14. Bari
Pukul enam pagi, Rumi terbangun dan tidak menemukan Angkasa di sampingnya. Kepalanya menoleh ke kamar mandi dan pintu kamar mandi terbuka. Tidak mungkin suaminya ada di dalam sana jika pintu dalam keadaan terbuka.
Rumi menggeser dengan malas badannya untuk segera turun dari ranjang. Sejak semalam darah kotornya sudah tidak ada dan ia memutuskan untuk mandi hadas besar pagi ini.
Rumi berjalan ke arah lemari untuk melihat pakaian apa yang bisa ia kenakan, tetapi tidak ada satu pun yang bisa ia pakai untuk turun sarapan bersama suaminya. Rumi akhirnya mengambil baju kaus besar dan juga celana boxer suaminya untuk dibawa ke dalam kamar mandi.
Tubuhnya terasa segar dan bertenaga saat air dingin mengguyur rambut hingga kakinya. Rumi membungkus kepalanya dengan handuk bersih, lalu ia berjalan keluar dari kamar mandi.
"Selamat pagi," sapa Angkasa sambil tersenyum. Rumi menelan ludahnya saat menyadari tubuh gagah suaminya dengan baju olah raga yang pada di badan, sehingga memperlihatkan perutnya yang rata. Jauh berbeda dengan perut Bari yang sedikit membuncit.
Keringat yang membasahi wajah dan bajunya membuat lelaki dewasa itu sangat seksi. Lagi-lagi Rumi tidak bisa berkedip saat baru menyadari bahwa bibir suaminya sangat merah dan pagi ini, sesuai perjanjian mereka akan kembali berciuman.
"Rumi, kenapa bengong? Sini!" Angkasa menggerakkan tangan meminta istrinya untuk duduk di dekatnya. Rumi berjalan dengan canggung sambil membawa pakaian Angkasa yang tadinya hendak ia pakai di dalam kamar mandi, tetapi tidak jadi.
"A-ada apa, Bang?" tanya Rumi canggung. Angkasa tersenyum, lalu melepas handuk di kepala Rumi dan penuh dengan perhatian Angkasa membantu Rumi mengeringkan rambutnya yang basah. Rumi diam saja tidak bisa berkomentar. Semua yang dilakukan Angkasa nampak tulus, bukan sengaja dibuat-buat.
"Waktu almarhumah istri saya masih ada, saya yang selalu mengeringkan rambutnya jika saya belum berangkat ke kantor. Saya suka sekali dengan harum sampo wanita," papar Angkasa, sambil mencium kepala Rumi.
"Harum sekali dan segar," katanya lagi masih terus menciumi rambut istrinya.
"Oh, begitu. Yah, saya juga tidak keberatan Abang mengeringkan rambut saya. Apalagi kalau tidak perlu mencium saya. Pasti saya ikhlas," kata Rumi menyindir Angkasa. Pria dewasa itu tergelak hingga matanya tinggal segaris.
Angkasa yang tadinya berdiri di samping Rumi, kini sudah berada di depannya, lalu berjongkok agar tubuhnya sejajar dengan istrinya yang kini tengah duduk di tempat tidur.
"Tapi saya yang tidak ikhlas jika melewatkan ciuman selamat pagi."
Cup
Bukan ciuman pipi, melainkan ciuman bibir yang diberikan Angkasa pada istrinya. Tak banyak yang bisa dilakukan oleh Rumi karena perjanjian itu, ia harus berlaku layaknya seorang istri pada suaminya. Agar tidak kehabisan napas, Rumi membuka sedikit mulutnya. Tentu saja hal itu membuat Angkasa tersenyum dan semakin gemas melakukan ritual paginya.
Setelah keduanya terengah-engah hampir kehabisan napas, barulah Angkasa mengurai jarak diantara mereka, lalu menyentuh bibir Rumi yang nampak merah karena perbuatannya. Keduanya masih saling pandang dengan berjuta kalimat yang tersimpan di hati masing-masing.
"Bang, saya kedinginan, mau berpakaian. Oh iya, nanti kita pergi berbelanja ya? Saya mau beli pakaian yang benar. Bukan baju seksi semua." Angkasa tertawa kecil melihat ekspresi Rumi yang memberengut kesal.
"Baiklah, Tuan Putri. Hari ini kita akan shopping sepuasnya." Angkasa tersenyum, lalu menunjuk pipinya dengan jari telunjuk.
"Apa?" tanya Rumi tak paham.
"Cium dulu!" pinta Angkasa sambil memejamkan mata.
Cup
Rumi mencium cepat pipi suaminya dengan wajah merona. Sungguh pagi yang sangat tidak sehat untuk jantung dan juga hatinya. Semoga ia tidak sampai jatuh cinta dengan Angkasa karena begitu manisnya perlakuan Angkasa pada wanita.
****
Bari masih terus mencari keberadaan Rumi dan Papanya yang sedang berbulan madu. Foto-foto mesra dan sangat romantis yang dikirimkan papanya dalam group WA keluarga, sama sekali tidak memperlihatkan nama hotel tempat mereka menginap dan seakan mempunyai satu suara yang sama, tidak ada anggota group yang menyebutkan di mana lokasi Angkasa dan Rumi.
Bali? Mungkin saja Bali. Pulau Dewata itu memang biasa digunakan untuk pasangan pengantin yang ingin berbulan madu. Bari pun memutuskan untuk memesan tiket ke Bali. Ia akan mencari semua hotel di sana yang tamunya adalah Papanya dan juga Rumi.
"Loh, Bang Bari mau ke mana?" tanya Nia saat melihat abangnya sudah berpakaian rapi sambil membawa ransel cukup besar.
"Mau pergi sebentar, Nia. Kamu kalau takut berdua bibik aja di rumah, pergi ke rumah Oma gih," kata Bari pada Nia, tetapi gadis itu menggeleng tidak mau.
"Nia harus balik ke Yogya, Bang. Lusa sudah harus masuk. Nia hanya ijin empat hari soalnya," jawab Nia sambil menyiapkan nasi goreng ke dalam mulutnya.
"Ya udah kalau gitu, hati-hati." Bari mengeluarkan dompetnya, lalu memberikan lima lembar uang lima uang merah di atas meja.
"Buat beli rujak di kampus. Jaga diri ya!" Bari mengecup tipis pipi Nia sambil mengusap rambut adik bungsunya.
"Yey ... Makasih, Abang!" pekik Nia senang. Bari pun keluar dari rumah karena taksi yang dipesannya sudah berada di depan pagar. Nia yang penasaran, menyusul Bai sampai di depan pagar, tetapi taksinya sudah berangkat. Nia mengirimkan pesan pada papanya dan mengatakan bahwa Bari sepertinya akan pergi jauh karena membawa ransel.
Angkasa membaca pesan dari Nia dengan wajah datar. Apakah Bari akhirnya tahu tempat ia berbulan madu? Dan akan menyusul mereka?
"Jika Bari benar menyusul kemari, maka semua perjanjian batal dan Rumi tidak pernah akan aku lepaskan," gumam Angkasa dalam hati.
Wanita di depannya masih sibuk memilih baju di sebuah toko baju khas oleh-oleh Bali. Topi, kacamata, tas selempang kecil, kain Bali, dan masih banyak lagi barang yang dibeli oleh Rumi bagaikan orang kalap. Sudah tiga keranjang yang mengantre di kasir, tetapi wanita itu belum mau berhenti.
"Bang, apa boleh semuanya saya beli?" tanya Rumi malu-malu. Angkasa kembali memiringkan wajahnya, lalu menunjuk pipinya lagi dengan jari telunjuk. Rumi menggeleng dengan wajah merona. Masa suaminya tega minta cium di dalam toko yang sedang ramai seperti ini? Tentu saja ia keberatan.
"Ya sudah kalau gak mau, berarti yang ini!" Angkasa memajukan ujung bibirnya. Langsung saja Rumi mengecup pipi Angkasa dengan cepat. Lalu dengan senang mengantre depan kasir.
Puas berbelanja, Angkasa menyewa sebuah mobil untuk membawa istrinya berjalan-jalan di sekitar Lombok. Keduanya mencoba aneka wisata kuliner terbaik di daerah itu, sesuai dengan info yang mereka dapat dari media sosial. Benar-benar liburan impian Rumi selama ini. Apalagi Angkasa cukup sabar menghadapi Rumi yang memang termasuk cewek manja. Senyum Rumi tidak lekang, walau lelah seharian berjalan-jalan bersama suaminya.
Langit malam di depan kamar hotel begitu indah. Rumi dan Angkasa memutuskan duduk di balkon sambil menikmati teh ditemani bintang-bintang yang bersinar sangat indah. Rumi memakai baju daster yang ia beli di toko tadi pagi, sedangkan Angkasa sudah memakai piyamanya.
"Apa kamu senang?" tanya Angkasa sambil menoleh pada Rumi. Wajah istrinya begitu sedap dipandang, apalagi di bawah sinar bulan seperti ini.
"Senang, Bang. Seru. Pokoknya saya senang," jawab Rumi dengan antusias.
"Terima kasih ya," katanya lagi sambil mengusap pundak suaminya. Angkasa menggeser cangkir teh, lalu ia menggeser duduknya untuk lebih dekat pada Rumi. Pria dewasa itu merangkul pundak Rumi dengan erat, sambil sesekali mencium aroma rambut istrinya.
Rumi merasa ada yang tidak beres dengan Angkasa dan ia sangat takut jika Angkasa meminta haknya malam ini. Walau ia sudah siap dengan pil KB, tetapi tetap saja rasanya pasti sangat aneh jika berhubungan dengan lelaki yang seharusnya jadi mertuanya.
"Saya juga bahagia. Yah, walau hanya untuk tiga bulan. Saya akan tetap membuat kamu bahagia," kata Angkasa sambil melihat bintang. Rumi menoleh dan memperhatikan wajah suaminya dari samping. Tidak ada suara apapun, hanya alunan embusan napas yang terdengar dari keduanya. Angkasa masih tidak sadar ia diperhatikan oleh istrinya. Namun sedetik kemudian ia menoleh dan keduanya kini saling pandang.
Angkasa memajukan tubuhnya untuk mendekat pada Rumi dan wanita itu pun membiarkan saat Angkasa kembali mencium bibirnya dengan sangat lembut.
****
["Jadi, apa kamu sudah memeriksakan kandungan itu? Apa dia baik-baik saja?"]
["Iya, dia baik-baik saja. Kapan kamu mengunjungiku? Sejak kita menikah siri, kamu semakin jauh dariku."]
["Jika aku ada waktu. Jangan terlalu berharap atas pernikahan aneh seperti ini, karena setelah anak itu lahir, maka kamu pun akan aku talak."]
Tut! Tut!
Bari memutuskan sambungan telepon dengan wanita itu. Wanita yang membuat semuanya menjadi kacau.
****
Wadaw ... kejutan apa inih?? Siapa wanita yang ditelepon Bari? Yakin kalian gak penasaran? Yuk, langsung mampir ke ebook-nya di google play store ya.
Order versi cetak juga bisa banget ya, Say. Langsung WA saja 088223846747
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top