Part 19
Diftan merasakan hawa panas dari tubuh Bella. Saat Bella sudah berhenti menangis, Diftan mencoba melepas pelukan itu. Namun Bella tidak mau melepaskan nya.
"Kau demam." Bisik Diftan ditelinga gadis itu. "Jika kau terus memelukku seperti ini, maka sakitmu bisa menular padaku."
Perlahan-lahan Bella melepaskan pelukan nya. "Maaf, tuan." Ucap gadis itu dengan menunduk.
Suasana disana begitu canggung, sampai akhirnya Diftan berdehem sebelum bicara.
"Kau bisa memelukku lagi, tapi nanti setelah kau sembuh."
Bella langsung mendongak dan menatap Diftan. Dia tidak percaya kalau Diftan mengucapkan kalimat itu.
"Menginaplah di apartement ku, kau tidak mungkin pulang tengah malam begini." Kata Diftan lagi sambil berjalan kearah lift tanpa melihat Bella yg terbengong melihat nya.
Begitu pintu lift terbuka, Diftan langsung masuk ke dalam. "Masuk lah, kau tidak mau?"
Bella langsung sadar dari lamunan nya saat mendengar suara bariton milik Diftan. "I-iya tuan." Dia pun masuk kedalam dan berdiri disamping pria itu.
Tidak ada suara yg terdengar didalam lift itu. Mereka berdua hanya diam membisu hingga sampai di lantai yg paling atas, yaitu penthouse milik Diftan.
"Masuk lah ke dalam kamar, aku akan mengambilkan obat untuk mu." Kata Diftan sambil berjalan ke sebuah ruangan tempat dia menyimpan obat-obatan.
Dengan agak canggung, Bella masuk ke dalam kamar yg dulu dia tempati bersama ibu nya. Semua nya masih tertata rapi seperti dia tinggalkan dulu. Bahkan uang itu masih utuh diatas tempat tidur.
"Kenapa uang nya tidak disimpan? Beruntung tidak ada tuyul disini." Gumam gadis itu.
Dia pun langsung berbaring diatas kasur. Di letakkan nya telapak tangan nya di kening dan di leher, terasa ada hawa panas disana. Bella baru sadar kalau dia sedang demam.
Pintu kamar nya terbuka dan Diftan masuk ke dalam sambil membawa nampan ditangan nya.
Bella langsung bangun saat Diftan duduk di samping kasur itu. Lalu dia menyandarkan kepala nya di headboard tempat tidur.
"Ini, minum lah." Ujar Diftan sambil memberi pil itu pada Bella.
Dia menatap pil bulat itu, lalu menggelengkan kepala nya. "Saya tidak suka minum obat, apalagi jika dia berbentuk bulat seperti itu. Saya pasti akan memuntahkan nya langsung, apa tidak ada pil yg bentuk nya lonjong atau panjang?"
Diftan menaikkan sebelah alisnya dan menatap gadis itu bingung. Mengapa ada orang yg memilih bentuk obat panjang ataupun bulat disaat sakit seperti ini. Bukan nya isi kandungan obat nya sama saja khasiatnya?
"Saya lebih memilih disuntik saat sakit daripada harus meminum obat." Imbuh gadis itu lagi.
"Memangnya ada pengaruh jika bentuk pil nya bulat atau lonjong? Bukan nya dua-dua nya itu obat?" Tanya Diftan.
"Menurut saya, kalau pil nya bulat itu susah untuk di telan."
"Jadi jika pil nya lonjong gampang ditelan?" Potong Diftan.
"Iya." Jawab Bella sambil mengangguk.
"Itu hanya sugesti mu saja, sekarang minum lah obat ini. Aku tidak memiliki pil yg bentuk nya lonjong." Perintah nya.
"Saya pasti akan memuntahkan nya tuan." Kata Bella dengan wajah memelas.
Pria itu menghembuskan nafas panjang nya melihat tingkah Bella. "Jangan manja padaku."
"Saya tidak manja, tuan sendiri yg berinisiatif untuk membawa obat itu. Lagian ini hanya demam biasa, besok juga sembuh. Jadi tidak perlu meminum obat."
"Benarkah? Lalu mengapa kau datang kemari dan memelukku sambil menangis? Bukankah itu nama nya manja? Atau kau memang ingin mencari perhatianku?"
Gadis itu terdiam dan tak berani menatap Diftan. Dia tahu, hal yg dia lakukan didepan lift itu adalah hal yg sangat memalukan. Tapi mau bagaimana lagi, dia tidak bisa membohongi hati nya. Sampai-sampai dia tidak sadar sudah berjalan ke apartement Diftan.
"Kau tidak bisa menjawab nya kan?" Ucap Diftan sambil membelah pil bulat itu menjadi dua bagian.
"Sekarang minumlah, pil nya sudah ku bagi dua dan bentuknya tidak bulat lagi. Jadi kau tidak punya alasan untuk memuntahkan nya."
Dengan terpaksa Bella pun meminum pil itu, dia tidak berani memuntahkan obat nya karena tatapan tajam Diftan padanya.
"Tidak muntah kan?" Ujar Diftan.
Bella menggelengkan kepala nya. Padahal dalam hati dia menggerutu.
"Jika aku memuntahkan obat nya, itu namanya aku cari mati. Tatapan mata nya benar-benar mematikan."
"Sekarang tidurlah." Ucap Diftan.
Saat pria itu hendak pergi, Bella menahan tangan Diftan.
"Terimakasih tuan."
"Untuk?"
"Untuk semua kebaikan tuan. Saya tahu, pasti tuan kan yg membayar seluruh biaya rumah sakit itu? Dan tuan Diftan pasti juga tahu kalau ibu saya sudah meninggal. Maka nya tuan jadi baik dan iba melihat saya sekarang. Saya bingung mengapa tuan bersikap kasar padahal sebenarnya tuan sangat perhatian kepada saya. Apa tuan Diftan memiliki kepribadian ganda? Seperti altar ego mungkin?"
Diftan memandang Bella sejenak, lalu dia melepaskan tangan nya yg dipegang oleh Bella. "Saya bukan orang baik, itu jawaban nya." Kata Diftan.
Setelah itu dia keluar dari kamar Bella.
****
Keesokan harinya, Dealova sedang memarkirkan mobil nya di sebuah kedai kopi. Dia bosan berada dirumah terus. Sebenarnya Dealova ingin tinggal dengan kakak nya. Tapi kata papa nya, Diftan tidak mau
Kalau Dealova tinggal di apartement nya. Adik nya itu benar-benar sangat kecewa sekali. Padahal dia sangat menyayangi kakak nya itu.
Dealova pun keluar dari mobil setelah memarkirkan mobil nya. Tiba-tiba dia mendengar suara teriakan seorang perempuan.
"Tolong.. tas saya di copet!!" Teriak wanita itu.
Dea yg melihat pencopet itu lari kearah nya pun langsung menjegat kaki pria itu. Sehingga pencuri itu terjatuh dengan sempurna di pasir, tepat di hadapan nya.
"Uups! Sorry...." Ucap Dea sambil tersenyum.
"Brengsek!!" Kata pria itu pada Dealova. Dia pun bangkit dari posisi nya.
Lalu pria itu mengeluarkan pisau dari dalam jaket nya. "Dengar nona, aku tidak punya urusan denganmu! Jadi jangan sok jadi pahlawan disini! Atau wajah cantikmu akan rusak karena pisau ini!!!"
Dealova tertawa. "Haha... terimakasih sudah memuji ku cantik. Tapi, tolong kembalikan tas itu kepada pemiliknya." Ucapnya santai.
"Kau mau cari mati sepertinya!!" Desis pria itu.
Dia pun langsung mengarahkan pisau itu ke arah Dealova, tapi perempuan itu segera menghindar.
"Wow... wow... wow... kau hampir merusak wajahku. Eh mas, abang, akang atau apalah itu. Dengar ya, kau akan menyesal jika melawanku. Walaupun tampilanku feminim dengan rok mini ini, bukan berarti aku tidak bisa menghajarmu. Bahkan sepatu heels ku ini bisa membuat kepalamu bocor, kau mengerti? Jadi serahkan tas nya padaku." Kata Dealova sambil melipat kedua tangan nya didepan dada nya.
"Cuih!" Pencuri itu meludah ke pasir. "Aku tidak takut pada seorang gadis sepertimu."
"Aku sudah memperingatkanmu. Tapi jika kau tetap keras kepala, maka dengan sangat menyesal aku harus membuatmu babak belur!!"
Dengan gerakan cepat Dealova memutarkan badan nya sambil mengangkat kaki nya dan menendang kepala pria itu dengan sepatu heels nya. Saat pria itu lengah karena kesakitan, Dea mengambil tas dan pisau itu dari pelukan si pencuri. Lalu membuang pisau nya ke tempat yg jauh.
Namun si pencuri tak mau kalah, dia menahan tangan Dea dan menarik tas itu kembali. Sehingga tanpa sengaja tangan sang pria itu mengenai dada nya. Hal itu membuat Dealova naik darah.
"Shit!! Berani-berani nya kau!!" Ucap nya marah.
Dealova langsung menyikutkan tangan nya kearah tulang rusuk si pencuri. Lalu ditarik tangan si pria dari arah belakang nya, dan membanting tubuh pria itu ke bawah dalam waktu beberapa detik.
GEDEBUK!!
Si pencuri meringis kesakitan karena punggung nya terhempas langsung ke atas pasir.
Dealova menyeringai melihat pria itu merayap dan menggeliat di pasir dengan wajah kesakitan. Tidak puas dengan dengan tindakan nya tadi, maka Dea pun memukul tas itu ke wajah si pencuri dengan rasa geram.
BEUGH!!
BEUGH!!
BEUGH!!
"Bagaimana rasa nya? Sakit?"
"Ampun nona...." Ucapnya dengan suara bergetar.
Dea berhenti memukul wajah si pencuri. Lalu dia mengarahkan sepatu heels nya kearah kepala sang pencuri.
"Ini otak di ciptakan untuk berfikir, oke?"
"I-iya."
Lalu Dea menurunkan kaki nya kebawah perut pria itu, tepat nya kearah junior si pencuri. Dengan sengaja dia menekan tumit heels nya.
"Aakhhh...." Teriak si pencuri.
"Kali ini aku melepasmu. Tapi jika lain aku melihatmu mencuri lagi, maka kedua telurmu akan aku pecahkan!! Mengerti?"
"I-iya... aku mengerti. Tolong jauhkan sepatumu itu nona, sakit sekali rasa nya."
Dealova pun pergi meninggalkan pria itu. Dan memberikan tas nya kepada si wanita tadi. Ternyata wanita yg dicopet itu adalah Rachel.
"Ini tas anda."
Rachel merampas tas itu dari Dealova dengan kasar.
"Wah, kau orang yg tidak tahu terimakasih ternyata." Desis Dealova.
"Jangan harap! Aku tidak mungkin mengucapkan terimakasih padamu! Kau pasti bekerjasama dengan si pencuri tadi. Sok jadi pahlawan!" Kata Rachel.
"Apa?"
"Dengar ya nona, aku tidak akan memberikan mu upah karena sudah memberikan tas ku. Karena aku yakin, kau bekerjasama dengan pria tadi. Sangat mustahil seorang perempuan bisa melawan seorang laki-laki yg bertubuh besar seperti pencuri tadi."
Dealova mendengus mendengar ucapan Rachel. Untuk pertama kali nya, dia menyesal menolong seseorang.
"Otak mu benar-benar busuk dan picik nona!! Dengar ya, papaku dan kakak laki-laki ku sangat kaya raya. Seribu tas milik mu pun bisa aku dapat jika aku mau! Kau kira dirimu artis maka nya sombong padaku!"
"Haha... baiklah sekarang aku paham. Aku adalah Rachel Paramitha Marwan, dan aku seorang artis. Kau pasti salah satu fans ku kan?" Tanya Rachel
Dealova memutar kedua bola mata nya. Dia benar-benar jengah melihat tingkah Rachel.
"Kurasa kau orang yg baru keluar dari rumah sakit jiwa!" Ucapnya sambil pergi meninggalkan Rachel yg mengumpat kesal pada nya.
Dua wanita tadi tidak merasa sudah jadi bahan tontonan orang-orang dari dalam kedai kopi itu. Termasuk Juan Benito, mata nya tidak lepas memandang Dealova. Dia merasa wajah wanita itu sangat familiar dan dia pernah melihat nya.
Sampai akhirnya dia tersadar, wanita itu adalah gadis yg pernah menemani Diftan di acara pelelangan waktu itu.
"Ada hubungan apa gadis itu dengan Diftan?" Gumam Juan.
2-Agustus-2016
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top