2. Sama Jamet, di Kantin

Bian sebetulnya tidak ingin sekolah. Mengingat kemarin si Jamet sudah mengetahui rahasia terbesar yang sudah lelah ia sembunyikan. Bahkan, Bian sudah berak 4 kali pagi ini karena memikirkan omongan si Jamet.

Sampai sekolah, Bian berak lagi.

Lisa dan Mawar melihat tingkah aneh temannya ini pun merasa heran. Padahal kemarin Bian tidak makan yang aneh-aneh. Setahu mereka begitu, sih. Ketika Bian kembali dari kamar mandi, Lisa yang tadinya fokus mendengar penjelasan Bu Sukma pun malah mengalihkan perhatiannya pada Bian.

"Bi, muntaber, ya?"

"Anjing! Bukan, cok!" Balas Bian sambil melotot

Lisa terheran, "Lah, terus?"

"Nanti di kantin, gue ceritain! Anjing emang si Jamet itu!"

Mawar yang tadinya mencatat, seketika melotot. "Hah!? Lo habis ngapain, 'njing?"

Bian seolah paham dengan arah pikiran dua wanita kotor ini. Ia pun memukul singkat kepala mereka berdua.

"Shhh! Paan si, sakit tau!" ujar Lisa.

Mawar memegangi dahinya yang dihantam Bian tadi, "Tau, nih!"

Bu Sukma terbatuk. Ia menyadari ada tiga ekor cicak yang sedari tadi berceloteh ketika ia sedang menjelaskan. Bu Sukma berbalik dan menatap tiga orang itu hingga menyebabkan seluruh murid diam. Bahkan ada yang menahan napas, Riko namanya. Memang dia murid aneh.

"Tolong, ya. Kalau saya sedang menjelaskan. Kalian harus pasang kuping. Yang boleh ngoceh hanya saya." Lalu melanjutkan aktivitasnya.

Bian menarik napas lega. Untungnya hari ini dia tidak dimarahi yang sampai diberi hukuman begitu. Syukur kalau cuma keluar kelas. Tapi, kalau disuruh bersihkan kamar mandi cowok? Bagaimana?

Bian takut diperkosa disana.

Ketika bel istirahat berdengung kencang, Bu Sukma keluar dengan hati yang masih dendam. Bian bisa tahu karena Bu Sukma terus menerus memelototinya. Bahkan Bundanya tidak pernah memberikan ekspresi seperti itu. Bu Sukma jauh lebih seram dari bunda.

Bian bergidik ngeri, setelahnya mengajak Lisa dan Mawar ke kantin. Entah makanan apa yang hendak Bian beli kali ini. Ia sudah trauma dengan bakso. Mungkin kali ini dia beli nasi goreng saja. Setidaknya tidak berkuah.

Begitu sampai di kantin. Bian melihat Kak Agas tengah bersiap pergi meninggalkan meja. Kak Agas bersama dua temannya itu.

"Aduh, suamiku mau pergi!" Ujar Bian dengan volume kecil.

Lisa yang mendengar itu lantas menjahili Bian, "Hah!? Suamimu mau pergi kemana!?" Dengan suara lantang.

Kantin seketika sepi dan memperhatikan, setan mana yang berteriak tadi. Bian sudah tidak bisa menahan malunya. Wajahnya bahkan memerah seperti kepiting mukbang.

Kak Agas pun tak luput dari teriakan itu. Ia menoleh dan mendapati Bian tengah menatapnya dengan wajah terkejut. Kak Agas hanya tersenyum kemudian pergi begitu saja.

"Lisa anjing!" umpat Bian.

Murid-murid lain sudah fokus pada makanan dan gosip mereka masing-masing. Mawar pun menunjuk satu tempat duduk di paling ujung yang ternyata kosong, "Eh! Duduk situ tuh! Kosong!"

Ketiganya kemudian bergegas dan meletakan bokonh mereka disana. Lisa dan Mawar pun pergi untuk memesan. Sebelumnya, Mawar menitipkan dompetnya pada Bian, "Bi. Nitip, ya! Ada KTP-nya! Jangan dijadiin jaminan pinjol!"

"Enggak lah enggak! Alay lu!"

Lisa dan Mawar pun pergi meninggalkan Bian yang sedang bermain dengan gawainya. Gawai ini bukanlah yang terbaru. Tapi, cukup berkelas untuk siswa-siswa di sekolah ini.

IFawn 14 Pro Memex.

Ketika ia fokus bermain Subway Busway, tiba-tiba tangan seseorang muncul dan meletakkan piring. Bian yang merasa itu bukanlah tangan Mawar pun menoleh.

"Lo ngapain disini?" Tanya anak itu.

Orang yang ia ajak berbicara, yang tadi meletakkan piring tanpa aba-aba itu pun membalas, "Ga ada kursi kosong."

Bian tidak percaya. Si Jamet ini sangat sering menjahilinya. Ia menoleh ke kanan dan kiri memastikan bangku kosong. Memang penuh.

"Iya, juga ... Ah! Tapi gue pengen sama temen gue! Lo minggat sana, njir!" Kata Bian.

Si Jamet itu kemudian meledek Bian dengan dramatis, "Aduch! Kok kasar banget, dek!? Sakitnya hati Mas!"

"Hiii! Jijik!"

Lisa dan Mawar telah kembali dari kesibukan memesan makanan. Mereka menatap si Jamet dan tersenyum ke arah Bian. Lebih tepatnya, senyum meledek.

Bian yang tak paham mengapa kedua teman cewek kotornya ini berekspresi seperti itu pun hanya bisa menimpali dengan wajah cemberut.

Si Jamet pun tiba-tiba bangun, "Eh, sorry ... Gua kira ngga ada orangnya. Hehe. Gua cabut dulu!" Katanya.

Lisa dan Mawar hanya tersenyum sembari mengikuti arah Si Jamet pergi. Ternyata Si Jamet duduk di meja yang paling ujung sana bersama teman-temannya. Mereka malah meledek Jamet.

"Yha! Gagal! Yha!" Itu yang Bian dengar.

Lisa tiba-tiba memukul meja.

Bug!

"Apasih!?" Teriak Bian.

Lisa menyeringai licik, "Tuh, kan. Ngga salah lagi!"

"Apanya?" Tanya Mawar.

"Si Kakel yang lo katain Jamet! Ngga salah lagi!"

Bian masih memasang wajah bodohnya. Ia tidak tahu kemana arah pembicaraan dua penyihir di depannya ini. Lisa pun memutar bola matanya dengan malas.
"Dia tuh naksir elo!"

"Pft!?HAHAHAHA" Bian tertawa lepas.

Lagi-lagi seisi kantin terdiam dan semua menatap ke arahnya. Lisa dan Mawar hanya bisa memasang wajah datar. "Hahaha! Kalian tuh makanya tiap ada kajian tuh ikutin! Ini malah jajan cilok. Jadi tepung doang kan isi otak lo!?" Balas Bian.

Mawar tidak terima fitnah itu. Walau sebenarnya bukan fitnah, sih. Sungguh, Cilok Mang Wahyu membuatnya lebih tertarik daripada ikut kajian.
"Ck. Serah lo deh, banci. Oh iya, tadi lo bilang mau cerita?"

Bian pun tersadar, "Oh iya, njeng!"

Ketiganya pun secara otomatis masuk ke mode gosip. Semua mendekatkan diri mereka pada meja supaya bisikan Bian bisa di dengar.

"Gue dikatain gay anjir!" Bisik Bian.

Lisa melotot, "LAH—"

"Sstt! Bacot anjing!" balas Bian. Lisa pun menutup mulutnya.

"Ya, lo kan emang gay, cok!" Kata Lisa.

Sungguh Bian kesal dengan yang satu ini. "Masalahnya, gue dikatain sama Jamet itu! Dia tau gue naksir Kak Agas!"

"Bangke. Kalo itu mah satu sekolah juga tau, cong!" Timpal Mawar.

Bian mengangguk seolah setuju. Memang benar, Bian yang menyukai Kak Agas itu seolah rahasia umum. Semua orang tahu, tapi semua orang diam. Melihat Kak Agas yang juga kerap merespon Bian, membuat satu sekolah pun tidak terkejut jikalau kedua manusia berbatang itu pacaran.

"By the way, besok itu valentine, lho!" ujar Lisa

Mendengar itu, Bian jadi semangat. "Lah, iyaya? besok tanggal 14 Februari!"

Beda dari Bian, Mawar justru terkejut dengan hal lain. "Anjing!?"

"Kenapa, cok?" tanya Bian.

Mawar pun menjawab, "Besok gue mens."

Bian mengernyitkan dahinya seolah bertanya, 'Terus kenapa kalau mens!?'

Bian lalu mengabaikan kehebohan dramatis temannya itu. Ia lebih fokus berpikir tentang coklat apa yang harus ia beri pada Kak Agas nanti. Sebetulnya sekolah ini punya tradisi yang bisa dibilang terlaru ke barat-baratan. Mungkin lebih ke arah jepang, sih. Karena itu sesuai dengan anime yang Bian tonton. Hal yang dimaksud adalah bagaimana orang memberikan coklat yang kadang ada usaha membuat dan mencetaknya sendiri. Bian belum pernah melakukan itu.

Si pria pendek kemudian berpikir dan menyeletuk, "Aku harus beli cetakan beruang!"

Lisa dan Mawar yang membicarakan mens itu seketika menoleh. Lalu, Lisa pun bertanya, "Cetakan beruang?"

"Lo mau nangkep pengasuhnya Masha atau gimana?" Tanya Mawar.

Ah, dua temannya ini terlalu berakal pendek.

"Bukan gitu. Gue, Biantara. Mau bikin coklat khusus untuk Kak Agas. Kue berbentuk teddy bear!"

"Pft"

"Lah? Kenapa? Alay, ya?"

Mawar kemudian membalas, "Engga gitu. Hahaha. Terakhir kan Mama lo sempet nyeret lo buat bantuin dia masak tapi lo pura-pura pingsan liat kecoa."

"Lo yakin mau masak kali ini?" Lisa pun menimpali.

Bian sempet ragu. Namun ia terlalu malu untuk mengaku, jadi dia ngehalu. "Y-ya, gampang, 'kan? Tinggal lelehin coklat terus masukin ke cetakan?"

Mawar menghela napas lelah, "Walau begitu. Lo mau masak kapan? Nyalain kompor aja lo masih remidial."

Benar juga. Bian aslinya takut dengan kompor. Ini semua gara-gara Mamanya pernah prank dengan wajah hitam gosong berteriak kalau kompor meledak. Ingat sekali, saat itu Bian masih berumur 5 tahun dan harus menerima kejahilan Mamanya. Sekarang dia malah trauma.

"Nanti deh, minta Mama." katanya.

Lisa dan Mawar mengangguk. Kemudian Bian kembali bicara, "Nanti anterin gua? yuk! Deket alun-alun kan ada toserba coy!" Katanya.

Kedua temannya itu hanya mengangguk. Setelah pulang sekolah, Trio Macan ini akan membeli cetakan beruang untuk coklat spesial dari Bian untuk Agas.

to be continued

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top