Part 27

"Sebenarnya mereka itu siapa kak?" Tanya Dealova sambil memasang seatbelt di tubuh nya. "Dulu, sehari sebelum Dea mau balik ke Indonesia. Ada 3 orang juga yg pernah mau menculik Dea."

Diftan menoleh ke arah adik nya itu dan menatap tajam. "Mengapa kau tidak menceritakan hal itu pada papa? Dasar bodoh!" Kemudian dia menghadap ke depan lagi untuk tetap menyetir.

"Dea bisa jaga diri sendiri. Dea gak butuh pengawal," Jawab nya.

Diftan melepaskan tangan kiri nya yg berada di persneling mobil, lalu menyentil kening Dealova dengan keras.

"Aw!" Teriak Dea sambil mengusap kening nya itu. "Kenapa Dea di sentil?" Tanya nya dengan wajah cemberut.

"Di sentil kayak gitu aja kamu kesakitan, gimana bisa jaga diri hah? Jangan sok hebat!"

"Sakit loh kak, ini aja tangan Dea masih sakit kena serpihan kaca tadi. Masa harus disentil kayak gitu sama kak Diftan? Tega banget sih? Aduuuhhh Dea gak kuat, sakittttt banget...." Ujar nya dengan nada manja dan dibuat se-dramatis mungkin.

Diftan mendelik melihat tingkah adik nya itu. "Gak usah sok manja!" Sentak nya.

Oke! Seperti nya akting Dealova tidak ampuh. Otak nya langsung berputar haluan mencari perhatian Diftan.

Kemudian dia menunjukkan tangan nya ke arah Diftan. "Ini lihat deh, berdarah gitu karena serpihan kaca tadi. Kayak nya bakalan infeksi, aakhh Dea belum mau mati kak." Rengek nya.

Akting nya kali ini seperti nya berhasil, Diftan melirik tangan Dealova yg terluka. Kemudian, Diftan menepi kan mobil nya di pinggir jalan. Lali melepas sabuk pengaman ditubuhnya, dan mengambil kotak P3K yg ada di dashboard mobil.

Dia menarik tangan adik nya dan membersihkan luka itu dengan alkohol.

"Aakhh... perih banget kak, gila!" Teriak Dea sungguhan, bukan karena akting.

Namun teriakan Dealova seketika terhenti, saat melihat kakak nya itu sedang meniup luka yg ada ditangan nya itu.

"Aku akan mengantarmu pulang, tidak usah mendaftar hari ini." Kata Diftan di sela-sela meniup. Setelah itu dia memberikan obat merah dan mem-verban tangan Dealova.

"Tangan kakak juga terluka, harus segera diobati." Ujar Dea.

Lalu dia mengobati tangan Diftan yg terluka cukup dalam. Pria itu tidak tampak kesakitan saat Dea membersihkan dengan kapas alkohol. Dia hanya mengamati adik nya itu yg sedang menunduk sambil mem-verban luka nya.

Diftan merasakan ada tetesan air yg jatuh di kulit tangan nya.

"Terimakasih udah mau melindungi Dea. Tapi Dea bersyukur ada kejadian tadi, setidak nya Dea tahu kalau kak Diftan masih peduli. Dea mohon, jangan benci Dea lagi. Jangan buat tembok penghalang lagi. 10 tahun kak Diftan menjauh dan membuat jarak untuk Dea. Apa itu belum cukup juga untuk melupakan semua dendam kakak?"

Dealova menghela nafas nya untuk memberi jeda sesaat. Dia menggigit bibir nya untuk menahan suara tangis nya agar tidak terlepas dari mulut nya. Lalu Dea menatap ke arah kakak nya untuk melanjutkan kembali ucapan nya.

"Aku ini adalah adik mu, adik kandung mu. Dea terkadang iri sama teman di sekolah. Mereka semua punya kakak, tapi kenapa Dea harus berpura-pura tidak punya kakak, padahal Dealova punya?" Tanya nya dengan suara yg terdengar gemetar.

"Rasa nya itu sangat sakit sekaligus perih, saat saudara kandung kita tidak mengakui keberadaan saudara nya sendiri kak." Tangis Dea akhirnya pecah. Banyak nya air mata yg jatuh menetes di pipi nya merupakan luapan kesedihan yg sudah dia pendam selama 10 tahun ini.

Suara tangis dari adiknya itu terdengar sangat pilu ditelinga Diftan. Dia dapat melihat bahu Dea yg bergetar karena menangis sesenggukan.

Hari ini, pertahanan tembok itu pun akhirnya runtuh. Diftan langsung menarik dan mendekap tubuh adiknya ke dalam pelukan nya. Di kecup nya puncak kepala Dealova dan mengusap punggung adiknya itu agar berhenti menangis.

"Es tut mir leid, bitte nicht weinen." Suara Diftan terdengar pelan dan parau. Pria itu menahan diri nya untuk tidak menangis di depan adik nya.

Dia punya satu prinsip yaitu, seorang laki-laki boleh bersedih atau empati tapi tidak untuk menangis. Laki-laki itu harus tampak kuat, tangguh dan tahan banting, walaupun sebenarnya dia lemah. Kenapa? Karena dia seorang laki-laki. Dia memiliki hormon testoteron di dalam tubuh nya. Dimana hormon ini yg berperan besar menjadikan nya kuat, maskulin, dan lain-lain. (Btw, ini menurut pandangan author sendiri. Kalau pun cowok ingin menangis, sebisa mungkin dia memastikan tidak ada orang disamping nya. Ayah aku banget itu.)

Dealova mengangguk dan menghapus air mata nya. "Dea lapar, kak." Suara nya terdengar serak karena menangis tadi.

Diftan melepas pelukan nya. "Makan di rumah papa saja, biar lebih aman."

"Kalau gitu beli roti saja untuk mengisi perut sampai di rumah."

Diftan hanya mengangguk dan menjalankan mobil untuk membeli roti.

Tak berapa lama mereka berdua masuk ke dalam sebuah toko roti. Di saat mereka sedang memilih roti, tiba-tiba ada seorang wanita yg menghampiri mereka.

"Diftan?"

Pria itu menoleh ke arah suara feminim yg memanggil nama nya. "Rachel?" Ucap nya terkejut.

Tadi nya Rachel tersenyum bertemu dengan Diftan, namun senyum itu seketika memudar saat melihat ada gadis cantik yg sedang menggandeng pria yg di incar nya.

"Siapa perempuan ini Diftan? Berani sekali dia menggandeng calon tunanganku!" Ucap Rachel dengan memandang sinis ke Dealova.

"Aku bukan tunangan mu," Balas Diftan dengan santai. Lalu dia melirik ke Dealova. "Kau sudah memilih roti nya?"

"Ya." Jawab Dea.

Kemudian Diftan mengeluarkan dompet dan memberikan selembar uang pada Dealova. "Pergi lah ke kasir, setelah itu masuk ke dalam mobil. Nanti aku akan menyusul."

"Okay." Dea menerima uang itu dan pergi berlalu.

Rachel menatap tajam ke arah Dealova yg sedang berjalan menuju kasir. Setelah itu dia memandang ke arah Diftan lagi. "Aku tidak menyangka, kalau kau menyukai gadis yg masih muda. Dia memang cantik, tapi aku tidak yakin kalau dia bisa memuaskan mu di atas ranjang."

"Aku puas atau tidak, itu bukan urusan mu!"

"Itu urusan ku Diftan! Apa om William tidak memberitahu mu kalau kita akan bertunangan? Dan secepat nya kita akan menikah. Jadi aku ingin kau memutuskan hubungan mu dengan gadis yg masih bau kencur itu!"

"Jangan bermimpi, aku tidak pernah menerima pertunangan itu. Jadi saran dariku, cepat lah sadar dan bangun dari mimpi indah mu itu Rachel. Atau kau akan selama nya terus bermimpi." Ujar Diftan sambil menepuk bahu kiri Rachel, setelah itu dia pun pergi menyusul adik nya.

Rachel kesal dan menggeram. Dia mengambil ponsel dari tas nya dan menelpon Rendra Marwan.

"Hallo Pa?"

"Ya, ada apa Rachel sayang?"

"Papi, Rachel kesal banget sama Diftan."

"Kenapa lagi?"

"Tadi Rachel ketemu Diftan di toko roti, dia sedang jalan sama cewek cantik dan sial nya cewek itu masih muda banget pa. Ini gimana? Papi udah paksa om William gak sih? Kok kayak nya Diftan tidak mau menerima pertunangan ini?"

"Oke papi paham, kamu tenang saja. Nanti papi bakalan konfirmasi lagi ke papa nya Diftan. Kamu gak usah emosi gitu, bagaimana pun dia pasti akan jadi milik kamu Rachel." Ucap Rendra meyakinkan putri nya.

"Baiklah, Rachel tunggu kabar baik nya dari Papi." Ujar nya sambil memutuskan telpon itu.


****

Sore hari nya mobil Diftan masuk ke halaman sebuah gedung, itu adalah tempat gudang penyimpanan macam-macam senjata milik nya. Disana sudah ada beberapa anggota nya yg menunggu Diftan.

"Bos, tuan Chris Franklin sudah menunggu anda didalam," Ujar salah satu bawahan nya.

Diftan hanya mengangguk dan segera masuk ke dalam.

Chris Franklin adalah seorang sniper atau penembak jitu. Sniper adalah pasukan khusus yang ditugaskan untuk menghancurkan atau membunuh musuh secara diam diam.

Di usia nya yg ke 31 tahun, Chris terkenal sebagai penembak jitu paling berbahaya dan tercatat sebagai sniper yg paling mematikan di negara Amerika. Dia sendiri berasal dari Jerman, namun sering berpindah-pindah negara karena tuntutan tugas nya.

Untuk 3 tahun terakhir saja, Chris tercatat telah membunuh sekitar 160 orang selama bertugas.

Dia memperoleh ketenarannya setelah berhasil menembak mati target nya, yaitu pada tahun 2010. Saat itu, melalui teropongnya, Chris mengukur jarak di antara dirinya dengan target tersebut hampir sejauh 2.100 meter.

Namun, ia tetap melepaskan tembakan dari senapan laras panjangnya yang bertipe Lapua Magnum 0,338 yg dia beli langsung dari William dan Diftan waktu itu.

Peluru yang melesat dari laras senjata Chris melesat menembus tembok rumah dan mengenai target nya. Pria itu tewas di tempatnya berdiri. Selama karirnya sebagai penembak jitu, Chris selalu percaya dan menggunakan senjata yg dia beli dari keluarga Glambert.

Chris Franklin langsung berdiri dari tempat duduk nya begitu melihat Diftan datang. "Hi, how are you?"

Diftan langsung menjabat tangan Chris. "Ya, seperti biasa," Balas nya sambil menunjukkan tangan sebelah nya yg di verban.

"Whoaa, kapan kau mendapatkan luka ini?"

"Tadi pagi, sekelompok orang menyerang kami di sebuah cafe."

"Kami?"

"Aku dan adik perempuanku."

"Oh Dealova? Wow, jadi dia sudah ada di negara ini? Biar aku tebak, kalian sudah berbaikan?"

"Chris, sebaik nya kau diam atau aku tidak akan menjual senjata padamu!"

"Oh ayolah Diftan, mengapa kau sangat sensitif sekali? Seperti perempuan yg sedang menstruasi saja." Ejek Chris, lalu dia terdiam saat melihat ekspresi wajah Diftan yg berubah. "Oke-oke, aku akan menutup mulut." Ujar nya kalem.

Mereka pun berjalan ke sebuah ruangan khusus tempat penyimpananan senjata khusus untuk senapan sniper.

Diftan meunjukkan sebuah senjata Sniper Rifle Pindad Code SPR-2.


"Sniper Rifle Pindad Code SPR-2. Senjata ini memiliki akurasi yg sangat baik, lebih baik dibandingkan dengan senjata sniper rifle sejenisnya. Senjata ini mampu menembak dengan akurat dari jarak maksimal 1,8 km. Dengan bobot mencapai 16 kg. Ini juga bisa dipasang dengan peredam suara, agar tidak ketahuan darimana arah datang pelurunya," Tutur Diftan.

Kemudian dia menjelaskan lebih rinci kelebihan dari senjata itu. "Pegangan pistol grip senjata ini juga terbuat dari bahan polymer, jadi cukup nyaman saat digunakan. Panjang keseluruhan nya mencapai 1.545 mm, dengan kecepatan menembak mencapai 850 m/s."

Chris mengangguk sambil mengamati beberapa senjata lain. Ada senjata yg menarik perhatian nya.

"Diftan, apakah yg itu adalah Accuracy International Arctic Warfare?" Tanya Chris.

Diftan melihat ke arah yg ditunjuk Chris. "Iya, itu merupakan senapan sniper kebanggan negara Inggris. Dengan sistem operasi bolt action. Senapan ini diciptakan oleh tuan Malcolm Cooper. Pokok nya senapan ini sangat terkenal dengan akurasinya."

"Aku tahu, senjata ini mampu menembak tepat hingga jarak 800 meter, dengan menggunakan peluru 7,62mm bukan?" Potong Chris dengan cepat.

"Seperti nya kau sudah sangat paham, seharus nya aku tidak perlu menjelaskan nya lagi." Ujar Diftan sambil menyilangkan kedua tangan nya di depan dada.

"Hei, aku ini seorang pembeli. Dan pembeli itu adalah raja. Jadi kau harus melayani ku disini."

Pria bermata biru itu hanya menghembuskan nafas dengan panjang. Kemudian dia berjalan ke arah sebuah senjata lain nya. "Ini adalah senapan sniper Hecate II. Salah satu senapan antimaterial terbaik buatan Prancis."

"Kenapa disebut antimaterial?" Tanya Chris dengan tidak sabar.

"Bisa tidak, kau tidak memotong ucapanku?" Diftan mulai kesal.

"Sorry." Ujar Chris sambil mengangkat ke dua telapak tamgan nya ke atas sebagai permintaan maaf. Pria ini memang suka sekali menggoda Diftan. Menurut nya Diftan itu terlalu kaku dan serius, jadi mudah untuk memancing emosi.

Diftan pun mulai melanjutkan kembali ucapan nya. "Kenapa disebut antimaterial, karena senapan ini, mampu menjebol lapisan baja dari kendaraan tempur. Dengan daya jangkau tembakan hingga 1.800 meter dan dibekali dengan peluru kaliber 50 BMG atau 12,7mm."


"Jadi apa kau masih ingin aku menjelaskan senjata yg lain nya lagi? Atau kau tertarik dengan salah satu dari tiga senjata tersebut?" Tanya Diftan.

Chris tampak berfikir sejenak, lalu dia menatap Diftan. "Kau sendiri, suka senjata mana?"

"Aku lebih suka senjata Sniper Rifle Pindad Code SPR-2. Tapi menurutku kau tidak cocok memakai itu, terlalu berat membawa nya. Karena kau tipe orang yg simple bukan?"

"Ini bukan untukku, tapi untuk anggota ku yg lain," Jawab Chris.

"Jadi siapa target kelompok mu kali ini?"

"Jadi kau ingin bergosip denganku?"

"Ah, lupakan pertanyaan ku tadi!"

Chris tertawa lebar. Kemudian tiba-tiba dia diam dan serius menatap Diftan. "Diftan, kau harus berhati-hati saat ini."

"Kenapa? Apa aku yg menjadi target mu?"

"Aku serius Diftan. Beberapa hari lalu, ada seseorang yg misterius menelpon ku untuk membunuh. Lalu dia menyuruh bawahan nya datang menemuiku untuk memberikan foto target yg akan aku bunuh. Kau tahu? Aku sangat terkejut begitu melihat foto mu dan om William yg ada disana. Tentu saja aku langsung menolak, walaupun mereka membayarku dengan harga tinggi. Bagaimana pun aku sudah mengenal dekat keluarga Glambert, jadi aku tidak mungkin berkhianat."

"Apa dia memberitahu identitas nya?"

"Tidak. Tapi, seperti nya mereka memiliki ciri khas dari kelompok nya."

"Apa yg kau lihat?"

"Jari kelingking mereka rata-rata tidak ada. Tidak mungkin kan, 3 orang yg datang itu kebetulan tidak punya jari kelingking? Pasti itu merupakan ciri khas."

Diftan membeku mendengar ucapan Chris.

"Apa kau mengenal bos mereka?" Tanya Chris menyelidik.

"Ya. Tapi tidak mungkin itu dia. Pria itu sudah mati, tidak mungkin bisa hidup." Jawab Diftan dengan bingung.

"Kau yakin pria itu sudah mati? Mungkin dia pura-pura mati atau bisa saja dia selamat, bukan?"

Diftan terduduk lemas di sebuah meja kayu yg lebar.

"Are you okay?" Tanya Chris sambil memegang bahu Diftan.

"Ya." Jawab nya pelan.

****

Arabella mengambil semua pakaian nya dari dalam lemari dan menyusun nya ke dalam tas. Dia sudah berfikir keras sejak tadi pagi, dan akhirnya memutuskan untuk pergi dari apartement itu.

Dia tidak mau membuat Diftan merasa tidak nyaman berada di dekat nya. Pria itu bahkan tidak masuk ke dalam kamar semalaman karena menghindari nya. Begitu juga dengan tadi pagi, bahkan sarapan yg sudah dibuat tidak disentuh sedikit pun oleh Diftan. Jadi untuk apa dia berada disana lagi?

Lalu dia mengambil sebuah kertas dan pulpen. Dia menuliskan pesan dan setelah selesai di letakkan nya di atas tempat tidur nya.

Dengan berat hati, gadis itu pergi dari sana. Sambil berjalan keluar, sesekali dia menoleh ke belakang untuk melihat penthouse itu. Rasa nya sangat sedih harus pergi tanpa pamit dengan Diftan. Tapi apa daya, dia tidak akan sanggup melihat wajah pria itu.

Dia mengangguk kan kepala sambil memejamkan mata dan berucap dalam hati, 'aku harus pergi.'

Arabella terus melangkah menyelusuri jalan malam. Dia memeluk tubuh nya sendiri, ditengah dingin nya malam. Bella tidak naik angkutan apapun, karena dia sendiri tidak tahu harus kemana.

Tadi dia sudah pergi ke tempat kontrakan yg dulu dia dan ibu nya pakai, tapi ternyata tempat itu sudah dihuni oleh orang lain.

Hampir saja dia tertabrak oleh sebuah mobil, karena melamun sambil berjalan.

Seorang pria yg paruh baya itu keluar dari dalam mobil nya.

"Anda tidak apa-apa? Maaf, tadi saya mengenderai mobil terlalu cepat," Ujar Rendra Marwan.

"Ya, saya tidak apa-apa. Saya yg salah, karena melamun." Jawab Bella dengan tersenyum.

Rendra menatap gadis itu dengan seksama. Entah mengapa dia merasa ada yg aneh dari diri nya saat melihat Arabella. Seperti perasaan hangat, saat dia sedang melihat putri nya Rachel.

Kemudian Rendra melihat tas yg di bawa oleh Bella. "Anda mau kemana? Mengapa membawa tas dan koper malam-malam begini?"

"Oh ini... hem, saya se-sedang pindah kontrakan. Iya, dan kontrakan saya yg baru ada di sana." Tunjuk Bella berpura-pura. "Kalau begitu, saya permisi pergi dulu." Ucap nya dengan sopan.

"Ya, silahkan." Balas Rendra Marwan.

Rendra terus melihat gadis itu pergi, entah apa yg ada di pikiran nya sehingga pria itu menggelengkan kepala nya. "Tidak mungkin." Ujar nya. Setelah itu pun dia kembali ke dalam mobil.

Sementara itu, Diftan sudah pulang dan masuk ke dalam penthouse nya. Dia tidak melihat Arabella di ruang tengah. Lalu Diftan masuk ke dalam kamar nya, gadis itu tidak ada juga.

Tanpa mengganti pakaian nya, dia langsung mencari Bella ke kamar sebelah. Di ketuk nya pintu kamar itu beberapa kali. Namun tidak ada jawaban. Akhirnya dia membuka sendiri pintu itu.

Kosong, tidak ada Bella disana.

Dia juga membuka pintu kamar mandi, hasil nya juga sama.

Diftan menghusap wajah nya dengan kasar saat melihat lemari pakaian itu juga kosong. Dia terduduk di ujung tempat tidur itu. Keadaan kamar itu remang, sama seperti suasana perasaan nya saat ini.

Dalam hati nya bertanya-tanya, 'benarkah dia pergi meninggalkanku? Memang nya kenapa kalau dia pergi? Tapi kenapa dia pergi? Dan ada apa denganku? Perasaan apa yg aku rasakan ini?'

Dan author pun menjawab pertanyaan Diftan.

Itulah cinta...

Dia seperti penyakit yg tanpa diagnosa. Diam tanpa anamnesa.

Tidak perlu perkusi dan auskultasi. Karena masalah nya hanya di otak dan hati.

Cukup rasakan dan nikmati. Maka kau akan mengerti.

Tanpa sengaja, Diftan melihat sebuah kertas di atas tempat tidur. Dia mengambil dan membaca nya.

Mungkin jika tuan Diftan membaca surat ini, itu artinya aku sudah pergi.

Aku tahu, tuan tidak nyaman dan tidak suka melihatku lagi akibat kecerobohanku. Maka dari itu, aku memutuskan untuk pergi. Jadi tuan tidak perlu menghindar dariku lagi.

Aku akan selalu mendoakan anda.

Maaf kalau kehadiran ku, lebih sering menyusahkan anda.

Aku minta maaf juga karena sudah mengambil beberapa lembar uang anda untuk ongkos di jalan. Tapi aku berjanji akan mengganti nya pada anda.

Salam maaf dari hati terdalam
Arabella


2-September-2016

* Es tut mir leid, bitte nicht weinen : Maafkan aku, jangan menangis.

* Diagnosis adalah hasil dari evaluasi atau upaya yang dilakukan untuk menegakkan atau mengetahui jenis penyakit atau masalah kesehatan yg diderita oleh seseorang.

*Anamnesa/Anamnesis adalah suatu kegiatan wawancara antara pasien/keluarga pasien dan dokter atau tenaga kesehatan lainnya untuk memperoleh keterangan tentang keluhan dan penyakit yang diderita oleh pasien.

* Perkusi adalah pemeriksaan kesehatan dengan cara memukul atau mengetuk tubuh pasien dengan menggunakan jari atau tangan ataupun dengan alat.

* Auskultasi (auscultation) adalah metode pemeriksaan fisik dengan mendengarkan suara-suara di dalam tubuh. Biasanya dengan bantuan alat, seperti stetoskop.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top