{{{02}}}

Hai. It's been a long day ya.

Apa kabar? Semoga harimu menyenangkan.

Sudah 2 bulan nggak diunggah. Semoga masih ada yang nungguin dan mau baca.

Selamat membaca kembali deh.

Bab 3 akan diunggah setelah bab ini mencapai 700 votes dan 1000 komentar. Jadi selamat patungan. Hehe.

Ada lagu buat temen baca nih. Judulnya i try to smile by thien.

***
*****

NAGASAKI

   >  Kita terlihat sangat sempurna dan indah, namun berakhir. Terlalu segera...

    Tur buku berakhir dan kami pun pulang ke rumah.

    Harusnya terasa melegakan. Harusnya terasa baik-baik saja karena tak ada kota lain yang harus dikunjungi lagi. Tapi tidak. Gue merasakan sesuatu yang lain di dalam mobil yang dikemudikan oleh Papa. Kami tegang. Karena berakhirnya tur juga berarti kami akan kembali pada sebuah kenyataan yang justru sulit untuk dijalani.

    Ada yang tidak ada di rumah.

    Kehilangan seseorang yang selalu ada di rumah dan sekarang tidak ada lagi di dalam sana, rasanya sulit untuk dimengerti. Dia selalu di rumah, dan tidak akan pernah ditemui di luar rumah. Itu alasan masuk akal kenapa tur rasanya menyenangkan. Pulang pun terasa menakutkan sebab itu juga berarti kami mewujudkan kenyataan sebenarnya bahwa dia benar-benar sudah hilang. Dan karena yang paling sulit dari kehilangan seseorang adalah ketika kita berusaha untuk mengakuinya.

    Setelah perjalanan melelahkan selama berjam-jam, akhirnya kami sampai di rumah. Gue langsung berjalan menaiki tangga menuju kamar. Berusaha untuk tidak melirik sedikit pun ke pintu kamar Hiro. Meski itu susah karena pintu kami bersebelahan. Ini sudah berbulan-bulan, tapi rasanya baru kemarin dan memang akan selalu terasa baru kalau tentang kepergiannya.

    Gue meletakkan tas di lantai, lalu menjatuhkan diri ke atas tempat tidur dalam keadaan tengkurap.

    Rasanya benar-benar seperti sendirian. Hening. Tak ada suara komputer di kamar sebelah. Atau instrumen musik klasik, atau suara buku jatuh, atau suara detak kehidupan. Hening aja gitu. Kosong.

    Gue membalik badan sampai terlentang. Menatap langit-langit dengan pikiran mengawang. Seketika ada pikiran pengin main ke sebelah. Mengganggu yang lagi fokus main laptop atau baca buku. Bikin remahan kue sama kulit kuaci di lantai biar dia kesal.

    Tak ada ragu sama sekali, gue berderap keluar kamar. Membuka kamar Hiro yang aromanya sengaja dibuat seperti biasanya. Aroma hangat. Kamarnya bersih. Rapi. Tidak dibiarkan seperti tanpa penghuni. Dan sudah kami dekorasi ulang agar kamar ini jadi tempat berkumpul keluarga. Museum kehilangan.

    Gue berkacak pinggang di dekat rak buku besar. Mengembuskan napas. "Halo?" ucap gue iseng. Lalu yang menjawab adalah keheningan.

    Gue duduk di tempat tidur. Menyangga badan ke belakang dengan kedua lengan. Lalu tersenyum getir memandang sekeliling. Percaya tidak percaya, ruangan ini selalu berhasil mencerabut penat dan rindu yang semakin kusut. Lalu gue berbaring di sana.

    Rin: "Besok udah bisa langsung masuk sekolah, kan?"

    Gue membaca pesan dari Rin.

    Gue: "Udah, kalau niat."

    Rin: "Ya diniatin. Kan udah selesai turnya. Lagian kamu tuh udah sepekan tahu liburnya."

    Gue: "Ada kabar baru dari mereka?"

    Beberapa pekan terakhir gue dan Rin kembali menyelidiki pelaku yang pernah merundung Hiro di mading. Kami cuma tahu beberapa. Namun ada banyak data yang diberikan oleh Secret Society. Anehnya mereka ini sudah mengantongi nama pelakunya, tapi masih ingin agar gue sama Rin mencari sendiri dengan petunjuk-petunjuk yang mereka berikan.

    Rin: "Aku ceritakan nanti saja ya kalau kita ketemu. Kalau aku ceritakan sekarang, takutnya nanti malah nggak ada obrolan besoknya."

    Aga: "Iya, nggak apa-apa besok aja. Aku juga mau istirahat."

    Rin: "Iya istirahat aja. Aku tahu kamu pasti capek banget. " Setelah itu pesannya nggak gue balas lagi.

    Kami berusaha saling mengerti untuk situasi masing-masing. Meski sekarang keluarga Rin sudah membaik situasinya, tapi tetap kami harus mengerti.

    Sore itu aku tertidur di kamar Hiro sampai pukul delapan malam. Dibangunkan oleh Mama karena gue belum mandi dan makan malam. Tas di kamar gue sudah dibenahi oleh Mama begitu pun barang-barang yang gue beli selama perjalanan tur.

    Setelah mandi dan berganti pakaian, gue turun ke bawah. Kami tidak makan satu meja bersama. Tapi Mama dan Papa sepertinya sudah makan dan sedang nonton tv di satu sofa bersebelahan. Mama memangku satu bungkus snack. Posisinya nyender di Papa. Sambil sesekali terkekeh melihat acara di tv. Lalu gue membawa makanan dari dapur untuk makan di dekat mereka.

    Harus terbiasa bertiga, tanpa beranggapan ada satu orang lagi yang akan bergabung di sini.

    Dua suap nasi sudah gue kunyah, lalu piringnya gue letakkan di meja. Mengambil ponsel, enak kalau sambil main medsos.

    "Habisin dulu kali makannya," kata Papa.

    Gue tidak menghiraukan. Lanjut usap-usap layar ponsel main Instagram. Sejak tur pengikut Instagram gue bertambah banyak. Yang tadinya cuma dua ribuan, sekarang sudah enam ribu lebih.

    Lalu gue memakan satu suapan lagi.

    Ada banyak DM dan notifikasi ditandai dalam unggahan atau cerita. Dan salah satunya yaitu dari @justedith, yang ternyata dia sudah mengirim banyak pesan. Diawali dengan sebuah foto buku Bye-Ology dan diikuti pesan-pesan.

    @justedith:

    - "Hei, just read this book and I'm shocked. This book is tearjerker."

    - "Aku terkejut buku ini bercerita tentang siapa dan lebih terkejut lagi ada nama aku di buku ini."

    - "Maaf ini random banget, tapi bisa nggak kita ketemu?"

    - "Aku mau ngomong. Kalau kamu mau tapi."

    @dragones:

    - "Gue tahu lo siapa."

    - "Untuk apa minta ketemu?"

    Dalam kurun tiga suapan nasi, dia membalas DM gue.

    @justedith: "A lot. Ada banyak yang perlu aku omongin."

    - "Maksudnya, aku perlu mengklarifikasi apa yang Hiro tulis dan kenapa ini dipertahankan seperti itu tanpa sensor. Bahkan Instagram aku sekarang banyak yang DM dan nyerang aku karena mereka pikir aku pernah berbuat jahat ke Hiro."

    - "Mungkin kalau Hiro atau siapa pun yang namatin naskah buku ini menyensor nama aku dan atau diganti pakek nama samaran, aku baik-baik saja. Tapi ini nama aku tertulis di buku tanpa sensor."

    - "Kamu tahu kan buku ini sekarang lagi viral. Dan semua yang baca, mereka berusaha mencari tahu setiap seluk beluk informasi yang ada di buku itu. Salah satunya ada beberapa yang langsung konsern ke akunku."

    Gue terkejut sama apa yang dia katakan. Mendadak gue nggak pengin menghabiskan makanan di piring. Gue membetulkan posisi di sofa supaya nyaman.

    @dragones: "Jadi ini ceritanya Lo nggak terima? Atau mau minta cipratan royalti?"

    Balas gue kesal.

    @justedith:

    - "Enggak, bukan itu, Aga. Aku suka banget sama bukunya. Aku cuma merasa bersalah dan bingung."

    - "Aku penggemar berat karya-karya Mama kamu. Jadi nggak mungkin aku mau melakukan itu. Buku ini bagus. Cuman secara langsung aku kena dampak yang nggak kalian ketahui."

    - "Aku nggak akan mempermasalahkan apa pun. Aku cuma mau perlu membicarakan sesuatu."

    Gue memandangi pesan itu beberapa saat sebelum membalas.

    @deagones:

    - "Kalau mau klarifikasi mending lo ketemu sama Mamah."

    @justedith:

    - "Are you kidding me?"

    - "Nggak. Aku nggak akan bisa kalau harus ngobrol sama Mama kamu. Nanti dikira aku nyari panggung buat ketemu beliau. Sekali lagi, Ga. Aku nggak akan mempermasalahkan ini. Aku perlu ngomong aja."

    @dragones:

    - "Lewat DM aja bisa nggak?"

    @justedith:

    - "Kamu yakin?"

    - "Aku semacam tanpa sengaja tahu rahasia Hiro yang mungkin nggak pernah kamu tahu."

    Membaca itu gue langsung mengernyitkan dahi.

    @dragones:

    - "Kalau cuma mau ketemu nggak usah bikin alasan punya rahasia tentang Hiro deh!"

    Balas gue kesal. Edith membacanya. Tapi perlu beberapa menit kemudian untuk dia membalas lagi. Dan dia mengirimi sebuah foto halaman Bye-Ology pada bagian yang membahas bully di mading.

    Lalu Edith menulis pesan berikutnya:

    @justedith: "Aku paham masalah yang ada di mading ini seperti apa."

    Ungkap Edith. Dan tentu saja itu memancing perhatian gue.

    @dragones: "Apa yang lo tahu?"

    @justedith: "Ngobrol secara langsung, pls 🙏🏻"

    Gue bingung mau balas apa. Lalu ada sedikit rencana. Gue menoleh ke Papa dan Mama.

    "Pa, besok aku jangan dulu masuk sekolah, ya?"

    Papa memalingkan wajahnya dari layar tv. "Kenapa?"

    "Masih capek."

    "Kan surat izinnya udah habis."

    "Ya makanya besok Papa telepon ke sekolah. Satu hari aja," bujuk gue.

    Mama mendongakkan kepala ke Papa, lalu memberi kode lewat anggukan untuk menyetujui.

    "Tapi janji lusanya kamu masuk," jawab Papa.

    "Pasti itu. Janji."

    Papa mengangguk sebelum kembali fokus ke acara tv.

    Kemudian gue membalas pesan Edith.

    @dragones: "Mau ketemu di mana?"

***
*******

Semoga Edith nggak bikin sesuatu yang macam-macam.

See you next chapter.

Ada yang rindu sama Hiro? 🥺

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top