[BAB 3]
"Paul, apa yang sudah kau lakukan?" tanya Jareth, menggeleng tak habis pikir. Beruntungnya, Jareth melihat Paul dan langsung menarik wanita itu, hingga peluru itu hanya mengenai kaca besar yang berada di ruangan pesta.
Kemudian, Binardo memutuskan untuk membubarkan pesta. Sementara itu, Jareth langsung menyeret Paul masuk ke dalam kamar wanita itu.
"Aku ingat kata-kata itu, Jareth. Aku yakin dia yang sudah membunuh keluargaku!" Paul hampir saja berteriak, namun mengingat pesta baru saja di bubarkan dan kemungkinan besar beberapa orang masih berada di dalam kediaman mereka, Paul menahan suaranya.
"Kata-kata apa, Paul? Apa yang diucapkan pria itu kepadamu?"
Aku tak akan menyakitimu ...
"Aku tak akan menyakitimu ...," jawab Paul. "Saat di hutan, kau ingat kata-kata itu, kan?"
"Ya, aku ingat."
"Dia mengatakan hal itu padaku!" Paul mengeram.
"Semua orang bisa mengatakan hal itu, Paul!" jawab Jareth. "Apa suaranya sama persis seperti tiga tahun yang lalu?"
Paul mengernyit saat mencoba mengingat Gregory mengucapkan kata-kata itu dengan suaranya.
Tidak ada kemiripan.
Suara yang dulu di dengarnya penuh kedinginan, tawa sinis dan keremehan di dalamnya.
Paul menggeleng lemah.
Jareth mengeram. "Sudah aku katakan, biar aku saja yang mencari pembunuh itu dan membawanya kepadamu!"
Tangan Paul mengepal erat. Kemudian wanita itu bergetar saat air matanya mengalir jatuh dari pelupuk matanya.
Jareth menghembuskan napas, lemah. "Kau terlalu berambisi dan membawa perasaanmu sampai ke misi, itulah yang membuatmu ceroboh seperti ini. Kau bisa menghancurkan misi kita."
"Maaf," isak Paul, pelan.
"Apa sekarang kau bisa mendengarkanku? Biarkan aku saja yang mencari pembunuh itu untukmu!"
Paul akhirnya mengangguk, pelan.
"Baiklah, kau bisa tidur sekarang." Jareth menghapus jejak air mata Paul.
Jareth membantu Paul tiduran dan menyelimuti tubuh wanita itu dengan selimut. Kemudian dia menunggu hingga Paul tertidur. Mendengar dengkuran halus dan napas teratur dari Paul, barulah dia meninggalkan kamar itu.
🎭🎭
Gregory membawa Erika menghampiri Binardo, setelah pria berumur itu telah mengakhiri pestanya.
"Apa yang sebenarnya sudah terjadi di sini?"
"Aku juga tidak tahu, Maddox. Aku rasa ada yang mengincar seseorang di sini dan ingin membunuhnya," ucap Binardo dengan nada prihatin. "Untunglah para penjaga melihat dan langsung mengejar orang itu."
"Bagaimana dengan putrimu, My Lord? Apakah dia baik-baik saja?" tanya Gregory akhirnya, sementara di sebelahnya, Erika sudah tersenyum dengan sangat tipis.
"Dia tidak apa-apa," jawab Binardo. "Maafkan atas tingkahnya tadi, Maddox. Aku rasa dia kelewat gugup, hingga membuat tubuhnya sedikit panas," lanjut Binardo. "Sepertinya ... putriku benar-benar menyukaimu."
"Cukup terus terang," Gregory tersenyum tipis. "Sepertinya, kami harus segera kembali. Terimakasih atas undangannya."
"Suatu kehormatan bagi kami, karena kau telah bersedia menghadiri pesta kecil ini."
Gregory membungkuk sekilas, kemudian berlalu pergi meninggalkan ruang pesta itu bersama dengan Erika.
"Kau menyukainya," tebak Erika, saat mereka sudah duduk di dalam kereta kuda.
"Apa yang sedang kau bicarakan, Erika?" tanya Gregory.
"Lady Aldercy. Kau menyukainya," tebaknya lagi.
"Sebenarnya ... aku hanya penasaran dengannya." Gregory tersenyum tipis. "Kalau kau mengatakan aku menyukai wanita itu, tentu saja. Dia cantik."
"Aku akan mengabarkan berita baik ini pada ibu," ucapnya, bangga. "Akhirnya, kakakku akan menikah."
"Aku tidak akan menikahinya, Erika, karena aku hanya penasaran dengannya. Dan perlu kau tahu, itu bukan sejenis pernyataan bahwa aku akan mengikat diriku dengannya. Kau mengerti?"
🎭🎭
Setelah dua jam keretanya berjalan tanpa henti, Paul akhirnya telah sampai dan memasuki kawasan Abergavenny, di mana tempat kediaman Marquess of Ailesbury. Dia menghentikan kereta kuda yang dinaikinya, kemudian berhenti tepat di depan estat besar tersebut.
Dia kemudian turun dari pelananya dan berjalan menuju pintu masuk. Langit masih sangat gelap, seorang penjaga yang masih terjaga tiba-tiba menghampirinya.
"Siapa Anda?"
"Saya Lady Aldercy. Bisa saya menemui Marquess of Ailesbury?" tanya Paul, tubuhnya sedikit menggigil akibat melalui perjalanan malam tanpa baju hangatnya.
"Tunggu sebentar,"
Penjaga itu kemudian masuk ke dalam estat dan menyuruh seorang pelayan untuk memanggil lord-nya.
Tidak lama kemudian, pintu kembali terbuka. Gregory muncul setelahnya dan sedikit terkejut dengan kedatangan wanita yang berdiri di hadapannya. Tentu saja, karena itu Paul—wanita yang berhasil membuatnya penasaran. Gregory dengan cepat melenyapkan rasa terkejutnya dan mengernyit penasaran.
Apa yang tengah dilakukan wanita ini hingga dia ada di depan pintunya?
Paul membungkuk sekilas. "Selamat malam, My Lord," ucapnya dengan nada bergetar—dia kedinginan. "Maaf, aku telah mengganggu waktu istirahat Anda."
"Ya," jawab Gregory. "Bisa kau jelaskan, kenapa kau tengah malam ada di estatku dan ingin menemuiku?"
"Bisakah kau membiarkanku masuk sebelum menjawab pertanyaanmu? Aku sudah sangat kedinginan," ucap Paul. Ada nada sini di ujung kalimatnya.
Biasanya untuk seorang bangsawan sepertinya, pasti akan sedikit tersinggung dengan apa yang diucapkan Paul. Tapi, tidak untuk Gregory. Pria bangsawan itu malah tersenyum tipis dan semakin penasaran dengan wanita di hadapannya.
"Baiklah." Gregory membuka pintunya. "Silahkan masuk."
Gregory membawa Paul masuk ke dalam ruang tamu dan Paul langsung duduk diatas sofa tamu, tanpa dipersilahkan oleh Gregory terlebih dahulu.
Wanita bangsawan yang sangat unik dan tidak tahu tata krama.
Gregory kemudian mengambil tempat duduk di kursi panjang lainnya dan duduk berhadapan dengan Paul. Dia menatap Paul dari atas hingga ke bawah.
Wanita itu masih memakai pakaian pestanya tadi malam, tetapi riasan wajahnya sudah tidak sempurna. Rambutnya terlihat sudah kusut, matanya sedikit membengkak dan bibirnya memucat.
"Apa sekarang, kau sudah bisa menjelaskannya?" tanya Gregory, langsung kepada intinya. Dia sudah sangat penasaran.
"Tidak bisakah terlebih dahulu kau menyuruh pelayanmu untuk memberikanku air hangat dan selimut hangat? Aku sudah sangat haus dan kedinginan," ucap Paul, terdengar memerintah.
Gregory mengernyit. Apakah wanita ini benar-benar anak dari Earl of Dorchester?
"Baiklah, kau akan mendapatkannya."
Gregory kemudian memanggil kepala pelayan dan pelayan itu langsung menyiapkan apa yang telah diperintahkan. Tak lama, dia orang pelayan muncul bersamaan. Kepala pelayan yang membawa selimut hangat, sementara pelayan satunya membawa teh hangat. Mereka langsung memberikan semua itu kepada Paul, kemudian permisi dan kembali meninggalkan mereka berdua di dalam ruang tamu.
Dengan anggun wanita itu meminum teh hangatnya dan Gregory terus memperhatikan gerak-gerik wanita itu.
Kini dia tampak seperti wanita bangsawan saat meminum tehnya—pikir Gregory. Wanita itu berhasil membuatnya bingung dan berpikir keras seratus kali lipat daripada wanita yang meminta untuk mengikatnya setelah menghangatkan ranjangnya.
"Kau sudah mendapatkan apa yang kau inginkan ...,"
"Baiklah, aku akan menjelaskannya sekarang, My Lord," jawab Paul, cepat—memotong perkataan yang akan keluar dari bibir Gregory. "Kau ternyata sangat penasaran dan tampak tidak sabaran ingin mengetahuinya, ya?"
Apakah wanita itu membaca pikirannya?
"Aku melarikan diri dari estat ayahku," ucap Paul.
Gregory berusaha tidak terlihat terkejut dengan hal yang dikatakan Paul. Sayangnya, Paul tahu Gregory menahan rasa terkejutnya. Terlihat bahwa Gregory menimbulkan kerutan tipis di dahinya—mencoba untuk berpikir.
"Dan kau melarikan diri ke estatku? Seperti itu?"
"Hanya kau yang bisa kupercaya, My Lord," Paul mengerang. "Ayahku ingin menjodohkanku pada lord brengsek itu! Dia tidak mau jika aku menginginkan pria yang lain untuk kunikahi, termasuk dirimu. Dia melarang dan mengurungku di dalam kamar setelah aku pergi meninggalkanmu di lantai dansa."
"Siapa lord brengsek yang kau katakan itu, Sweetheart? Sepertinya kau tidak mengenal diriku lebih banyak."
"Aku sangat tahu bahwa kau adalah seorang pria brengsek, My Lord. Tapi sayangnya, dia lebih brengsek daripada dirimu." Paul mendengus sinis. "Dia adalah seorang pembunuh berdarah dingin!"
"Apa maksudmu?" tanya Gregory, penasaran.
"Apakah kau tidak mendengar suara tembakan dan kaca pecah?" Paul berbalik bertanya.
"Apa dia ...,"
"Dia hampir membunuhku, karena aku menolaknya!" Paul mengeram. "Dia Earl of Mercia." Paul mulai bergetar. Air matanya kembali jatuh. "Apa kau bisa membantuku, My Lord? Selamatkan Ayahku dan biarkan aku bersembunyi di dalam estatmu! Kumohon," pintanya.
Gregory terdiam. Dia sebenarnya tidak tahu harus melakukan apa. Tapi, kemudian dia menghembuskan napasnya.
"Baiklah. Aku akan mencoba untuk membantumu."
Paul tersenyum. "Terimakasih, My Lord. Anda sangat baik."
Kena kau, My Lord!
🎭🎭
Maafkan aku, Jareth. Aku tidak bisa diam saja dan mengikuti semua ucapanmu tadi malam. Aku tidak akan menghancurkan misi ini dan mendapatkan pembunuh keji itu sesuai janjiku kepada keluargaku.
-Paul
"Sial!" Jareth menyumpah setelah membaca surat yang Paul tinggalkan untuknya di meja pribadinya dan memeriksa bahwa topeng dan semua peralatan mata-matanya di bawa oleh wanita itu.
"Barnett, siapkan kudaku sekarang juga!" teriaknya.
🎭🎭🎭
[180317]
Sungguh, aku minta maaf. Aku tidak bermaksud buat php sama readers. Semalem aku gabisa up karena ada urusan mendadak. Tolong pahami aku yang lemah ini 😭
Baiklah, udah up. Saat ini masih kepo-kepoan dan belum ada fokus ke Paulnya, karena masih di rencanakan sama dia 😈
Semoga memuaskan, ya 😊
Terimakasih sudah membaca 😘
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top