Bab 15 (Repoooost!!)
Bahasa Kalbu
https://youtu.be/vog9ccIGafU
Percayalah hanya diriku yang paling mengerti kamu
jiwamu kasih
Dan arti kata kecewamu
Lagu dari salah satu diva Indonesia terdengar pelan mengisi kekosongan suara di antara Mitha dan kedua anaknya. Anjas dan Mara yang terlihat kecapekan hanya memandang jalanan yang mulai padat di sore itu. "Adakah orang yang benar-benar mengerti tentang kita?" tanya Mitha ketika lirik lagu itu menempel kuat di kepalanya.
"Ma," panggil Anjas.
"Kenapa, Mas?" tanyanya tanpa mengalihkan pandangan dari jalanan Surabaya. Sore di mana semua orang bergegas untuk kembali ke rumah bertemu dengan orang yang mereka sayangi.
"Teman Om Bagas tadi mendingan dari pada yang sebelumnya, Ma," kata Anjas. "Tapi wajah Mama kok jutek gitu?" Dari kedua anaknya, Anjas yang paling perhatian padanya. Sekecil apapun perubahan di wajahnya, anak lelaki itu pasti bisa membacanya. "Mama enggak suka, ya?" Mitha mengedikkan pundak mencoba terlihat acuh, dan tak ingin Anjas melihat perubahan di wajahnya saat ini.
Mitha berharap jalalan lancar tanpa ada kemacetan, karena yang diinginkannya adalah segera sampai di rumah dan menghindari pertanyaan tentang Nata dari kedua anaknya. Ia hanya tidak siap membahas siapapun saat ini, pikirannya terlalu penuh.
"Mama lagi enggak pingin bahas, ya?" tanya Anjas ketika melihatnya tidak menjawab semua pertanyaannya.
"Hari ini bikin Mama ragu aja. Mama ragu dengan keputusan untuk menerima rencana Om Bagas," jawab Mitha ketika ia menghentikan mobil di depan pintu pagar rumahnya. "Kalian berdua sudah melewati banyak hal selama tiga tahun ini. Mama Papa pisah, Papa menikah lagi dan kenyataan Mas An tahu tentang Papa pasti mempengaruhi emosi kalian. Mama enggak mau perkenalan yang Om Bagas atur membuat keadaan kita bertiga berubah."
Mitha menghentikan kedua remaja yang hendak turun, "Mama enggak mau kondisi kita yang sudah mulai normal ini berubah," katanya tanpa memutuskan pandangan dari kedua remaja yang terlihat mendengarkannya dengan seksama. "Mama sayang kalian, dan enggak mau apapun atau siapapun yang datang dan mengacaukan semua usaha kita selama tiga tahun ini."
Mara mengangguk menjawabnya, berbeda dengan Anjas yang menunggu hingga adiknya menghilang di balik pintu gerbang. "Lakukan yang menurut Mama terbaik untuk Mama, jangan menurut aku ataupun adek. Jika Mama bahagia, kamu berdua juga bahagia." Perceraian mempengaruhi mereka bertiga, Anjas masih kecil saat ia danan Aldy bercerai, tapi saat ini anak remaja itu bisa membuatnya menangis karena haru.
Hingga gelap mewarnai langit, Mitha masih belum bisa menghilangkan keraguan yang ada di kepalanya. Perkenalan yang berakhir buruk dengan dua orang teman Bagas seakan memberinya alasan untuk tidak kembali mencoba untuk membuka hati. Semesta seakan mencegahnya berbuat salah dengan memilih orang yang tidak tepat.
Ditemani segelas coklat panas di tangan, Mitha menikmati kesendiriannya di teras belakang ketika kedua anaknya sudah ada di kamar mereka. Sedangkan Rizky dan Ananta ada di rumah keluarga Ananta, menjadikan malam adalah waktu yang tepat untuk memikirkan tentang dirinya sendiri dan apa yang harus ia lakukan selanjutnya.
Ia tak bisa mencegah dirinya untuk memikirkan pernikahannya dulu. Semua dilandasi oleh cinta dan kasih sayang, tapi ternyata itu hanya ilusi. Karena cinta dan sayang Aldy untuknya terkikis seiring berjalannya waktu. Mitha pun berpikir ulang untuk memulai kembali, karena ia tak ingin mengulang kesalahan yang sama dan membuat anak-anaknya merasakan perpisahan untuk kedua kalinya.
"Pus ... meong." Mendengar itu Mitha memejamkan mata dan menghitung napas hingga tiga kali untuk menenangkan hati sebelum menoleh dan mendapati Bagas muncul untuk merusak suasana malamnya. Membuyarkan semua pikirannya, dan mengacaukan me timenya malam ini.
"Koyok perawan ae galau!"[1]
"Emang yang boleh galau cuma perawan!" hardik Mitha tidak terima dengan ejekan Bagas.
"Malam minggu, Tha! Kencan atau apa sana!" Mitha menghembuskan napas yang tiba-tiba mengganjal dadanya mendengar ejekan itu. Hanya satu orang yang cukup berani mengejeknya dengan lelucan garing setiap kali ia terlihat sedang memikirkan sesuatu.
Mitha melotot ke arah Bagas, "Heh! Situ juga jomlo, ngapain ke sini?!"
Bagas menghempaskan badan di sampingnya lalu mengambil gelas coklat dari tangannya dan menghabiskannya dalam satu tegukan. Wangi parfum pria di sebelahnya menguar mengisi indra penciumannya. "Aku kan setia kawan, Tha! Dari pada kamu merana sendiri, aku temenin," jawab Bagas yang semakin membuat Mitha meradang. "Ini enggak ada makanan, Tha? Simbok masak apa?" Mitha melirik Bagas yang bersikap seperti di rumahnya sendiri ketika Bagas berdiri membawa serta gelasnya menuju dapur. Tak lama kemudian ia tersenyum geli ketika mendengar suara Bagas tertawa bersama Simbok. "Jangan Kopi, Mbok! Nyonya marah nanti!"
Tak lama kemudian Bagas kembali dengan nampan berisi dua gelas teh panas, semangkok mie instan—yang terlihat menggoda dengan irisan cabe—dan juga sepiring kecil berisi potongan brownies. "Lama kelamaan kamu harus kasih aku uang belanja, Gas!" sindir Mitha ke arah Bagas yang sering menghabiskan waktu dan juga makanan di rumahnya.
"Tenang," jawabnya setelah menelan satu suapan mie. "Besok uang belanja Papa transfer, ya, Ma."
"Nggilan, Gas! Keri kupingku."[2] Mitha melayangkan serangan bertubi-tubi pada lengan yang sudah terbiasa menjadi sasaran Mitha.
Tawa terlontar dari bibir Bagas yang melihat Mitha cemberut karena cubitan pedas tidak membuatnya kesakitan. "Siapa suruh cubit-cubit! Makan!" perintah Bagas saat mendorong sesendok penuh mie di depan mulut perempuan yang Masih terlihat bersungut-sungut. Mitha membuka lebar mulutnya dan menerima suapan yang membuat lidahnya menarik bahagia. Pedasnya irisan cabe dan jumlah air yang tepat membuat kuah mie instan tersebut terasa lebih enak.
Menghabiskan waktu dengan makan mie kuah bersama menjadi kebiasaan mereka semenjak Mitha kembali ke rumah orang tuanya. Bagas sering menemaninya bukan untuk mendengar keluh kesahnya, tapi sekedar menjadi temannya menghabiskan waktu hingga Mitha mengusirnya karena sudah terlalu malam.
"Kenapa dua orang temanmu enggak ada yang bener, sih, Gas? Atau ini pertanda enggak seharusnya kamu comblanghin aku sama siapa-siapa." Bagas hanya menolehnya sekilas sebelum kembali menatap kegelapan malam tanpa berniat untuk menjawab curhatan Mitha. "Gas!" hardik Mitha.
"Aku udah lama kenal Denny. Orangnya ramah, mapan, sopan tapi aku enggak parnah tahu kalau dia anti anak-anak. Emang ada orang anti anak-anak, ya?"
Mitha menendang kaki Bagas, "Onok, lah. Koncomu!"[3]
Bagas tidak terlihat keberatan mendapat tendangan Mitha, bahkan ia tertawa terbahak-bahak mendapati Mitha kemarahan Mitha tentang Denny. "Nata de Coco itu orangnya asik, dia emang ngerokok—yang kamu anti banget sekarang—tapi selain itu dia orangnya emang baik. Benar-benar baik yang sampai sering di manfaatkan teman."
Keduanya menghela napas berat seakan mengusir apapun yang mengganjal di dada mereka masing-masing. "Gas," panggil Mitha.
"Hhmm," jawab Bagas yang menutup mata setelah menyandarkan kepala.
"Kamu percaya Tuhan akan kirim seseorang yang benar-benar ngerti kita, enggak? Bukan seseorang yang datang hanya sesaat tapi juga untuk menatap?"
Bagas menengok ke arah perempuan yang menatap kegelapan, terlihat seolah menambah beban berat yang tak bisa ia bagi. "Percaya," jawabnya kembali menatap ke arah yang dengan Mitha. "Tuhan akan mempertemukan kita dengan seseorang yang membawa kebaikan untuk kita dan orang-di sekitar kita."
Keduanya meraih cangkir dalam waktu yang bersamaan, menyesapnya beberapa kali sebelum meletakkan kembali ke atas meja, bersamaan. "Kita dulu kenapa bubaran, ya, Gas?"
"Hah?!" tanya Bagas yang menengok dengan cepat k arah Mitha yang masih setia menikati gelapnya malam. "Kamu kenapa, Tha?" Mitha berpikir tentang kemungkinan menemukan seseorang yang mengerti dirinya, tidak akan terjadi dalam waktu dekat.
[1] Seperti perawan saja galau.
[2] Menjijikan, Gas. Geli telingaku!
[3] Ada, teman kamu!
Nyoooh ... tak kasih bonus Mas pus meong, kali aja kangen sama keedanan Mas Bagas. Jadi teman-teman yang baru ketemu sama tulisanku, bisa tahu siapa Mas Bagas yang udah mulai bijak karena tua. whahahha
Puuuus ... Meong.
Sumpeh, geli sendiri aku ngetiknya 😂😂😂
Happy reading guys
Love, ya!
😘😘😘
Shofie
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top