta mengeluarkan darah. "Orang nikah masih bisa cerai." Alan hampir menerjang lagi tapi dengan sigap Marcel memeganginya.
"Lepasin gue!!"
Rion tak berniat membantu Alex. Kalau diijinkan ia malah akan dengan senang hati menghabisi Alex namun pikiran warasnya tetap berada di tempat. Di tengah kekacauan ini tentu Diva lebih terluka. Tubuh wanita hamil tujuh bulan itu sudah dipapah Salsa untuk masuk ke dalam rumah.
"Diva, lebih butuh lo kak. Alex mabuk, jangan lo tanggapin dia. Kalau ada apa-apa sama Alex, dia bisa nuntut lo. Lo bisa di penjara dan Diva jelas akan leluasa ia dekati," ucapan Marcel masuk akal. Alex hanya memancing emosinya. Orang yang dulu ia anggap sahabat ini pastilah sangat licik dan sudah menghitung semua kemungkinan yang ada. Alan harus tetap waras agar bisa melindungi kelurganya.
Setelah ini tunggu saja apa yang Alan dapat lakukan. Terakhir kali Alex bisa menginjak rumahnya lagi. Besok-besok ia pastikan kalau orang yang menurut kartu keluarga adalah kakak Diva itu tak akan ia perbolehkan menyentuh atau sekedar mendekati istrinya.
***********************************
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top