Part 5

Arabella dan Ibunya terpana melihat Penthouse nya Diftan. Sangat luas dan mewah, selama ini mereka hanya bisa melihat itu di TV.

"Ini milik anda?" Tanya Bella.

"Maaf." Ujar Bella sambil menunduk saat mendapat tatapan tajam dari Diftan.

"Jangan bicara kalo bukan aku yang meminta, mengerti?"

Bella mengangguk mengerti.

"Duduklah!" Perintah Diftan.

Arabella dan ibunya pun duduk dikursi itu.

"Hari ini kalian berdua tinggal disini. Besok aku akan memberikan uang pada kalian, jadi carilah tempat tinggal yang layak untuk ditempati, setelah itu urusan kita selesai."

"Apa saya sudah boleh bicara tuan?" Tanya Bella.

"Ya."

"Terimakasih sebelumnya, Em... Saya dan Ibu saya benar-benar ingin mengucapkan terimakasih banyak karna anda sudah membantu dan menolong kami, orang yang miskin ini." Kata Bella sambil menunduk.

Diftan Berdiri dari tempat duduk. "Tidak perlu berterimakasih, aku melakukan nya karna aku punya hutang juga padamu. Kalian istirahat lah dikamar yang itu, aku harus pergi lagi."

"Terimakasih tuan, terimakasih banyak. Semoga hal yang baik selalu menyertaimu." Ucap Ibu Bella.

Diftan hanya terdiam mendengar ucapan itu, lalu dia pergi meninggalkan dua perempuan asing di penthouse nya yang mahal itu. Tidak ada satu orang pun yang pernah diajak Diftan untuk berkunjung ataupun tidur bermalam di Penthouse nya.

Diftan sendiri tidak tahu mengapa dia membawa dua wanita itu kesana, padahal sebenarnya bisa saja dia membawanya ke hotel ataupun ke apartement miliknya yang lain. Karna sesungguhnya Penthouse nya itu tempat yang sangat privasi baginya.

Arabella dan Ibu nya pun masuk kedalam kamar yang tadi ditunjuk oleh Diftan. Sekali lagi mereka terpukau melihat isi kamar itu.
Kamar nya itu luas dan besar seperti rumah kontrakan yang mereka tempati.

"Ini kamar?" Tanya Ibunya Bella.

"Sepertinya iya bu. Ini ada tempat tidurnya." Bella duduk di Spring Bed King Size. Dia menggoyangkan pantat nya di tempat tidur yang empuk itu. "Empuk bu, cobain deh." Ujar polos Bella.

"Jangan digituin Bel, kalo Per nya rusak gimana?"

"Iya ya bu, pasti mahal kan?"

Lalu Ibunya Bella duduk disamping nya. Ditatapnya wajah putrinya itu.

"Pria itu, benar-benar Bos mu?"

"Dia pemilik restoran tempat Bella kerja dulu bu, dia orang yang pernah Bella ceritain."

"Ibu bingung, bukankah kamu bilang dia jahat dan sombong? Lalu kenapa dia malah menolong kita sekarang? Kamu tidak menjual diri padanya kan?"

Bella terkejut mendengar ucapan Ibunya itu.

"Astaga ibu... Demi Tuhan, Bella itu masih takut dosa. Jadi gak mungkin Bella kayak gitu. Lagian mana mungkin pria dewasa seperti dia, suka sama anak kecil kayak Bella. Ada-ada aja ibu ini."

"Jadi menurutmu kenapa dia mau menolong kita?" Tanya ibunya bingung.

"Bella gak tau bu." Kata Bella bohong.

Bella sengaja tidak memberitahu ibunya kalo dia pernah tertembak karna menolong Diftan. Dia tidak mau ibunya khawatir waktu itu.

"Menurut ibu dia adalah pria yang baik. Sikap jahat dan sombong nya itu hanya sebuah topeng untuk menutupi kelemahan nya saja."

"Mengapa dia memakai topeng?"

"Mungkin saja dia pernah terluka di masa lalunya, jadi dia memakai topeng untuk menutupi itu semua. Jadi kamu jangan pernah menilai seseorang hanya dari luarnya saja."

"Iya bu, Bella ngerti. Oh iya kita lupa ganti baju bu, ampe kering ini baju kena AC dari tadi. Nih Ibu dulu yg ganti baju," Ucap Bella sambil memberikan baju ganti. Syukurlah sebelum pergi dari kampung itu, mereka minta izin pada Diftan untuk mengambil baju dari rumah terlebih dahulu. Jadi mereka bisa mengganti baju sekarang.

****

Diftan menoleh ke pintu yang diketuk oleh sang sekertaris.

"Maaf pak Diftan, ada tamu yang..." Ucapan sekertaris nya langsung terhenti saat ditatap tajam oleh mata biru itu. Dan perempuan itu pun mengerti arti tatapan itu, yang artinya bahwa dia sedang tidak ingin diganggu.

"Ba-baik tuan, saya permisi dulu." Ujar sang sekertaris sambil menunduk.

Lalu keluar dari ruangan itu dan menutup pintu dengan sangat pelan. Diftan pun kembali fokus pada layar laptop yg ada didepan nya. Tak beberapa menit, Papa nya menelpon nya. Mau tidak mau dia pun mengangkat telpon itu.

"Diftan, tadi Rachel menelpon papa. Katanya sekertarismu tidak mengizinkan nya masuk, apa kamu yg menyuruhnya?"

"Emm..." Gumam Diftan.

"Mengapa?"

"Aku lagi sibuk."

"Ayolah nak, sebentar saja temui dia." Bujuk Papa nya.

"Untuk apa?"

"Apa kamu benar-benar tidak suka dengan nya?"

"Tidak."

"Dia cantik Diftan." Ujar papa nya.

"Lalu?"

"Bisakah kamu tidak terlalu cuek dengan masalah ini? Kamu benar-benar harus menikah dan punya pasangan."

Hening tidak ada jawaban

"Halo Diftan? Apa kamu masih mendengar papa?"

"Em..."

"Cobalah nak, buka hatimu. Dia perempuan yg baik, tidak seperti ibu kandungmu itu."

"Baiklah, tapi bukan berarti Diftan mau bertunangan ataupun menikah dengan nya."

"Ya, papa pun tidak akan memaksamu. Coba untuk memulai dari pertemanan dulu. Oh iya, apa kamu semalam tidak tidur lagi?"

"Iya."

"Cobalah untuk tidur Diftan, tubuhmu butuh istirahat juga."

"Ya, nanti aku akan minta obat tidur lagi dari Om Hendra."

"Kalo bisa jangan tergantung pada obat terus Diftan. Cobalah untuk tidur sendiri, terlalu sering mengkonsumsi obat tidur itu tidak baik untukmu."

"Ya. Akan kucoba."

"Seminggu lagi Dealova akan pulang dari Jerman."

"Untuk apa dia pulang?"

"Dia itu adik perempuanmu Diftan, apa kamu tidak merindukan nya? Sudah 10 tahun kamu meninggalkan nya sendiri disana."

"Aku tidak mau bertemu dengan nya. Wajahnya mengingatkanku pada wanita itu."

"Terserah, yang jelas dia akan pulang seminggu lagi. Kata nya dia rindu padamu, hanya kamu satu-satunya keluarga kandung yang dia miliki saat ini. Jadi tunjukkan sedikit tanggung jawabmu padanya."

"Aku selalu mengirimi nya uang untuk memenuhi seluruh kebutuhan nya tiap bulan. Apa itu bukan tanggung jawab?"

"Uang saja tidak cukup Diftan, adikmu perlu mendapat kasih sayang dari seorang Kakak juga. Apa kamu kira dia memakai uang yg selalu kamu kirim? Coba kamu cek sekarang laporan tabungan yang dia pakai. Kamu bisa dapat jawaban nya nanti."

Papa nya langsung mematikan telpon itu. Diftan bingung dengan ucapan dari papa nya, lalu ditelpon nya sang sekertaris.

"Iya pak?"

"Tolong kamu suruh salah satu akuntan untuk mengecek seluruh pengeluaran dan rekening adikku Dealova yang ada di Jerman, segera print out dan berikan padaku."

"Baik pak, ada lagi?"

"Apa perempuan yg bernama Rachel masih ada disana?"

"Iya pak."

"Biarkan dia masuk."

"Baik pak."

Setelah Diftan menutup telpon nya, pintu kerja nya pun terbuka. Disana Rachel sudah berjalan kearah pria itu.

"Dasar pembohong!" Desis Rachel.

Diftan diam saja, dia hanya menatap Rachel.

"Kau menipuku, kau bilang kau itu Gay, supaya aku membatalkan pertunangan itu kan? Iya kan??"

"Aku tidak pernah mengatakan kalo aku Gay, kau sendiri yang menyimpulkan nya."

"Tapi kau mengiyakan ucapanku!"

"Itu karna aku ingin semuanya selesai. Aku tidak mau bertunangan denganmu, sebaiknya kau cari pria lain saja."

"Kenapa tidak mau? Apa kau takut jika sudah menikah denganku, aku akan mengikatmu dengan tidak boleh meniduri perempuan lain lagi? Itu yang kau takutkan?"

"Apa yang kau bicarakan?"

"Sudahlah, aku tau semuanya tentang mu. Jika kau tidak puas tidur diranjang denganku, aku tidak akan melarangmu untuk meniduri mereka. Asal kau janji tidak akan memiliki anak dari mereka."

"Kau berbicara seperti itu, seolah-olah aku mau menikahimu Rachel."

"Menikahlah denganku." Ajak Rachel.

"Kau melamar seorang Pria?"

"Aku tidak peduli! Aku hanya ingin memiliki pria sepertimu."

"Mengapa kau menyukaiku?" Tanya Diftan.

"Karena kau tampan dan sempurna dimataku. Kau satu-satu nya pria yg bisa membuatku penasaran."

Jadi karena wajah ini yang membuatnya menyukaiku.

"Apa kau suka dengan Tuhan juga?"

"Tentu saja." Jawab Rachel.

"Apa kau pernah melihat Rupa dari Tuhan?"

"Tidak ada manusia yang bisa melihat wajah dan Rupa Tuhan."

"Jika wajah yang membuatmu jatuh cinta. Lantas bagaimana, caramu mencintai Tuhan yang tidak berupa?"

Rachel terdiam dengan ucapan Diftan, dia merasa seperti disambar petir dengan ucapan itu.

"Kau tidak bisa menjawab bukan?" Tanya Diftan lagi.

"Tapi aku..."

"Kau tidak cinta padaku, itu hanya obsesimu saja. Dengar Rachel, kau itu cantik, aku mengakui itu. Tapi aku tidak bisa menyukaimu, karena aku tidak akan pernah suka ataupun jatuh cinta pada perempuan manapun."

Rachel menangis.

"Apa kau mau menikah dengan pria yang tidak mencintaimu? Aku yakin kau tidak akan tahan dengan sikap dinginku. Aku bisa pastikan, dalam seminggu kau akan menuntut cerai dariku. Aku bukan pria yg seperti dipikiranmu, aku jauh dari ekspektasimu. Aku emang sempurna, tapi itu hanya diluar saja. Itu hanya topeng untuk menutupi keburukanku Rachel."

"Bohong! Kau pasti menipuku lagi. Kau membuat alasan begitu, agar aku tidak mengejarmu lagi kan? Iya kan?" Rachel menangis sambil menutup wajahnya dengan kedua tangan nya.

"Aku mengatakan yg sebenarnya, jika kau tak percaya. Maka itu bukan urusanku."

"Harusnya disaat seperti ini, kamu harus membujuk wanita yg sedang menangis. Bukan malah memperburuk suasana hatinya." Ucap Rachel.

"Aku tidak pernah membujuk seorang wanita yang sedang menangis."

"Kau benar-benar keterlaluan Diftan!!"

Setelah mengucapkan kalimat itu, Rachel pun pergi dan menutup pintu dengan keras.

****

Bella terbangun dimalam hari karna bermimpi buruk. Dilihatnya jam didinding pukul 3 pagi, kemudian dia turun dari tempat tidur untuk minum ke dapur. Dia pun keluar dari kamar dan dilihatnya suasana redup, hanya pantry dapur yang lampunya menyala. Bella berjalan kearah pantry, lalu dia mengambil gelas dan menuangkan air putih. Setelah habis diminumnya, dia pun berbalik kebelakang namun dia terkejut saat melihat Diftan berdiri tepat dibelakang nya.

"Astaga!!" Ucapnya sambil mengelus dada nya.

"Ada apa?"

"Anda menganggetkan saya tuan."

Diftan pun mengambil gelas dan menuangkan nya air putih itu lalu meminumnya.

Bella baru menyadari kalo Diftan sedang memakai kaos putih polos yang lengan pendek, sehingga menampilkan sebagian otot bisep nya itu. Tidak terlalu kekar, namun sanggup melelehkan iman. Kulit putih nya sangat kontras dengan kaos nya itu. Dia pun memakai celana hitam pendek. Bella sangat beruntung, dia adalah perempuan pertama yang melihatnya memakai baju biasa. Karena Diftan biasa terlihat memakai Jas ataupun tuxedo.

Bella terus memandang punggung pria itu dari belakang, seperti orang yang sedang terhipnotis.

Ada apa ini? Mengapa hanya memandang punggung nya saja membuat hatiku terasa nyaman?

Diftan berbalik kebelakang, dilihatnya Bella masih berdiri disana.

"Mengapa masih berdiri disini?"

Bella pun tersadar dari lamunan nya.

"A-aku tidak bisa tidur lagi. Tadi aku mimpi buruk."

Diftan hanya memandang Bella sebentar, lalu dia pergi keruang tengah. Bella pun mengikuti nya dari belakang.

"Tuan mengapa tidak tidur lagi?"

Tidak ada jawaban.

"Oh iya tuan, dari tadi saya tidak melihat ada pembantu di rumah ini. Apa tuan tidak punya pembantu?"

Tidak ada jawaban lagi, Diftan hanya duduk dikursi sambil memijit keningnya dengan satu tangan kanan nya.

"Tuan kalo bi...."Ucapan nya terpotong oleh Diftan.

"Apa kau tidak bisa diam? Aku sangat tidak suka dengan orang yang cerewet."

"Ma-maaf tuan, aku hanya ingin bertanya saja."

"Suaramu hanya membuat kepalaku semakin sakit! Jadi pergilah, aku sedang tidak ingin diganggu."

Namun Bella tidak menghiraukan ucapan pria itu, dia malah duduk dan menarik kepala pria itu kepangkuan nya. Dan tentu saja, Diftan terkejut bukan main dengan tingkah Bella.

"Apa yang kau lakukan? Berani sekali kau...."

"Suussttttt." Bella meletakkan jari telunjuknya diatas bibirnya. "Tuan sakit kepala kan? Tenang saja, aku bisa memijitnya. Ibuku kalo lagi sakit kepala, pasti tidak bisa tidur. Tapi kalo sudah kupijit begini, ibuku pasti tertidur." Ucap Bella sambil memijit kepala Diftan.

Diftan merasakan tangan kecil itu bergerak dan mulai memijit kepala nya. Pijitan itu terasa nyaman dan sedikit mengurangi sakit dikepalanya. Dia merasakan ini seperti pijitan seorang ibu kepada anaknya. Sesungguhnya sebenci apapun seorang anak pada ibunya, dia akan tetap merindukan kasih sayang dan belaian itu.

Dan entah sihir apa yang sudah Bella berikan, pada pria bermata biru ini. Sehingga dia mulai mengantuk dan perlahan-lahan mata Diftan pun mulai terpejam.
Ini untuk pertama kalinya seorang Diftan bisa tertidur tanpa meminum obat tidur dari dokter. Hanya sebuah pijitan ringan dari seorang gadis kecil bernama Arabella yang bisa membuat seorang Diftan Pablo Glambert akhirnya tertidur.

Hanya sederhana, tapi berefek besar bukan?

21-Juni-2016

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top