Bab 1

Bagas Aditya Pratama

Senyum puas tercetak jelas di bibir Bagas saat memandang hasil kerja Ara di depannya. Bangunan satu lantai berdinding batu bata ekspos berwarna merah terlihat indah ketika pintu gebyok hasilnya berburu terpasang dengan sempurna. Senyumnya tidak akan selebar saat ini jika pintu dengan ukiran di bagian atas tersebut dibeli dari seorang pengrajin. Karena pintu gebyok yang dikirim langsung dari Jepara tersebut berusia hampir seratus tahun.

Bagas menepuk punggung seseorang yang dengan teliti membuat semua terjadi. “Mas,” sapanya.

“Hasilnya beda, kan? Kalau kita pasang pintu baru, efeknya enggak akan sebagus itu. Terlihat lebih berkarakter, Gas.” Ara beberapa kali mundur untuk mengambil gambar tampak depan butik yang dikerjakannya. “Mitha pasti seneng liatnya,” gumam kakak sepupu Mitha saat melihat hasil fotonya.

Keningnya mengernyit mendengar nama perempuan yang pernah mengisi hatinya disebut. Ia menyadari resiko ketika menerima pekerjaan dari Ara, karena ia tahu hubungan keluarga mereka. “Jam berapa dia datang, Mas?” tanya Bagas bersamaan dengan suara mesin mobil di belakang mereka.

“Tuh,” jawab Ara mengedikkan kepala ke belakangnya.

Keduanya melihat perempuan berambut panjang dengan mata yang terlihat terlalu besar untuk wajah mungilnya turun dari mobil SUV keluaran Korea, diikuti dua remaja berseragam SMP yang terlihat bersimbah keringat. “Mas, Gas,” sapa Mitha.

Anjas dan Mara—kedua anak kembar Mitha—mengucapkan salam saat keduanya mencium punggung tangannya dan Ara. Ia selalu tersenyum melihat kedua remaja yang terkadang usil seperti Aldy—mantan suami Mitha. “Pulang basket?” keduanya hanya mengangguk dan meninggalkan ketiga orang dewasa yang tak terlihat terkejut dengan sikap diam mereka.

“Siap, Tha?” tanya Ara.

Mitha memandang Ara dan Bagas bergantian sebelum meluruskan pandangan ke arah butik dengan nama Mamita di depan mereka bertiga. “Harus siap, Mas. Aku sudah siap untuk melangkah lagi!” jawab Mitha Vegas.

“Berarti siap juga dong?” pertanyaan Bagas membuat wajah Mitha berubah keruh, dan Ara menyadari itu. “Aku udah tanya mulai dari bulan kemarin, Mamita?” tanya Bagas dengan nada jengkel yang tidak pria itu tutup-tutupi

“Siap untuk apa?” Terdengar pertanyaan dari belakang mereka. “Tha?”

Bagas tertawa puas ketika melihat wajah Mitha yang memerah menahan marah saat ini. Berbeda dengan Mitha yang siap melepas dan melempar sandal wedgesnya ke arah Bagas setelah mendengar pertanyaan dari adiknya. “Bagas mau nyomblangin aku sama temen dia,” jawab Mitha pada Rizky, adik lelakinya yang berdiri di samping Ara. Mitha melotot ke arah Bagas, “Puas?!”

Bagas mengedikkan pundak acuh menanggapi pertanyaan Mitha. “Siap, enggak?” tanyanya dengan nada geli. “Aku udah bikin list bibit unggul, Tha. Mulai dari pengusaha sampai ASN.”

“Mayak! Mbok kiro aku enggak laku, Gas?”[1] tanya Mitha setelah benar-benar melempar sandal ke arah Bagas. Tiga pria dewasa tertawa terbahak-bahak di bawah pohon mangga tepat di depan butik yang akan dibuka besok pagi membuat Mitha semakin meradang. “Karepmu, wis![2] ” jawab Mitha setelah mengambil sandalnya dan menjauh dari mereka yang masih berusaha menahan tawa.

Langkah Mitha terhenti, “Awas kalau sampai Mas Aryo ngerti!” ancam Mitha ke arah mereka bertiga sebelum melewati ambang pintu memasuki rumah utama.

“Mitha beneran mau kenalan sama teman kamu, Mas?” tanya Rizky pada Bagas.

“Aku pengen ngenalin kamu sama temenku.” Mitha terdiam begitu Bagas mengatakan niatannya. Mata perempuan yang terkadang terlihat berwarna coklat tersebut terlihat semakin besar dengan sorot tajam siap membunuhnya.

“Gendeng kowe, Gas! Aku lapo mbok kenalno neng koncomu!”[3] jawab Mitha dengan berbisik karena tak ingin menimbulkan keributan, meski saat ini Bagas bisa melihat satu-satunya yang diinginkan Mitha adalah mencabik muka Bagas yang tersenyum geli ke arahnya.

“Saiki aku takon, ngenteni opo awakmu? Mantan bojomu lho wis duwe gandengan anyar! Pokoke awakmu enggak oleh nolak! Aku bakalan golekno kowe bojo!”[4]

Mitha tersedak mendengar perkataan Bagas yang diucapkan dengan nada santai. Seolah bercerita tentang pertandingan bola semalam, bukan tentang mencoba menjadi perantara baginya. “Kamu enggak bosan tidur sendiri kalau malam. Bukannya enak kalau ada yang nemenin? Jangan mau kalah sama Aldy yang nikah enggak lama setelah kalian cerai.”

Mitha bersiap untuk menggetok kepala Bagas dengan sendok di tangannya karena ia membahas kekosongan hati bahkan tentang Aldy yang sudah menikah lagi tak lama setelah perceraian mereka. “Aku enggak lagi lomba sama Mas Aldy. Dia nikah lagi juga bukan urusanku, Gas!”

“Tha … Sebagai mantan pacar dan juga sahabat kamu. Rasanya enggak adil kalau kamu merana karena ditinggal suami kamu selingkuh,” kata Bagas tanpa berusaha memperhalus kata-katanya. Mitha terlihat terkejut karena Bagas mengetahui tentang masalah rumah tangganya. “Halah, enggak usah di tutupi. Aku ngerti suami kamu selingkuh, karena beberapa kali lihat dia jalan sama perempuan lain.” Mitha terlihat tidak percaya Bagas mengetahui cerita tentang mantan suaminya. “Sorry, Tha, aku enggak kasih tahu kamu.”

Mitha mengarahkan pandangan ke segala penjuru kecuali pada Bagas yang terlihat kikuk di depannya. Bagas tidak pernah bermaksud untuk menutupi kelakuan Aldy, ia hanya merasa bukan haknya untuk menceritakan kebejatan temannya tersebut. Meski saat ini ia menyesal kenapa tidak menceritakan pada Mitha semenjak ia mengetahui ketidaksetiaan Aldy. “Jadi nyomblangin aku itu bagian dari rasa bersalah kamu?” tanya Mitha tanpa mengalihkan pandangan ke arah Bagas yang meringis menunjukkan gigi rapinya. Pria yang dulu juga mengenalkannya pada Aldy tersebut menatap dengan penuh penyesalan. “Enggak usah merasa bersalah gitu, Gas! Meski dulu kamu yang ngenalin aku ke Mas Aldy,” kata Mitha.

Bagas memajukan badan dan memandang lekat ke arahnya, “Aku beneran pengen lihat kamu move on, Tha! Mungkin caraku aneh, tapi percayalah, aku punya beberapa bibit unggul yang jauh lebih bagus ketimbang suami peselingkuh kamu itu.”

“Bibit unggul,” ejek Mitha menyembunyikan kegetiran di hatinya mengingat rayuan Bagas tentang Aldy sebelum ia setuju untuk berkenalan dengan pria yang menurunkan senyum manisnya pada Mara. Meskipun ia terkejut mendapati Bagas mengetahui kelakuan Aldy, tapi ia tak ingin membuat suasana menjadi canggung. “Aku enggak mau kamu carikan suami, Gas!”

“Telat! Aku sudah mulai menyusun kandidat.”

“Harus mau, Ky,” jawab Bagas ketika teringat pertemuan sebulan lalu. Meski ia tahu Mitha menyetujui misinya hanya setengah hati.

Good luck,” kata Ara dan Rizky bersamaan. Karena keduanya mengenal Mitha, perempuan yang resmi bercerai tiga tahun yang lalu tersebut tidak ingin mencari suami saat ini. Yang ada di pikiran saudara perempuan mereka hanya kebahagiaan kedua anak kembarnya bukan dirinya.

[1] Sialan. Kamu kira aku enggak laku, Gas!

[2] Terserah kamu!

[3] Gila kamu, Gas! Ngapain kamu pengen aku kenalan sama teman kamu?!

[4] Sekarang aku tanya, kamu nungguin apa? Mantan suami kamu sudah punya istri baru. Pokoknya kamu enggak boleh nolak. Aku akan mencarikan kamu suami.


Yuhuuuuu ... Let's gooooo
Mari kita mulai perjalanan penuh polisi tidur ala Mas Bagas.

Pasti pada ngenalin ada siapa saja di atas. Lumayan jadi obat pengusir rindu 😂😂
Semoga marathon ini bisa membawa kebahagiaan untuk kita semua.

Love, ya!
😘😘😘
Shofie

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top