[BAB 7]

Paul berhasil memasuki ruang bawah tanah. Dia membawa serta Gregory dengan keadaan pingsan, karena perbuatannya yang memukul leher belakang pria itu hingga tak sadarkan diri.

Dia meletakkan tubuh Gregory menyandar kepada pintu bawah tanah yang tertutup. Di sana, dia mulai mencari segala macam informasi. Dia berputar dan mengacak-ngacak semua barang yang ada di sana.

"Aku harus mencari apa? Bukti apa yang Jareth katakan?" tanya Paul kesal karena tak menemukan apapun. "Sebaiknya aku kembali saja dan mulai menyiapkan sesi kematian Duke pembunuh itu."

Paul melihat Gregory yang masih pingsan dan kemudian beralih menatap sebuah peti yang cukup besar di bawah tangga-- tepat di sisi kiri Gregory. Dia berjalan mendekati peti yang tidak terkunci itu. Peti itu di bukanya dan dia melihat banyak foto di dalamnya, termasuk barang-barang lainnya. Seperti jam tangan, perhiasan, pemantik api, dan pistol. Alat mata-mata.

Dia mengambil beberapa foto dan melihat sebuah foto yang terdapat banyak orang di dalam gambar tersebut.

Ayahnya, ibunya, Duke of Ailesbury dan istrinya, dan juga Binardo.

"Ada apa dengan semua ini?" tanya Paul kebingungan. Paul melihat sebuah buku berdebu. Dia membukanya.

Sudah lama aku menampik perasaan ini, Binardo. Aku tidak mencintaimu. Aku hanya mencintai Erlan. Kau sudah tahu bahwa aku melahirkan anakmu, aku sudah memberikannya nama. Namanya Isabelle Rowlins. Tapi, biarkan aku saja yang mengurusnya bersama Erlan. Aku tidak akan melarangmu untuk bertemu dengan dirinya. Tapi, tolong jangan ganggu aku lagi dengan Erlan, ini jalan terbaik untuk kita berdua. Carilah kebahagiaanmu Binardo. Aku selalu menyayangimu sebagai saudaraku. Terimakasih.

Grace Rowlins.

Mendadak tubuh Paul membeku, kaku. "Apa yang sebenarnya terjadi?" tanyanya.

Gregory merasakan kepalanya berdenyut. Dia harus mengerjap beberapa kali untuk memperjelas penglihatannya. Sadar dia sedang berada di ruang bawah tanah, dia melihat sosok perempuan dengan baju anggun membelakanginya.

"Siapa kau?" Gregory bersuara. Paul tercekat. Dia berdiri kemudian berbalik menatap pria yang sudah berdiri di hadapannya.

"Jangan mendekat!" ucap Paul tegas.

"Siapa kau?" tanya Gregory. Sejenak pria itu bergeming. Dia mengingat pakaian wanita ini dan juga topeng yang dikenakannya. Yang dia lihat di pesta Paul dan yang tadi mengintipnya di dalam estat. "Kau ...,"

"Jangan bicara!" bentak Paul.

"Kau siapa? Untuk apa kau berada di sini? Apa yang kau inginkan? Kau ini pencuri?" tanya Gregory bertubi-tubi.

Paul hanya terdiam, tidak menjawab kata-kata Gregory. Seketika semuanya menjadi gelap. Lampu minyak padam dan suara pintu ruang bawah tanah tertutup, lalu menimbulkan bunyi kunci yang berputar.

Paul bergerak cepat dalam kegelapan. Dia mendorong pintu itu, namun tidak ada hasilnya. Pintu itu terkunci dan mengurung mereka.

"Hei. Kau di mana? Jangan meninggalkan aku sendirian di sini," teriak Gregory.

"Aku di sini," jawab Paul. "Di ruang bawah tanah ini, apa tidak ada jendela?"

"Tidak ada," jawab Gregory. "Kenapa?"

"Kita terkunci. Kalau kita berlama-lama di sini. Kita bisa kehabisan napas."

"Siapa yang mengunci pintunya?" tanya Gregory geram.

"Aku tidak tahu. Sepertinya pembunuh itu tahu aku di sini. Dia ingin membunuhku terlebih dahulu, sebelum aku membunuhnya. Pintar sekali."

"Maksudmu?" tanya Gregory bingung. Dia sama sekali tidak mengerti apa yang dikatakan wanita itu. Pembunuh? Sejak kapan di estat besarnya ini ada pembunuh?

"Ayahmu adalah seorang pembunuh, Gregory!" bentak Paul telak.

"Apa? Ayahku?" tanya Gregory. "Ayahku seorang pembunuh?" Dia tertawa. "Kau ini siapa yang berani-beraninya berkata seenak jidatmu, huh?"

"Aku tidak mengucapkan omong kosong. Tapi, memang ayahmu adalah seorang pembunuh keji. Dia membunuh keluargaku!"

"Siapa kau?" tanya Gregory.

"Kau tidak perlu tahu siapa aku, Gregory!" ucap Paul, tegas.

"Tapi, aku perlu tahu kau siapa!" Gregory menarik lengan Paul, melepas dan membuang topeng wanita itu, lalu mengambil pemantik api di dalam saku celananya.

Saat pemantik api itu menyala, keduanya memasang wajah keterkejutan.

Paul tidak menyangka bahwa Gregory bisa ahli bergerak cepat menangkap basah dirinya.

Dan ...

Gregory tidak menyangka menemukan bahwa wanita yang berada di balik topeng itu adalah Paul.

**

"Jadi kau selama ini memata-matai keluargaku?" tanya Gregory dengan nada dingin tak percaya. "Dan kau mengatakan bahwa ayahku yang telah membunuh keluargamu? Apa buktinya?"

Paul menatap Gregory tajam, meski tahu pria itu tidak dapat melihatnya. "Buktinya cukup jelas. Dia menyuruh pelayannya untuk menyelidiki aku. Dia menyelidikinya, agar dia tidak terbunuh duluan olehku."

"Aku tidak percaya ini. Kau yang pembunuh, jangan libatkan ayahku dalam kasus pembunuhan. Ayahku tak pernah melakukannya!" bentak Gregory.

Seketika Paul terusik oleh buku kusam yang ada di tangannya. Tulisan ibunya. Binardo-- pikir Paul. Semuanya masih terasa abu-abu. Paul tidak bisa lagi berpikir. Otaknya lemah, kepalanya pusing diakibatkan oksigen semakin menghilang di sekitarnya.

"Paul ...," panggil Gregory. Paul menjatuhkan kepalanya dan di tangkap oleh Gregory. "Paul ...," panggil Gregory cemas sambil menepuk-nepuk pipi gadis itu lembut.

Dia harus segera membawa Paul keluar dari ruang bawah tanah, sebelum dirinya berakhir seperti Paul dan mati bersama di dalam ruangan itu.

"Paul!" teriak seseorang dari luar pintu ruang bawah tanah.

"Tolong cepat buka pintunya, kalau tidak Paul bisa mati kehabisan napas!" teriak Gregory menyauti teriakan dari luar. Beberapa menit, dia tidak mendengar suara apa-apa lagi. Baru saja dia ingin mendobrak pintu itu, suara itu kembali.

"Aku akan membukannya sekarang. Bertahanlah Paul!" teriak seseorang itu-- seorang pria.

Entah kenapa Gregory merasa ada hal yang aneh dalam dirinya. Dia merasa marah saat mendengar orang lain meneriaki nama Paul dengan khawatir. Seakan-akan, Paul adalah miliknya. Tidak ada yang boleh mengkhawatirkan gadis itu selain dirinya.

Namun, pikiran itu membuatnya menggeleng cepat. Dia berlari ke arah Paul, mencari tubuh lemah dan kecil itu yang tadi diletakkannya di lantai, lalu menggendongnya. Dia menunggu di depan pintu. Menunggu pintu itu terbuka.

Setelah terbuka, dia melihat seorang pria dengan pakaian bangsawan seperti dirinya, berdiri dengan wajah cemas.

"Apa yang terjadi padanya?" tanya pria itu.

"Dia kehabisan napas," jawab Gregory dingin. Dia berlari membawa Paul ke dalam kamarnya, diikuti oleh pria bangsawan itu juga dari belakang. "Panggilkan dokter! Cepat!" perintah Gregory kepada pelayannya.

Para pelayannya bergerak cepat. Tidak lama kemudian, dokter yang bernama Tian masuk ke dalam kamar glamour itu. Segera Tian memeriksa keadaan wanita yang terbaring lemah di atas tempat tidur itu, saat Gregory mengamuk tak sabar kepadanya.

"Bagaimana keadaanya?" tanyanya tak sabar. Tian menangkap air wajah pria itu yang sudah sangat khawatir.

"Dia baik-baik saja. Hanya butuh lebih banyak istirahat," jelas Tian. "Sepertinya dia cukup stres. Kalau begitu. Saya permisi, My Lord."

Gregory mengangguk. Setelah Tian keluar, dia melihat pria yang menolongnya dan Paul masih berdiri di sampingnya. "Terima kasih sudah menolong kami. Bisa Anda jelaskan, Anda siapa?"

Jareth tidak tahu harus mengatakan apa kepada Gregory. Apakah pria itu harus tahu tentang dia dan Paul? Meski Jareth yakin, Paul sudah membuka jati dirinya karena wanita itu pingsan dan di bawa oleh tangan Gregory dengan pakaian mata-mata yang di kenakan wanita itu.

Dia juga tidak bisa berlama-lama menyembunyikan ini. Dirinya tahu, jika dia membeberkan semuanya, dia akan celaka. Tapi, bagaimana dengan Paul. Dia tidak mau Paul celaka dan menyesal pada akhirnya. Dia harus mengakhiri ini, meski nyawanyalah yang menjadi taruhannya.

"Jaga dia Gregory! Bawa dia kembali ke ruang bawah tanah dan suruh dia cari tahu semuanya setelah dia sadar! Aku akan mencoba menangani semuanya. Ayahmu bukanlah pembunuh. Ingatkan padanya tentang hal itu!" Jareth berlari keluar setelah mengatakan hal itu.

"Apa maksudnya?" tanya Gregory bingung.

**

Paul tersadar. Dia mengerjap pelan, merasa ada yang memeluk pinggulnya, dia melirik sisi kirinya-- mendapati Gregory sedang tertidur sambil memeluknya. Paul terlonjak, dia menyingkirkan lengan Gregory yang melingkar di pinggulnya, membuat pria itu mengerjap-- terbangun.

"Apa yang kau lakukan?" tanya Paul.

"Hai wanita di balik topeng. Bagaimana keadaanmu?" bisik Gregory. "Aku tahu kau adalah seorang mata-mata sekarang. Lalu, apa yang akan kau lakukan sekarang setelah tertangkap basah?"

"Membunuh ayahmu!" Paul menatap tajam mata Gregory.

"Apakah kau seorang mata-mata yang sangat payah?" tanya Gregory. "Temanmu saja berkata kepadaku untuk mencari bukti lagi, karena bukan ayahkulah pembunuhnya."

Paul terdiam. Apa maksudnya temanku itu Jareth? Tapi, kenapa Jareth mengatakan bahwa bukan ayahnya Gregory pembunuhnya?-- batin Paul.

Paul menyibak selimut dan segera berlari keluar dari kamarnya, sementara Gregory menyusul di belakangnya. Suara tembakan seketika terdengar di luar estat. Tergesa-gesa, Paul berlari keluar estat-- melihat dan menyaksikan Jareth jatuh tersungkur ke tanah terkena tembakan dan Binardo berdiri di ujung dengan tangan yang masih terancung memegang pistolnya.

"Mr. Bean!" teriak Paul. Dia berlari menghampiri Jareth yang kesakitan. "Apa yang kau lakukan padanya?" teriaknya lagi.

"Pa ... Paul ...," ucap Jareth terbata-bata dengan wajah pucatnya. Pria itu memegangi dadanya yang berdarah-- peluru masuk ke dalam dadanya.

Paul menangis histeris. "Bertahanlah, Jareth. Kumohon bertahanlah!"

"Binardo ...," belum sempat mengatakan apapun, Jareth sudah pingsan-- menutup matanya.

"Jareth!" teriaknya.

"Awas!" Paul terdorong. Dia meringis, kemudian melihat sang Duke tersenyum kecil. "Gregory, cepat panggilkan Tian segera!"

"Ayah ...," Gregory bergumam.

"Cepat!" Segera Gregory menyuruh pelayannya memanggil Tian.

"Tunggu di sini. Aku akan menghadapinya," ucap sang Duke kepada Paul sebelum berlari mengejar Binardo.

Paul terdiam sejenak. Tidak! Dialah yang harus menangkap pembunuh itu. Paul ikut berlari mengejar sang Duke yang sudah cukup jauh di depannya.

"Aku akan mendapatkanmu!"

***

290617

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top