13. Honeymoon Part 2
"Awas kamu, Rumi! Lihat saja pembalasan saya nanti!"
Brugh!
Lana menabrak tubuh Rumi, saat akan pergi ke kamar mandi. Rumi terhuyung dan hampir saja terbentur dinding penyekat antara kabin dan kamar mandi. Untunglah Angkasa menahan tubuh Rumi sehingga istrinya tidak harus terbentur.
"Kamu gak papa? Ayo, kita duduk lagi." Angkasa memperhatikan wajah Rumi yang masih memberengut kesal. Ia menuntun wanita itu untuk duduk kembali di kursinya, lalu memasangkan kembali sitbelt.
"Rumi, kamu gak papa'kan? Itu tadi ... terima kasih," ujar Angkasa dengan hati yang berbunga-bunga.
"Karena saya sudah menampar Tante Lana. Berarti nanti malam saya tidak perlu tidur memeluk Bang Angkasa ya?" tawar Rumi dengan menyeringai tipis. Angkasa tergelak sambil menggelengkan kepalanya.
"Untuk hal itu, tidak ada negosiasi. Tetap seperti kesepakatan awal. Lagi, di Lombok itu dingin. Kalau gak pelukan nanti masuk angin loh."
"Huu! Modus!" Rumi memutar bola mata malasnya, lalu membuang pandangan ke arah awan yang nampak beriak tenang di angkasa.
Angkasa mengulum senyum, lalu kembali meraih tangan istrinya. Menggenggamnya dengan erat, sambil sesekali mencium tangan itu.
"Tangan ini hanya menjadi milik saya selama tiga bulan. Setelahnya akan saya kembalikan lagi dengan tangan yang semestinya. Bukan begitu?" gumam Angkasa pelan sambil menutup mata. Rumi tidak menyahut. Ia merasa bagaikan orang paling berdosa kita mendengar ucapan suaminya.
Tiga bulan baginya pasti serasa setahun, pasti akan sangat lama menanti kembali bersama dengan Bari. Namun ia juga tidak boleh mengabaikan Angkasa, karena pada dasarnya lelaki di sampingnya ini adalah lelaki baik dan sangat romantis.
Dua jam kemudian, mereka tiba di Lombok. Tepatnya di The Oberoi Beach Resort. Hotel yang berada di Pantai Mendana ini termasuk kategori hotel bintang lima yang memiliki konsep pedesaan dengan sentuhan modern yang begitu tenang dan damai.
Penginapan yang dihiasi dengan dekorasi batu alam, kayu jati hingga terdapat tanaman hijau yang rimbun, membuat kesan asri dan sejuk pada hotel ini. Hotel ini juga memberikan pemandangan pantai yang sangat dekat dan juga indah. Birunya air laut, nampak begitu segar di depan mata ketika kita membuka tirai jendela.
Kamar suite paling romantis yang pernah dimasuki oleh Rumi. Senyumnya tidak pernah lekang, sejak turun dari pesawat, sampai kini mereka masuk ke kamar hotel. Rumi bahkan mengabaikan suaminya yang tengah berbaring di ranjang tebal dengan taburan kelopak mawar.
Wanita itu lebih memilih memandang pantai lepas berair jernih yang tidak jauh dari kamarnya. Benar-benar honeymoon seperti yang selama ini ada dalam doanya. Yah, walau pun dengan pria yang berbeda.
"Bagaimana, apa kamu suka?" tanya Angkasa yang sudah duduk di pinggir ranjang.
"Ini bagus sekali, Bang. Pasti sangat mahal. Rasanya ingin segera berenang. Boleh ya?" rengek Rumi pada suaminya.
"Boleh, tetapi jangan pakai pakaian berenang. Gak boleh. Cukup berpakaian seksi di kamar saja bersama saya," jawab Angkasa sambil menyembunyikan rona merah di pipinya.
"Iya udah. Nanti berenang saya pakai mukena aja," timpal Rumi sebal.
"Emang sudah salat? Berarti sudah bisa dong malam pertama?" goda Angkasa.
"Tidak ada dalam perjanjian'kan? Udah ah, saya mau mandi dulu!" Rumi berjalan menuju koper, lalu membukanya dengan cepat. Matanya melotot lebar saat mendapati tidak ada satu pun pakaian yang layak dan bisa ia kenakan untuk bersantai di depan pantai. Ke mana semua pakaiannya?
"Kenapa?" tanya Angkasa sembari menghampiri istrinya.
"Bang, siapa yang packing pakaian kita?"
"Kakak kamu dan Bibik."
"Ini bukan baju saya. Masa bajunya kekurangan bahan semua. Bagaimana saya bisa keluar makan dan main air di pantai? Ish, Mbak Tiara sok tahu nih! Gimana dong, masa saya gak ada baju?"
"He he he ... Pakai kemeja saya saja. Bagaimana?" Tanpa menunggu jawaban dari Rumi, Angkasa langsung saja mengeluarkan kemeja super besar miliknya dari dalam koper, lalu ia berikan pada Rumi. Karena tidak punya pilihan lain, Rumi terpaksa menerima, lalu membawanya masuk ke dalam kamar mandi.
Lima menit kemudian, Rumi keluar dengan memakai kemeja biru laut besar milik Angkasa. Hampir seluruh tubuhnya tenggelam oleh baju suaminya. Angkasa yang melihat penampilan Rumi tentu saja tertawa dengan lebar.
"Ya ampun, kemejaku malah nampak seperti gamis saat kamu pakai," kata Angkasa masih dengan gelak tawanya. Rumi cemberut, tapi sedetik kemudian ia terpesona dengan suaminya. Tawa itu begitu lepas dan tanpa beban. Selama berpacaran dengan Bari, belum pernah ia melihat tawa Angkasa lebar sekali seperti ini.
Ada sesuatu yang menghangat di hatinya. Bukanlah jatuh cinta, tetapi lebih karena iba dan terharu dengan Angkasa. Rumi berkata dalam hatinya, ia akan sungguh-sungguh bersikap sama seperti istri-istri yang lain.
"Gak papa, daripada pakai baju kekurangan bahan. Ayo kita jalan-jalan, Bang!" ajak Rumi sambil menarik tangan suaminya. Angkasa mengikuti kemana langkah Rumi membawanya.
"Kita foto yuk! Beri kabar sama Emak dan Daddy, kalau kita sudah sampai," ajak Angkasa dengan semangat. Mereka pun melakukan Selfi dengan pemandangan pantai di belakang mereka. Mereka juga minta difoto kan oleh salah satu petugas hotel, tepat di depan pintu masuk. Rumi memeluk pinggang Angkasa dari samping, lalu tersenyum dengan begitu lebar ke arah pelayan yang akan memotret mereka.
"Aduh, pelan peluknya, Sayang. Jangan kencang-kencang. Nanti suamimu ini terkena serangan jantung," bisik Angkasa dengan begitu manisnya. Rumi tersadar dari perbuatannya, lalu dengan wajah malu-malu ia mengurai pelukan dan mengganti posenya dengan menggandeng tangan Angkasa.
Angkasa mengedipkan sebelah matanya pada pelayan, lalu dengan cepat pria dewasa itu melayangkan satu kecupan di pipi Rumi.
Ceklek!
Foto tergemas itu lalu dijadikan profile kontak WA dan juga wallpaper ponselnya. Mereka melanjutkan berjalan-jalan di pinggir pantai sambil sesekali bermain air. Puas bermain air hingga hampir petang, Angkasa dan Rumi duduk di pinggir pantai sambil menyantap jagung bakar, menunggu mentari tenggelam dari balik awan.
"Bang, langsung makan sekarang saja, biar nanti gak keluar lagi," kata Rumi pada Angkasa saat mereka tengah berjalan masuk ke dalam restoran.
"Memangnya mau apa di kamar? Kenapa gak perlu keluar lagi?" pertanyaan yang sangat ambigu bagi Rumi, sekaligus mengundang rona merah di wajah keduanya.
"Ya mau tidur, masa mau karate," jawab Rumi sambil cemberut. Angkasa tertawa pendek dengan keadaan hati yang membuncah bahagia. Benarkah ia bahagia? Iya, dia bahagia dengan apa yang dilaluinya bersama Rumi hari ini.
Kini keduanya sudah berada di dalam kamar. Angkasa sudah mandi dan mengganti pakaiannya dengan piyama tidur, sedangkan Rumi dengan sangat terpaksa memakai gaun tidur minim bahan. Berwarna ungu meriah.
Angkasa merasa kesehatan jantung dan paru-parunya sangat tidak baik saat ini. Sesak dan begitu tidak nyaman. Rumi berjalan dengan menunduk ke arah tempat tidur. Ia menyilangkan tangannya di dada untuk menutupi sebagian atas tubuhnya yang terekspos.
Dia normal, tetapi dia tidak mungkin melakukannya pada Rumi. Ia tidak mau memaksa untuk urusan satu ini. Namun ia juga harus siap tersiksa setiap detiknya.
"Bang, kenapa? Sakit? Kok keringetan?" tanya Rumi keheranan melihat suaminya yang mendadak pucat.
Bukan sakit, Sayang, tapi pengen. 🤣🤣🤣
Ehm ... apakah ada adegan malam pertama yang sesungguhnya. Yuk, langsung meluncur ke ebooknya di google play store ya, Kakak atau bisa juga order versi cetak yang sedang open PO ya, Kak. Only 86.000 saja dapat gift lap tangan cantik. Order bundling dengan novel "Bukan Sembarang Mantan" harganya lebih murah jadi 156.000 dapat kaos Nevada.
Langsung WA ya 088223846747
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top