[BAB 6]
Setelah kejadian malam dua hari yang lalu, Paul semakin menjaga sikap dan gerak-geriknya di setiap tempat. Untuk mencari cela menjadi bunglon di dalam estat besar itu nyatanya sedikit sulit untuknya, karena setiap beberapa kali Paul mulai ingin menyelidiki, selalu ada yang mengganggunya. Meskipun estat besar seperti ini, ternyata di dalamnya cukup ramai dengan berbagai macam manusianya.
Setelah menemani Erika seharian belajar mengenai tata krama seorang lady, mengajari menunggangi kuda, dan makan malam bersama keluarga Gregory-- tanpa pria bangsawan muda itu, di karena pria itu sedang mengurus perkebunan kapasnya, Paul kembali ke dalam kamarnya terduduk lemas di atas tempat tidurnya.
Dia mencoba berpikir karena sudah dua hari dia tidak melakukan misi apapun. Membaringkan diri di atas tempat tidur dan baru saja dia akan menutup mata, seseorang mengetuk pintu kamarnya. Segera dia bangkit dan berlari kecil membuka pintu.
Di hadapannya Gregory berdiri--berusaha untuk berdiri tegap dengan wajah memerah dan mata sayu. Bibirnya menyunggingkan senyum lebar merekah dan menggumamkan beberapa kata-kata-- menyalurkan napasnya yang beraroma alkohol.
Paul mengernyit mencium aroma tersebut. "Apa yang--" Belum sempat Paul menyelesaikan kalimatnya, Gregory malah mendorong Paul masuk, mendorong pintu dengan salah satu kakinya hingga tertutup rapat. Gregory lantas menyudutkan Paul ke dinding-- mengulum bibir wanita muda itu secara menggebu-gebu.
Paul berusaha meronta sekuat tenaga dari cengkraman tangan Gregory yang menahan kedua tangannya dan berusaha untuk menjauhi wajahnya dari Gregory. Alih-alih menjauhkan, Gregory malah menurunkan ciumannya ke leher jenjang milik Paul, hingga suara aneh seketika keluar spontan dari bibirnya.
Apa itu?-- pikirnya.
Gregory semakin menurunkan ciumannya, satu tangannya melepaskan tangan Paul-- berniat untuk membuka kancing baju wanita itu, namun di situlah kesempatan bagi Paul untuk bertindak. Wanita itu mendorong Gregory dengan satu tangan dan satu kakinya dengan kuat, hingga dirinya berhasil lepas dari perbuatan Gregory yang bertubi-tubi-- yang mungkin saja hampir membuatnya melayang.
"Paul," gumam Gregory, mencoba untuk bangkit berdiri.
"Kau gila! Apa yang baru saja ingin kau lakukan kepadaku, Gregory?" bentak Paul telak.
"Aku ... aku menginginkanmu ... sayang," katanya terbata, dengan nada serak. Paul merasakan kedua pipinya memanas. Jantungnya seketika berdetak tidak karuan.
Ada apa dengan dirinya?
Mata Gregory semakin mengelap menatap Paul. Setelah berhasil berdiri, kali ini Gregory kembali mendorong Paul ke tempat tidur. Dengan hasrat laparnya yang tidak tertatankan lagi, tanpa memperdulikan rontaan Paul di bawahnya, Gregory merobek gaun sederhana yang dipakai oleh wanita itu.
Sejenak Gregory terdiam mengamati bagian tubuh Paul yang sudah terekspos di depan matanya. Belum sempat menyantap makan malamnya, Paul sudah lebih dulu menendang selangkangannya hingga Gregory terjatuh ke lantai dan tidak sadarkan diri.
"Ini gila!" umpat Paul.
Dia segera mengganti pakaiannya dengan yang baru, kemudian menghidupkan lampu minyak. Dia mengarahkan lampu itu kepada Gregory yang tergeletak di lantai kamarnya. Tak berdaya. Dia duduk di samping tubuh Gregory, menatap wajahnya.
Ada sesuatu yang seketika mengganjal hatinya. Tapi, dia sungguh tidak mengerti itu apa. Dia menyentuh dadanya saat melihat bibir Gregory, merasakan jantungnya memompa tidak teratur sambil menyentuh bibirnya sendiri.
Paul menggeleng pelan, berusaha menghilangkan pikiran yang seketika merasuki kepalanya saat Gregory menyentuhnya. Dia segera membopong tubuh Gregory-- membawa pria itu ke kamarnya.
Setelah mengantar Gregory ke kamarnya, Paul melihat ruangan kerja sang Duke-- ayah Gregory. Paul mengintip dan melihat Duke of Ailesbury sedang berbicara kepada dua orang pelayannya.
"Membicarakan apa mereka larut malam seperti ini?" gumam Paul, pelan. Dia mempertajam pendengarannya.
"Kalian sudah mendapatkan apa saja informasi tentang wanita itu?" Suara Duke of Aliesbury.
"Kami tidak mendapatkan apa pun, Your Grace. Dia bersih. Dia bukan mata-matanya Binardo," ucap salah satu pelayan itu.
Paul sedikit terkejut mendengarnya. Jadi, Duke Ailesbury mengenal Binardo. Dia mengeluarkan pemantik api dari dalam sakunya saat dia melihat Duke tersebut mengeluarkan cerutunya. Paul menggerakkan tangannya cepat meletakkan pemantik apinya yang berisi kamera di atas meja kecil di samping pintu ruangan itu. Dia kembali bersembunyi dan melihat pelayan yang sejak tadi hanya mendengarkan, menangkap umpannya. Dia kembali mengintip saat pemantik api itu berhasil sampai ke tangan sang Duke.
"Terus awasi dia. Aku masih curiga pada gadis itu. Alasannya memang masuk akal, tapi terasa janggal untuk wanita seperti dia," ucap sang Duke.
"Mengapa, Your Grace?" Pelayan yang bertanya tadi kembali bertanya.
Sepertinya pelayan itu sangat dekat dengan sang Duke-- pikirnya.
"Karena dia sangat mirip dengan-- "
Bruk.
"Hei, siapa di sana?" teriak pelayan yang menurut Paul dekat dengan sang Duke. Pelayan itu berlari keluar dan melihat Gregory sedang di bopong oleh Paul. "My Lord ... anda kenapa?" tanya pelayan itu, cemas.
"Dia mabuk. Bisakah kau menolongku membopongnya ke kamar?" tanya Paul.
"Tentu saja. Biar saya yang membawanya, My Lady." Pelayan itu langsung mengambil alih beban tubuh Gregory pada dirinya.
Sang Duke keluar dan melihat Paul berdiri di depan pintunya. "Apa yang sudah terjadi?" tanyanya.
"Dia sedang mabuk dan hampir memperkosaku, Your Grace. Sepertinya, putramu sedang memikirkan banyak hal," jawab Paul.
Sang Duke terdiam. "Maaf atas ketidaknyamanan ini. Besok pagi, aku akan berbicara kepadanya. Kau bisa kembali istirahat, Lady."
"Terimakasih, Your Grace. Saya permisi." Paul segera meninggalkan tempat itu. Sedikit kecewa, seharusnya dia mendapatkan informasi berharga itu sedikit lagi. Tapi, apa boleh buat. Setidaknya dia sudah mendapatkan sedikit titik kecerahan, karena yang menjadi target pembunuh sudah di dapatkannya. "Duke of Ailesbury," gumamnya.
**
Pagi-pagi sekali, Paul bergegas menuju ke ruangan kerja sang Duke. Dia mencari pemantik api yang semalam dia tinggalkan untuk penyelidikan. Tapi, hingga beberapa kali memutar ruangan beserta mengecek dan juga mengacak-ngacak, dia masih juga tidak menemukannya.
"Apa jangan-jangan ...,"
"Mencari apa, My Lady?" Paul sontak menoleh dan melihat Jareth berada di dalam kamar tersebut.
"Jareth ...," gumam Paul. "Sedang apa kau di sini?"
"Aku datang untuk membantumu," jawab Jareth.
"Kau ... kau tidak bisa di sini." Paul menarik tangan Jareth dan tergesa-gesa berjalan menuju ke kamarnya. "Aku sudah mendapatkan siapa si pembunuh itu, jadi kau bisa kembali pulang. Aku akan mengurusnya sendiri."
"Aku tidak akan menghancurkan misimu, Paul. Aku datang karena tidak ingin kau melakukan hal yang akan membuatmu menyesal," ucap Jareth berbisik pelan.
"Apa maksudmu?" tanya Paul tak mengerti.
"Aku seharusnya memberitahumu sekarang. Tapi, aku bisa mati di tempat jika aku memberitahumu secara langsung," bisik Jareth semakin pelan.
Paul mengernyit. "Aku tidak mengerti apa maksudmu."
"Carilah bukti di ruang bawah tanah. Kau harus melakukannya malam ini juga! Aku akan menjagamu dari belakang," bisik Jareth semakin pelan. "Ada yang memata-matai kita. Kau ingin berakting?"
"Jareth, kembalilah. Aku janji, tidak akan terjadi apa-apa kepadaku," ucap Paul. Dia mengedipkan salah satu matanya-- sangat pelan. Jareth menangkap sinyal itu.
"Tapi, aku ingin jujur satu hal kepadamu, Paul." Jareth menggenggam kedua tangan Paul. Wanita itu sedikit kebingungan. Dia melihat Jareth yang menatapnya lelah. "Aku ingin mengatakannya sebelum semuanya terlambat."
"Mengatakan apa?" tanya Paul bingung. Drama seperti apa ini?-- pikirnya.
Jareth dengan berani mengecup sudut bibir Paul. Paul seketika terkesiap menerima perlakuan Jareth kepadanya. Dia menyentuh bibirnya-- untuk kedua kalinya, dengan orang yang berbeda.
Apa-apaan ini?
"Kau ...,"
"Aku mencintaimu, Paul," ucap Jareth memotong kalimat yang akan dikelurkan oleh Paul.
Paul terdiam. Dia tidak merasakan sesuatu apapun saat Jareth mengungkapkan isi hatinya. Dia tidak merasakan jantungnya berdetak abnormal saat Jareth menciumnya. Berbeda saat Gregory yang melakukannya semalam.
Paul menggeleng kuat. Apa yang dia pikirkan? Tidak mungkin kan jika dia menyukai Gregory?
Jaret menangkup kedua pipi Paul. "Paul, ada apa?"
Paul menggeleng. Dia melepaskan kedua tangan Jareth yang menangkup kedua pipinya. "Apa? Kau mengatakan apa tadi?" tanya Paul, masih tak percaya.
"Aku bertanya ada apa?" jawab Jareth.
Paul menggeleng lagi. "Bukan yang itu."
Jareth mengernyit. "Lalu?"
"Yang sebelumnya!" tuntut Paul.
"Aku mencintaimu?" tanya Jareth. Paul terdiam. "Aku ... aku sudah lama merasakan ini, Paul. Percayalah. Selama ini aku melarangmu dan frustasi karena kau keras kepala, itu semua karena aku mencintaimu. Aku tidak ingin kau menyakiti dirimu sendiri. Aku sungguh ingin melindungimu. Maka biarkan aku membantumu, Paul. Kumohon!" pinta Jareth.
"Tapi aku ... aku hanya menganggapmu sebagai kakakku ...,"
"Kau tidak perlu menjawab sekarang, Paul. Aku ... akan menunggumu." Jareth mendekatkan wajahnya ke telinga Paul. "Aku jujur. Dan kumohon lakukanlah misi yang aku berikan. Jaga dirimu sebaik-baiknya, aku menjagamu dari belakang!" bisiknya.
Jareth berkata jujur?-- pikir Paul.
"Jangan pikirkan sekarang. Aku akan pergi jika kau ingin aku pergi. Aku mencintaimu." Jareth mencium kening Paul dan segera keluar dari kamar itu.
Aku masih tidak mengerti Jareth-- batin Paul.
**
Meski bingung dengan keadaan yang tadi pagi dia dapatkan dari Jareth, Paul tetap menjalankan tugasnya untuk memasuki ruang bawah tanah. Dia memakai baju mata-matanya dan memakai topengnya, berjalan keluar dari kamarnya dengan perlahan.
Sesekali mata pelayan hampir menangkapnya. Untungnya dia berhasil bersembunyi di balik dinding seperti seekor bunglon. Dia menangkap sosok Gregory yang berdiri di ambang pintu kamarnya-- sedang memarahi pelayannya. Diam-diam, Paul menatap wajah sempurna Gregory-- kemudian tatapannya jatuh kepada bibir Gregory.
Paul menampar pipinya sendiri. "Sialan. Fokus Paul!"
Paul kembali melihat ke arah di mana Gregory berdiri memarahi pelayan. Tapi, nihil. Gregory menghilang entah kemana. Seketika seseorang menyentuh bahunya dari belakang.
"Siapa kau?"
"Gregory ...,"
***
290617
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top