BAB 2
Osha berlari sekencang-kencangnya agar bisa kembali ke Jakarta. Genteng sialan menghalangi jalannya untuk kabur. Bagaimana jika ibunya menyadari bahwa Osha telah kabur? Hampir saja ketahuan. Dia tadi tdiak berhati-hati melihat jalan hingga menginjak genteng.
Langkah Osha terhenti saat gerbang rumahnya ternyata di gembok. Berarti hanya jalan dengan memanjat pagarlah dia bisa pergi.
Terdengar suara dari dalam rumah, seperti ada orang yang bangun dan tengah berjalan. Osha berjalan mundur dan dia bersiap bersembunyi di balik kegelapan. Sayangnya dia menginjak kucing. Kucing itu otomatis bersuara kencang.
Miaaauu ….
"Sial …." Suara kebisingan dari kucing ini bisa membuat dia ketahuan. Dia akhirnya memanjat pagar agar bisa kabur.
Suara pintu yang tengah di buka terdengar dan membuat dia kaget. Jantung Osha seakan mau copot saat melihat kepala ibunya yang keluar dan menengok ke arahnya.
Osha yang sedang memanjat pagar pun terjatuh.
"Aduh …. Sakit banget." Dia segera bangun dan berlari. Osha harus sukses dan melanjutkan kuliah. Dia tidak boleh menyerah dan menuruti keinginan ibunya untuk di jodohkan.
"Osha!" teriak sang ibu. Gadis ini terus lari terbirit-birit sampai tidak mau menoleh. Yang terpenting di otaknya saat ini adalah bagaimana caranya dia bisa lari.
Tak terasa Osha sudah lama berlari tapi tidak kunjung menemukan kendaraan yang lewat. Dia berharap ada kendaraan yang mau membawanya ke kota. Siang ini dia ada kuliah.
Netra Osha terbuka lebar saat dia melihat motor roda tiga yang membawa rerumputan hendak lewat dan mendekat ke arahnya. Osha melambaikan tangan agar pengemudi melihatnya dan berhenti.
Dia mengangguk sopan pada bapak pemilik motor yang menggunakan bertopi biru. Bapak itu mau memberhentikan motornya di depan Osha.
"Boleh saya ikut dan menumpang sampai ke jalan besar, Pak?" Osha berbicara sangat sopan agar pengemudi yang membawa rumput itu mau mengantarnya.
"Bole, Neng. Tapi gak apa-apa duduk di belakang sama rumput dan pupuk?" tawarnya karena tidak ada tempat duduk lain untuk gadis ini selain di belakang bersama rumput dan pupuk tanaman.
"Boleh. Asal sampai di jalan besar. Saya tengah dikejar waktu dan harus ada di kota siang ini, Pak!" Osha memohon agar di antar ke tempat tujuan.
"Ayo kita gaspol, Neng!" ajak pria yang memakai sepatu boots itu. Dia berbaik hati mau membantu Osha.
Osha naik dan duduk berbarengan dengan rumput yang akan menjadi pakan sapi dan juga pupuk padi. Memang duduk disini membuat kulit gatal dan kotor. Apa daya, hanya ada kendaraan ini untuk ia sampai ke jalanan besar sebagai akses ke kota dan dia akan mudah mencari mobil elf untuk pergi ke terminal.
Setelah lima belas menit melewati jalanan yang rusak dan sepi. Osha sampai di jalan besar yang sering di lewati mobil-mobil besar pembawa batu dan hasil perkebunan. Dia akan memberhentikan kendaraan lagi agar lebih cepat sampai di kota.
"Terima kasih, Pak." ujar Osha sangat sopan. Berkat bantuan bapak itu tadi, Osha dapat menghemat energi.
"Iya, Neng. Hati-hati di jalan, ya! Bapak pamit!" Bapak ini pun pergi melanjutkan perjalanannya.
Setelah menunggu kendaraan yang lewat, ada mobil yang berhenti di hadapannya. Mobil tua berwarna hitam yang menjadi akses untuk pergi ke terminal. Ini masih pagi buta tapi kendaraan seperti ini sudah banyak yang lewat karena menjadi akses para pedagang untuk pergi ke pasar, menjual hasil perkebunan mereka.
"Ayo dong … yang kenceng jalannya. Kalo kaya siput, mana cepet nyampe Jakartanya. Kuliah sudah menanti." gumamnya yang tidak sabar karena mobil sangat lambat. Mungkin karena masih mencari penumpang, jadi supir tidak mempercepat laju kendaraan.
Mobil yang ia tumpangi masih sepi. Otomatis tidak akan berjalan lebih ngebut. Osha khawatir nanti dia telat kuliah.
Dia memilih berpindah tempat duduk menjadi dekat supir. Memohon-mohon agar laju kendaraan di naikan sehingga cepat untuk sampai.
Setelah sampai di terminal Osha langsung menaiki bus kecil yang akan mengarah ke kota. Tubuh Osha sudah lelah karena berusaha kabur tadi. Belum lagi perutnya masih kosong dan belum di isi apapun. Tangan Osha samoai tremor.
Terdengar suara cacing bergemuruh dari dalam perut Osha, meminta untuk di isi. Uangnya hanya cukup untuk ongkos sampai di Jakarta. Terpaksa dia harus menahan lapar beberapa jam lagi. Rencananya, Osha akan mengambil gaji dulu di cafe tempat ia bekerja lalu berangkat kuliah.
Satu jam berada di bus kecil. Dia harus berpindah lagi ke bus besar. Sesampainya di terminal Jakarta, Osha berjalan sempoyongan. Tiba-tiba, tasnya di jambret oleh pencopet.
Osha otomatis kaget dan segera berlari menyusul pencopet itu. Sisa uangnya hanya untuk pergi ke cafe. Ada file penting juga yang ada di dalam tas. "Tolong … tolong …." Teriaknya agar orang lain datang menolong.
Sekuat tenaga Osha berlari hingga jarak mereka beberapa meter saja. Bapak-bapak yang sedang beraktivitas di sekitar situ, mendengar teriakan Osha. Mereka membantu dan menghalangi jalan. Mencoba bersama-sama menangkap pencopet.
Si pencopet ini lihai bukan main. Gerakannya gesit, menghindar kesana kemari. Belum tahu saja dia. Isi dompetnya tipis, malah kebanyakan angin. Berjuang kabur demi uang yang tidak jelas isinya banyak atau sedikit.
Osha hampir jatuh ke selokan saat dia sedikit terpeleset. Beruntung dia gesit demi mengejar tas dan semua isinya.
Pria berpakaian serba biru itu terus berlari kencang. Mungkin bapak-bapak one pack yang kelelahan bekerja ini kesulitan mengejar pria yang six pack dan berbadan ringan.
Kelincahannya sampai bisa meloncat kesana dan kemari. Melewati pembatas jalan dan dagangan pedagang kaki lima.
Osha tidak pantang menyerah. Itu tas isi data penting. Ada harta karun, harta yang akan cair saat Osha menyelesaikannya lalu memberikan pada orang yang membayarnya untuk mengerjakan tugas itu.
"Hoiii jangan lari mulu lu!" Osha meneriaki sang pencopet.
"Wle …." Si pencopet malah menjulurkan lidahnya.
Osha pun kesal. Gadis ini meraih botol minuman kepunyaan orang yang sedang minum. Ia rebut lalu ambil ancang-ancang untuk melempar si pencopet.
"Satu, dua, tiga …." Lemoaran Osha cukup mantap. Benar-benar tepat sasaran. Si pencopet yang hendak menyeberangi jalan terkena lemparan botol aqua. Tubuhnya sempoyongan laku menabrak motor yang lewat.
Brug ….
Motor gede keluaran terbaru yang tengah lewat pun jatuh dan baret.
Pencopet langsung bangun dan lari. Tas Osha di biarkan begitu saja di jalan.
"Au …. Sialan!" Pria tampan pemilik motor yang berbaring di jalanan pun berusaha untuk bangun.
"Pencopet sialan. Malah kabur! Untung tasnya gak di bawa." Osha meraih tasnya dulu. Pandangannya tertuju pada korban pengendara motor ini.
"Anda tidak apa-apa, Tuan?" tanya Osha khawatir. Dia memeriksa bagian tubuh takutnya ada yang tergores dan terluka.
"Ini gara-gara kamu pasti. Itu pencopet kamu yang lempar botol, kan. Terus dia nabrak motor aku." Dia membuka helm lalu menunjuk Osha.
"Ma- ma- maaf!" Osha tertunduk. Dia takut di mintai ganti rugi.
"Gadis pembawa sial."
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top