『Yume Fanfare』

Write by kizetori

|Song : Yume Fanfare.

||Pair : Aizo x Reader.
.
.
.
Debuman keras terdengar dari lantai satu, cekcok yang tak berujung terus saja terdengar sepanjang hari membuatku terus menyumpal kedua telingaku dengan earphone.

Dobrakan keras terdengar sangat dekat, membuatku sedikit terperanjat dari posisiku. Selimut yang membungkus tubuhku telah ditarik paksa oleh seseorang dengan perawakan jangkung, kemudian disusul oleh dua orang lainnya. Mereka tidak lain adalah kedua orang tuaku dan kakak laki-lakiku.

Ayah berjalan ke arahku dengan wajah merah menahan amarah dan merebut buku sketsa yang ada di tanganku kemudian merobek-robek buku itu tepat di depan mataku.

Kakak mengambil earphoneku lalu menghancurkan benda itu. Sedangkan ibu mengambil semua alat gambarku lalu membawanya keluar. Setelahnya, mereka menarik paksa tubuhku untuk turun ke lantai satu lalu mulai menceramahiku.

"Kau mau menjadi manusia yang tidak berguna?! Fokus belajar untuk masuk universitas! Bukan malah menggambar dan bernyanyi tidak jelas! Kau mau menjadi seperti adikmu yang tidak berguna itu dan ikut mempermalukan nama keluarga, hah?!"

Aku menahan tangisanku agar tidak pecah di depan mereka, jika aku menangis tandanya aku akan kalah, kan? Dan hei! Adikku bukan manusia yang tidak berguna!

"T-tapi aku mau menjadi seorang ilustrator atau ido-," ucapanku dipotong dengan tamparan dari ibuku.

"Kalau orang tua ngomong itu didengerin bukan malah ngebantah! Ngerti gak?!" serunya membuatku menunduk dan terdiam seribu bahasa.

Kepalaku terus mengutarakan kata-kata yang tak dapat terucap oleh bibirku. Aku hanya bisa menyembunyikan rasa takut ini dalam hati.

Setelah mereka selesai menceramahiku aku bergegas menuju kamarku, mengunci pintu dan bersembungi di balik selimut.

Aku menangis terisak. Aku juga ingin menjadi warna yang sama seperti kalian... tapi, haruskan aku berjalan di rel yang sama seperti kalian meski dilihat dari mana pun kita ini berbeda?

***

Dua tahun berlalu, kini usiaku telah menginjak 16 tahun. Semua hal yang berbau tentang seni telah dijauhkan dariku, meskipun kadang aku diam-diam tetap melakukan hal-hal yang aku suka tersebut.

Cekcok dan hantaman benda-benda yang dulu selalu terdengar kini tak pernah terdengar lagi karena kedua orang tuaku memilih untuk berpisah karna ketidak cocokan.

Ayahku menikah lagi dengan selingkuhannya, ibuku jarang sekai pulang ke rumah karna ia adalah pekerja kantoran.

Kakakku sampai sekarang masih menempati peringkat pertama di sekolahnya meskipun sekarang kelakuan manusia itu lebih mirip ayah yang suka bermain dengan wanita.

Sedangkan adikku yang mereka bilang tidak berguna, kini ia telah menjadi salah satu idol yang tengah naik daun.

Aku menghela nafas panjang, sambil melirik ke luar jendela kaca dari ruang kelasku yang terletak di lantai tiga.

Dari atas sini aku dapat melihat dua orang dengan surai biru gelap dan pirang kecoklatan yang tengah berlari mengelilingi lapangan, sepertinya mereka dihukum karna telambat berangkat.

Aku kembali memfokuskan pandanganku ke buku-buku tebal di atas meja kelas. Aku bersekolah di salah-satu sekolah ternama tepatnya Sakuragaoka yang memiliki tiga jurusan yaitu University, Sport dan Artist.

Tentu saja aku memilih jurusan university dimana kelas ini akan memfokuskanku untuk memasuki universitas, mengingat bahwa orang tuaku sangat membenci hal-hal di luar akademik.

Bohong jika aku bilang bahwa aku tidak tertekan dengan hal yang diinginkan oleh orang tuaku.

Goresan-goresan dari benda tajam menghiasi kedua tanganku, kadang aku berfikir 'Apa lebih baik aku mati saja, ya?' tapi setelah dipikir berulang kali, apa yang enak dari kematian?

Aku hanya bisa memendam rasa sukaku terhadap seni, menguburnya jauh di dalam hatiku. Beranggapan bahwa rasa suka itu akan terlupakan lalu menghilang. Namun, semua itu percuma saja karena rasa itu akan selalu ada.

Untuk ke sekian kalinya aku kembali memfokuskan pikiranku pada pelajaran. Hingga akhirnya bel pulang pun berbunyi dengan lantangnya. Dengan sigap, aku mengemasi barangku.

Setelahnya aku mengambil jalan memutar yang melewati taman untuk menghindari anak-anak yang terus saja menggangguku.

Samar-samar terdengar suara pria yang sedang melantunkan sebuah lagu. Karna sedikit tertarik, aku mendekati arah sumber suara tersebut.

"Ashita,"[Esok] ternyata itu suara dari pria bersurai pirang yang tadi siang ku lihat.

"Suki kara nigeru na," [Jangan lari dari hal yang kau suka] kali ini pria dengan surai biru gelap yang menyanyikannya.

"Mune wo hatte kagayake," [Busungkan dada dan bersinarlah] aku terdiam.

"Sekai wa hiroi yo mite goran yo," [Lihatlah bahwa dunia ini luas] entah kenapa rasanya dadaku bergetar mendengar nyanyian mereka.

Mereka terus bernyanyi sambil melakukan gerakan-gerakan yang tak ku mengerti, seakan-akan mereka melakukan drama musikal.

Baru saja aku hendak beranjak dari sana, tanpa sengaja aku menendang kaleng minuman yang telah kosong dan hal itu pun menarik perhatian mereka berdua.

Mereka menghentikan aktivitas mereka lalu memandang ke arahku. Pria dengan surai biru gelap tampak tak suka atas kehadiranku, berbeda dengan temannya yang menyambutku dengan senyuman.

"Pengganggu," gumam pria dengan surai biru gelap, ia lalu mengambil tasnya dan beranjak dari sana meninggalkan aku dan pria bersurai pirang.

Keheningan tercipta di antara kami. "A-"

"Maaf atas perlakuan Yuujiro, anak itu memang sulit bergaul dengan orang asing," ucap orang itu sambil berjalan mendekat ke arahku.

"Perkenalkan namaku Aizo Shibasaki, maaf juga jika kami mengganggu aktivitasmu karna nyanyian kami tadi," ia menjulurkan tangan ke arahku sambil tersenyum lebar.

Aku menyambut uluran tangannya, "Namaku [y/f/n]. Nyanyian kalian tidak mengganggu sama sekali, justru aku yang harusnya meminta maaf karena telah mengganggu kalian."

Ia melepas uluran tangan lalu menggelengkan kepala pelan, "Ti-," ucapan Shibasaki terpotong karna suara deringan ponsel yang datang dari dalam tasnya.

Shibasaki kembali memasukkan ponselnya ke dalam tas setelah mengeceknya. Ia lalu menatapku sambil berujar, "Aku harus pergi karena ada urusan mendadak, ku harap kita bisa menjadi teman setelah ini," lalu ia beranjak pergi.

Aku menghela nafas lalu segera beranjak dari sana.

"Ku harap kita bisa menjadi teman setelah ini, katanya," aku terdiam sejenak, "Apa maksud dari kata 'setelah ini'? Memangnya siapa dia?"

***

Semakin hari aku dan Aizo terasa semakin dekat, setiap ada waktu, aku dan dia selalu menyempatkan diri untuk jalan bersama. Kadang pula Yuujiro ikut memeriahkan suasana.

Namun, bodohnya aku yang baru menyadari jika mereka berdua adalah seorang idol yang tengah naik daun saat ini.

"[y/n]-san, kau terlihat dekat sekali dengan Aizo-kun, apakah kalian pacaran?" tanya Akane padaku.

"Hah! Mana mungkin Aizo-kun pacaran dengan rakyat jelat sepertinya!" Celetuk seseorang gadis yang berjarak dua meja dariku, Kize. Gadis berandalan yang benar-benar menyebalkan.

Suara gebrakan meja yang cukup kencang terdengar dari arah Akane.

"Jaga ucapanmu, Kize!" Seru Akane penuh emosi.

"Apa salahku? Memang benar kan, mana mungkin gembel sepertinya bisa mendapat perhatian khusus dari Aizo-Kun," balas Kize enteng.

"A-,"

"Cukup!!!" Seruku. "Tidak ada yang salah dari ucapan brandalan itu, aku memang tidak selevel dengan Aizo-san, mungkin aku akan menjauh darinya."

Kize menyeringai, tersenyum penuh kemenangan. "Oh, Dan sebelum mengatai orang lain gembel, tolong rapihkan dulu rambutmu yang seperti gembel itu," Ucapku lalu berlalu meninggalkan kelas.

***

Kakiku melangkah ke sembarang arah, dan membawaku menuju taman belakang. Taman... tempat aku dan dia bertemu. Aku hanya bisa tertawa hambar. Sembari meregangkan tubuh di atas kursi taman.

"Mungkin ini yang terbaik, aku tak ingin lipxlip terkena skandal hanya karna gadis sepertiku," ucapku pelan.

Hening sejenak.

"Aku harus menjauh dari mereka."

"Siapa memang?" Ucap seseorang dari samping kananku, membuatku terkejut.

"A-aizo-san?!" Pekikku tertahan.

Pria denga surai pirang itu telah duduk di sampingku dengan kedua tangan yang memegangi es krim. Ia menyodorkan eskrim yang ada di tangan kanannya padaku dan kembali bertanya, "Siapa memang yang akan kau jauhi?"

Aku meraih es krim itu lalu menunduk, berusaha mengumpulkan keberanian, "Aizo-san, aku ingin berbicara serius denganmu."

Aizo menatapku penuh tanda tanya, ia lalu tersenyum lembut, namun sekilas tatapan matanya menyiratkan pandangan kesedihan. "Silahkan [Y/n]-chan,"

"Aku ingin... Agar kita menjaga jarak, aku tidak ingin LipxLip terkena skandal hanya karna gadis sepertiku," ucapku pelan, sekilas aku menatap Aizo, ia kembali tersenyum lalu mengelus rambutku pelan.

"Jika itu memang keputusan yang sudah kau tekatkan, aku akan menghargainya," ucapnya lembut.

Aku hanya terdiam sabil menggigit bawah bibirku. Perlahan aku bangkit lalu mebungkukkan badan. "Terima kasih untuk selama ini."

"Kalau begitu aku pamit," ucapku kemudian berlalu meninggalkan Aizo yang masih duduk di bangku taman.

***

Gadis itu berlalu meninggalkanku sendir di taman ini, tempat dimana kami bertemu... Untuk ke dua kalinya.

Sosoknya menghilang saat ia berbelok. Gadis yang sedari dulu ingin ku miliki kini pergi meningalkanku. Sosok yang sedari dulu ku kagumi karna bakatnya di bidang seni, meskipun saat ini dia tidak pernah lagi menyentuh benda-benda itu lagi karna suatu alasan.

"Cih lemah," ucap seseorang dari belakangku.

"Diam kau lidah ular sok kalem," ucapku tanpa melihat ke sumber suara.

"Jaga ucapanmu manusia bar-bar," ucap orang tadi sambil mengambil es krim dari tangan kiriku lalu memakannya.

"Sultan pelit ga modal, tukang nyomot makanan orang," ucapku saat Yuujiro telah duduk di samping kiriku.

"Terus aja ngatain gua, ntar cewek lu gua embat juga tau rasa lu," ucapnya sambil memakan es krim tadi dengan lahap.

Deg.

"Dia gabakalan main sama kita lagi," ucapku pelan lalu bersandar di sandaran bangku.

Yuujiro mengangkat sebelah alisnya dan menatapku aneh, "Terus lu bakalan ngelepasin dia gitu aja? Lemah banget. Kalo gua jadi lu, gua bakalan ngelakuin apa aja... Ah atau gua aja ya yang milikin tu cewe."

Aku menghela nafas berat, "Lo pikir dia bakalan mau? Disamping itu, emang ada cara biar ga munculin sakandal?"

Yuujiro bangkit dari kursi dan membuang bungkus es krim ke dalam tempat sampah. Ia berjalan meninggalkanku sambil menyeringai dan bergumam pelan, "Pendeklarasian sesuatu contohnya."

Aku terdiam, mencoba mencerna perkataannya, tapi tetap saja aku tidak paham dengan perkataannya tersebut.

***

Satu tahun berlalu, aku dan Aizo tidak lagi saling bertegur sapa. Namun, rasa suka yang ada di dadaku ini tidak menghilag, justu semakin membesar. Aneh bukan?

Saat ini aku berada di universitas yang telah ku dambakan sejak dulu. Meskipun jurusan seni sangat menggoda, tapi aku lebih memilih jurusan yang disarankan oleh orang tuaku.

"[y/n]-Chan!" aku mendengar suara yang lumayan keras saat aku hendak melangkah masuk ke dalam universitas.

Aku mengedarkan pandangan dan menemukan sosok pria dengan surai pirang, Aizo.

"Bohong... Kenapa... Kenapa kau tidak menjauhiku?" ucapku sambil menundukkan kepala saat sosoknya mulai mendekat.

"[Y/n]-chan, aku merindukanmu," ia mendekapku erat. Aku hanya terdiam seribu bahasa atas perlakuannya.

"C-chotto, Aizo-san?!" aku mendorongnya lumayan kencang, ia terlihat agak terkejut.

"Ah maaf... Aku tidak bisa mengendalikan perasaan ini... Ah ngomong-ngomong, aku mencarimu sejak bulan lalu. Aku ingin memberikan ini," ia menyodorkan selembar kertas padaku.

Aku membaca brosur yang diberikan Aizo padaku. "Lomba pembuatan komik?" gumamku pelan.

Ia mengangguk mantap. Aku haya tersenyum lembut lalu mengembalikan brosur itu padanya, "Maaf tapi aku sudah bersumpah tidak akan menjamah barang-barang yang bersangkutan dengan seni lagi."

Aizo menatapku lekat-lekat, "Begini," ia terdiam sejenak, "Aku sudah lama memendamnya, tapi sepertinya aku tida dapat menahannya lagi. [Y/n]-chan, sebenarnya aku penggemar karya senimu sejak dulu, sejak sebelum karirku dimulai dan sebelum kau berhenti menjadi seorang seniman."

Aku membulatkan pandangan, bagaimana pria ini bisa tahu soal itu?

"Aku bahkan datang saat kau mengadakan jumpa fans, ah aku sempat berfikir bagaimana cara mengalahkanmu. Namun, saat aku tahu cara untuk mengalahkanmu dengan menjadi seorang idol kau malah berhenti menjad seniman, bodoh bukan."

Aku mamandang Aizo tidak percaya, dia datang ke acara itu? Bagaimaaa aku bisa tidak ingat? "T-tunggu, Ai-"

"Ku mohon, apapun masalah yang kau hadapi, jangan pernah membohongi perasaanmu sendiri [y/n]-chan, hatiku tidak cukup kuat melihatmu tersiksa karena kegemaranmu sendiri."

"Kau tahu, selama ini aku terus mengagumimu, semakin aku mengagumimu semakin besar pula rasa sukaku padamu... Dan aku rasa aku mulai mencintaimu."

"T-tunggu sebentar, kau hanya ingin a-aku ikut k-kompetisi itu k-kan?" ucapku terbata lalu menyambar kembali brosur di tangannya kemudian aku bergegas pergi dari sana sebelum rona merah di wajahku semakin jelas terlihat.

"Manisnya," gumam aizo, semburat merah terlihat jelas di wajahnya. "Zutto mae kara... Aishiteru yo [y/n]," pria itu lalu beranjak dari tempat itu.

***

Pemenang kompetisi telah diumumkan, dan sudah ku duga, gadis itu memenangkannya dan menempati posisi pertama.

Malam ini aku telah mengajak gadis itu untuk keluar dan menemaniku makan malam.

"Maaf membuatmu menunggu lama," ucap seorang dengan suara manisnya.

"Tidak kok, selamat ya telah memenangkan kompetisi itu," ucapku.

Ia tersenyum lembut, "Harusnya aku yang bicara begitu, kata-katamu saat itu benar-benar menghancurkan belenggu yang terus mengekang hatiku, sekali lagi terima kasih."

Beberapa pelayan datang membawakan berbagai makanan yang telah ku pesan, [y/n] terlihat agak terkejut karna terlalu bayak makanan di meja.

Aku menghentikan gadis itu saat ia akan menyantap makanan yang tersedia di atas meja, "Tunggu sebentar, ada yang ingin aku berikan padamu sebagai hadiah," ucapku, ia terlihat sedkit kesal, aku hanya tertawa pelan.

Aku merogoh saku celanaku, lalu merogoh saku bajuku. "Mampus, ketinggalan!" ucapku dalam hati. Gadis di sebrang sana menatapku kesal.

Di saat aku risau, seseorang dengan pakaian pelayan dan surai biru gelap serta mengenakan topeng pesta berwarna emas datang, "Maaf Tuan, sepertinya anda melupakan hal ini," ucapnya sambil menyodorkan kotak kecil berwarna merah ke arahku.

"Yuujiro, boleh juga lo," aku lalu mengambil kotak itu. Lalu pria itu berlalu pergi ke sudut ruangan.

Keheningan tercipta.

"Ehem... Begini [y/n]-chan, maukah kau menjadi pendamping hidupku? Ya... Meskipun kita tidak akan menikah sebelum kontrak kerjaku selesai..." ucapku lembut, sambil membuka kotak kecil itu yang berisikan sebuah cincin berlian.

Gadis yang ada di depanku itu membulatkan matanya, wajahnya terlihat memerah kemudian ia menunduk.

"Huum," gumamnya sambil mengangguk pelan.

Aku meraih tangannya lalu memakaikan cincin itu di jari manis gadis tersebut.

"Kita akan bersama selamanya, kan?" tanyaku.

"Ya, selamanya."

.
.
.
_______

Rambut OC nya Kije gembel kok emang T^T

Akane : ya ampun, OC nya Kize bikin kaget Njirr :'(

Ya udah, itu aja dari kami~

Matta ne~

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top