3. Sama Agas, Coklat Beruang
Besok di sekolah. Jam istirahat Lisa mawar nanya mau kasi kak agas kapn. Bian bilang pas pulsek gitu. Eh si kantin dateng jamet ngerusuh nagih coklat Bian. tp Bian gamau bgusir dia. pulsek, Bian mau ke ruang osis ketemu agas Dia ngasi agas. agas cm bilang makasih ya bian km baik bgt trus gt aja tp bian kesemsem. lalu dia pulang deh. Pas pulang buka tas kaget ada satu kotak isinya 3 coklat bentuk kucing. Dia wonder siapa yang ngasi. Awalnya dia kira Agas yg ngasi soalnya kata temen sekelasjya si Agas sempet ke kelas Bian tp gatau ngapain. Pas jam istrieahay.
Bian memutuskan mengajak Lisa dan Mawar untuk ke sebuah toserba. Tidak bisa dibilang mal sih, hanya toserba besar biasa. Ia datang untuk membeli cokelat yang akan diberikan pada Kak Agas. Namun, sayang sekali dua babi itu tidak mengkehendaki keinginan Bian. Dengan alasan,
"Gue ngantuk, dah."
"Gue mau nemenin Lisa ngantuk, Bi."
Dalam hatinya, Bian mengutuk "Bangke emang dua babi ini." lalu berjalan kaki ke toserba terdekat.
Wah, seharusnya Kak Agas akan menghargai cokelat pemberian Bian nanti. Lihat saja, Bian bahkan harus melawan terik dan polusi demi sampai ke toserba. Karena bekalnya tidak cukup untuk membayar dua ojek online. Toserba itu pun tidak terlalu jauh sebetulnya, hanya memang perlu usaha untuk sampai kesana.
Bian tertegun melihat trotoar yang ia lintasi ini. Setiap pojok dihinggapi oleh pedagang-pedagang buket. Ada yang menjual buket bunga asli, ada pula yang menjual buket bunga kertas. Selain itu, mereka juga menjual balon-balon berbentuk hati merah. Bian jadi kepikiran, apa perlu ia membeli balon ini? Ah, atau ditambah bunga juga? Mawar putih atau merah, ya? Karena Bian merasa cintanya murni dan tulus, mungkin bisa beli yang putih. Astaga! Ternyata ada yang menjual kertas ucapan juga! Ini cocok sekali karena Bian pasti akan kikuk kalau bicara pada Kak Agas. Fix, Bian akan beli semuanya!
Ia pun mengorek isi tasnya dan mengeluarkan dompet. Lalu, hatinya harus hancur berantakan seiring angan-angannya menguap. Uangnya tidak cukup! Beginikah cara Bunda nya menyanbut anaknya yang kasmaran?
Mengalah dengan keadaan, Bian pun meneruskan jalannya ke sebuah Toserba. Mungkin namanya tidak asing di telinga orang banyak. Orang daerah sini banyak yang berbelanja disini. Nama Toserba itu adalah Indomerit Plus. Ada dimana-mana. Bahkan di dekat rumah Bian pun ada.
Ah, Bian jadi terpikir. "Kenapa aku ngga beli deket rumah aja, ya? Ah! Bahlul!"
Ia merutuki kedunguannya. Walau begitu, ia tetap masuk dan mencari barang buruannya. Bisa-bisanya baru terpikir untuk ke Indomerit dekat rumah saja. Sayang sekali dia sudah berdiri di depan pintu masuk Indomerit. Untung tidak ada orang yang menyenggol bahunya sambil berkata, "Minggir bocah."
"Minggir bokem!"
Bian terhuyung ke kiri. Ada orang gila yang menyenggol bahunya. Ia menatap punggung pria besar itu sambil mengutuk dalam hati. "Kontol, pepek, jembut, berak!"
Ia pun masuk ke dalam toko itu dan segera ke lantai 2 untuk mencari cokelat yang ia incar, cokelat Dogburry. Bian nampak bingung memilah varian apa yang harus ia beli.
"Eh. Kak Agas suka ngga ya cokelat kacang? atau dia sukanya yang gapake kacang?"
Bian membuka satu per satu varian cokelat itu, "Bjir. Ada cokelat rasa cabe!"
Agh! Bian ingin sekali mencobanya tapi yang benar saja! Ia nanti bisa disangka pencuri kalau begitu! Uangnya hanya cukup buat membeli 1 bungkus.
Cukup lama bocah itu berpikir, akhirnya ia mengambil dua batang cokelat tanpa kacang berukuran besar. Sekarang tinggal mencari cetakan berbentuk beruang.
Ia membayangkan bagaimana sempurnanya cokelat ini kalau dibentuk seperti beruang. Sangat lucu! Ketika hendak berbalik, ia kembali menabrak sesuatu.
"Aduh!"
Seseorang lebih tepatnya.
"Ganggu terus, bocah!" Ucap bapak-bapak itu.
Bian hanya terdiam sambil menunduk. Bapak-bapak itu nampak menyeramkan. Ia mengenakan masker dan kacamata hitam, juga mengenakan hoodie hitam bergambar Hello Panda di belakangnya. Cukup aneh menurut Bian. Selera orang itu sangat tidak sesuai. Namun, ia memilih untuk tidak peduli dan minggat saja.
Sudah berkali-kali Bian mengelilingi toko ini. Tak kunjung ia menemukan cetakan berbentuk beruang. Mungkin tidak asing di kebanyakan orang. Bentuknya seperti permen kenyal yang sering dibeli anak-anak kecil. Bahkan katanya, mereka paling suka beruang berwarna biru. Lupakan itu.
Setiap lorong ia periksa tapi tidak kunjung menemukannya. Anak sekecil Bian berkelahi dengan rak toko. Namun pada akhirnya, seorang petugas lewat. "Mas!"
Petugas tersebut pun menoleh, "Iya, dek?"
"Ada cetakan yang bentuknya Teddy Bear?"
Mas-mas itupun mengangguk dan berjalan menjauh. Bian mengikutinya hingga ke rak belakang. Oalah, ternyata cetakan-cetakan itu disembunyikan disini. Bikin pusing saja!
Bian pun memilah-milah. Cetakan mana yang sekiranya cocok buat coklat homemade-nya ini. Matanya kemudian terkunci pada satu cetakan berwarna putih. Bentuknya tidak terlalu besar. Mungkin bisa dibilang, ini adalah ukuran medium dari semua varian cetakan beruang.
Ketika masih memandangi cetakan beruang itu, seketika apa yang ia lihat jadi menggelap. Seolah ada yang menutupi lampu. Tapi bukan bayangan dirinya. Bian menoleh ke belakang. "Eh—"
"Minggir." Ucap bapak-bapak itu.
Bapak-bapak ini lagi!
Sejak dari awal masuk toko, memilih cokelat, hingga di rak cetakan. Bapak-bapak sialan ini selalu menganggu. Ini mengingatkan Bian dengan teror mbak-mbak berbaju ungu dan bercelana cokelat muda. Membuat ia kerap kali berbohong. Padahal kan, Bian bukan tipe yang suka bohong!
Dengan kaku, Bian menepi. Ia menatap tajam bapak-bapak itu. Tangan besarnya memilih-milih cetakan yang berbentuk kucing. Cih, pasti pacar si bapak ini suka kucing, begitulah pikir Bian.
Tanpa ingin terlalu lama mempedulikan bapak itu, Bian pun melengos ke kasir untuk membayar semua buruannya ini. Tidak mungkin dong ia membawanya kabur dan mendapat pekerjaan baru sebagai pencuri part-time?
***
Bian's POV
"Bunda!"
"Bunda!" Gue teriak lagi. Sepatu gue letakin di sembarang tempat karena misi gue sekarang adalah mencari bunda.
Biasanya jam segini bunda pasti di dapur lagi masak. Waktu yang pas sebenernya buat ngerecokin beliau dengan permintaan khusus gue kali ini.
Bunda menjawab dari dapur. "Nomor yang anda tuju, tidak menjawab. silakan meng–"
"Bunda, ih!"
Bidadari blasteran iblis yang udah ngelahirin gue ini hanya mendelik tajam. Duh, maaf ya Bunda! Dedek harus ngerepotin Bunda lagi kali ini.
"Aku salah apa Tuhan tiap hari ada aja cobaannya." ujar Bunda.
"Ih, Bunda! Ayo bantuian Bian bikin cokelat!"
Aktivitas memotong bawang Bunda seketika terhenti. Kemudian beliau menatap gue dengan tatapan penuh selidik. "Pasti kamu lagi demen cowok baru!"
Ah sial, emang gue anaknya terlalu gampang ditebak.
"Siapa orangnya? Coba Bunda liat!"
Gue pun mengambil ponsel dan mencari foto Kak Agas yang paling sempurna buat dipamerin ke Bunda. Agak sulit sih karena entah kenapa kalau di foto, kak Agas itu jelek ...
Maksud gue, bukan merendahkan proporsi wajah seseorang atau postur atau sebagainya yah! Cuma ... kaya si Kak Agas itu kalau difoto selalu di sudut yang jelek! Aslinya Kak Agas itu ganteng, lebih ganteng dari Kai EXO! Apalagi kulit sawo matangnya menggoda buat di–jilat.
Akhirnya Gue ketemu foto ketika Kak Agas menjadi pemimpin upacara yang dia keliatan gagah, keren, walau ireng pol.
"Nih!"
Bunda menjawab, "Ini yang kamu deketin? Ireng pol!"
Astaga, Bunda ternyata menyebut kata yang sama.
"Kamu yakin sama orang ini?" Gue mengangguk dengan semangat. Bunda melanjutkan pidatonya. "Bunda rasa orang ini enggak banget deh! Jangan sama dia!"
Gue nggak terima. Bunda memang berhak banget mengatur semua aspek kehidupan Gue mulai dari nenenin sampai pilihin sempak buat Gue. Tapi kali ini big no!
"Bunda! Aku suka sama dia!"
Bunda mengernyitkan alisny. "Kamu suka sama dia? Kenapa?"
Gue menjawab, "Karena dia keren! dia seksi! pinter dan atletis banget! Too good to be true lho Bun!"
Bunda menggeleng ringan, "Memang, ada hal yang dia lakuin buat bikin kamu seneng?"
Apa ya?
Gue jadi bingung sendiri. Gue akuin sih gue seterpesona itu dengan gerak-gerik Kak Agas yang manly abis! Lo semua pernah kan kaya Gue? Walau gue sama Kak Agas belum pernah ada interaksi yang gimana-gimana banget.
"Duh, gini ya anak kecil jatuh cinta. Kalau kata Bunda sih, mending kamu cari orang yang mau effort buat bikin kamu nyaman dan seneng. Jangan sama orang yang kamu suka tapi engga kasi feedback apa-apa. Rawan kecewa, tau!" Kata Bunda.
Ada benernya omongan Bunda ... Tapi effort gue udah sampe mau beliin coklat begini. Tapi, gimana kalau ternyata Kak Agas lah yang berniat cari orang yang effort ke dia? Which is adalah gue my self? Kenapa engga Gue aja yang effort ke dia duluan? Kata Bunda kan mending kaya gitu? Pasti Kak Agas juga berpikiran buat cari orang yang bikin dia nyaman dan happy, kaya gue ini? Iya kan?
****
Coklat berbentuk beruang pun udah siap buat gue bawa ke sekolah. Hari ini akan menjadi titip termendeg-degan di hidup gue! Ya itu ngasi cokelat beruang ini ke Kak Agas.
Gue sengaja parkirin vespa matic warna kuning telor gue ini lebih dekat dengan gerbang belakang sekolah. Gue pun masuk masih dengan tas ransel gue dan kedua tangan Gue membawa kotak bungkusan yang bakal gue kasi ke Kak Agas.
Hari ini sekolah penuh banget sama orang yang bawa bingkisan. Bahkan pagi ini udah ada yang saling tukar cokelat di depan kolam! Ah sialan, gue kan jadi iri :(
Ketika gue berbelok ke arah ruang OSIS, ngga sengaja gue menabrak sesuatu.
BRUKKK!'
Pantat gue dengan tidak anggunnya menabrak lantai paping. Gue meringis. Gue ngga ngerasain kotak bingkisan yang gue genggam daritadi. Gue ngeliat sekeliling dan betapa engga beruntungnya gue hari ini. Cokelat yang bentuknya beruang itu udah rebahan di tanah dengan keadaan kakinya teramputasi. Buru-buru gue masukin cokelat itu kembali ke wadahnya dan berdiri, menatap orang yang menabrak gue tadi.
Sialan. Si Jamet ternyata.
"E-eh, sorry, Bi! Gue ngga maksud!" Kata nya sambil menatap gue dengan iba. Keliatan dari air mukanya kalau dia juga panik dan ngerasa bersalah. Ah! Bodoamat! Hati gue lebih sakit!
"Wah, ngentot lo, Kak!" Ucap gue dengan nada yang nggak santai.
Si Jamet langsung melotot dengerin gue yang ngebentak dia tadi. "So-sorry, Bi!" Dengan tergesa-gesa, ia mengambil cokelat dan kotaknya tersebut, memasukannya dan menempelkan kaki beruang itu ke tempat asalnya.
Gue masih memandang dia dengan sinis, "Lo tuh selalu aja jadi masalah di hidup Gue! Liat nih kakinya patah!"
"Ya elah, Bi. Masih berbentuk kok ini! Lagian heboh banget perkara cokelat doang!"
Doang!? Woah! Ngga bener nih orang!
"Ini tuh gue buat sehari-semalam suntuk tau nggak! Buat gue kasihin!"
Padahal gue enggak bantuin sama sekali, cuma ngeliatin Bunda yang ngolah cokelatnya. Itupun cuma sejam enggak sampe semaleman, Hehe. Peace 🖕🏼
Gue merebut kotak suci itu dari tangan Jamet. Takut kalau dia kelamaan megang, bisa-bisa langsung jamuran. Amit-amit deh!
Gue ngelengos gitu aja tanpa peduli reaksi si Jamet.
Sekarang kondisi cokelat penuh cinta yang gue bikin—bersama Bunda ini sudah tidak utuh lagi. Kakinya putus dan cuma bisa gue taruh di tempat semestinya, seolah-olah cokelat ini ngga cacat. Gimana ya tanggapan Kak Agas kalau tau cokelat yang gue kasih, keadaannya ngga cacat begini. Apa dia bakal mikir kalau perasaan gue cacat juga? Gue jadi takut.
Gue tiba-tiba berhenti. Padahal ruang OSIS udah di depan mata. Tapi gue kelewat ragu. Apa cokelat ini emang sepatutnya gue kasih?
"Bian?"
Seketika jantung gue copot, "E-eh! Kak Agas!"
Woah! woah! takdir macam apa ini Tuhan? Di segala keraguanku, engku mempertemukan kami seperti ini. Tiba-tiba keraguan gue memudar.
"Ah! kamu bawa cokelat juga, ya? Mau kasih siapa tuh?" Suami gue bertanya.
Bodoamat! Gue bakal tetep kasih! Udah repot-repot Bunda bikinin, ya kali engga gue kasih! Kakinya puntung dikit gapapa lah ya! Kak Agas pasti mengerti!
"Ini buat Kak Agas!" Kata gue.
Kak Agas sempat terdiam kaget. Mungkin dia engga sangka bakal dikasi cokelat? Tapi ngga mungkin sih! Fans dia kan banyak!
"Buat aku?" Katanya. Sialan, suaranya Ayahable banget!
Entah kenapa, gue malah jadi gugup "I-iya, Kak! Um kalo gitu aku balik kelas dulu ya! Hari ini mapel ekonomi!"
Gue langsung menyodorkan kotak suci itu ke tangan beliau. Lalu berlari masuk ke kelas. Udah nggak peduli lagi gimana reaksinya Kak Agas saat kotak itu dia buka. Pokoknya kalau Kak Agas ngga suka, ini semua salah si jamet! Jamet Kontol!
"Mapel ekonomi? dia kan anak IPA?" Kak Agas menggeleng lalu masuk ke ruang OSIS.
to be continued.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top