[BAB 2]


Seperti biasa, Gregory akan pergi ke club malam untuk bersenang-senang dan mencari kepuasannya sendiri, meskipun hampir setiap hari dia terus mendapat serangan pertanyaan dari ibunya.

"Kapan kau akan menikah, Gregory?" tanya Zelene—ibunya, dengan geram.

Dan jawaban Gregory, "Tenanglah, Ibu. Ibu hanya perlu menunggu sebentar lagi."

Lalu berakhir dengan—ibunya akan berlari ke kamar ayahnya, mengadu dan mengeluh.

Dan kali ini, alasannya pergi ke club malam bukan hanya untuk bersenang-senang, tapi untuk menghindari dan melupakan pertanyaan ibunya itu yang terus-terusan membuat kepalanya sakit memikirkannya.

Sebenarnya yang terjadi adalah bukan Gregory tidak ingin mencari pasangannya. Hanya saja, dia belum ingin menikah, belum ingin mengikat dirinya pada satu orang wanita—dia masih ingin menjadi pria bebas.

Dan di hitung dari seminggu yang lalu sejak kepulangannya dari pekerjaan di luar kota, dia kembali mendapat serangan pertanyaan itu dari ibunya. Kali ini, untuk kesekian kali dalam hidupnya, dia berharap kembali mendapatkan pekerjaan di luar kota agar tidak mendapat pertanyaan itu lagi. Tapi, bagaimana mungkin? Pekerjaannya baru saja selesai. Kemungkinan untuk mendapatkannya, tentu harus melewatkan beberapa bulan lagi.

Gregory kembali menenguk minumannya, merasa seseorang terus mengamatinya dari jauh. Akhir-akhir ini, dia merasakan seperti itu, saat berada di club itu. Meski dia sudah berpindah-pindah tempat duduk, dia tetap merasa seseorang tidak pernah melepaskan dirinya sedetikpun.

Aneh,—pikirnya saat itu.

Setelah berlalu beberapa hari, dia sudah berencana untuk pindah ke club yang lain. Sayangnya, dia tak menemukan club yang cocok selain club yang di datanginya saat ini.

Sesaat setelah dia menghabiskan seteguk minuman lagi, matanya menangkap seseorang berdiri di ujung pintu masuk. Cahaya yang minim di dalam club, membuatnya tidak dapat melihat perawakan seseorang itu. Tapi dia yakin, orang itu adalah seorang wanita.

Kurasa dia,—batinnya.

Gregory berdiri dan berjalan dengan cepat untuk menangkap seseorang yang berdiri di ujung pintu masuk itu. Namun, saat dia sudah berada di depan pintu masuk, dia tidak menemukan siapapun yang berdiri di sana—hanya ada sebatang kayu yang cukup besar dan tinggi, yang ditutupi oleh kain.

Sialan.

Dia mendengus, kemudian kembali ke tempat duduknya yang semula.

Namun tak beberapa lama, dengusan Gregory tergantikan oleh senyuman puas karena ajakan seorang wanita yang akan menghangatkan ranjangnya malam ini.


🎭🎭

Gregory bangun dengan keadaan tanpa pakaian. Dia kemudian melirik seseorang yang tertidur di sampingnya dengan keadaan yang tidak berbeda dengan dirinya—seorang wanita yang telah menuntaskan rasa hasrat lelakinya di atas ranjangnya semalaman.

Wanita tersebut ikut terbangun, saat mendapat pergerakan di sampingnya. Ternyata Gregory sudah berjalan menjauhi ranjang dan mengambil jubah mandinya.

"Sudah selesai. Kau boleh pergi," ucap Gregory dingin, saat melihat wanita itu menatapnya dalam diam.

"Apa ... apa aku tak bisa tinggal dan menjadi salah satu wanitamu?" tanya wanita itu.

"Apa yang sedang kau katakan ini, Lady Pierce?" tanya Gregory dengan tatapan dingin. "Aku tak akan pernah membiarkan satu wanita pun tinggal dan menjadi simpananku."

"Aku sudah memuaskan hasratmu. Tak bisakah kau bertanggung jawab terhadapku?" tanya wanita itu, air matanya sudah tertahan di pelupuk matanya.

Jujur saja, Gregory selalu bingung akan wanita yang telah selesai menghangatkan ranjangnya. Di saat dirinya bangun, para wanita itu malah ingin mengikatnya lebih jauh terhadap pernikahan atau hal seperti ini—menjadikan simpanannya.

Apa yang dipikirkan wanita-wanita itu? Bahkan dia sama sekali tak pernah menggoda mereka untuk menghangatkan ranjangnya, mereka saja yang terus datang kepadanya untuk saling memuaskan.

"Aku tak pernah memintamu untuk memuaskan hasrat diriku, My Lady. Kau sendirilah yang menawarkanku untuk hal itu, bukan?" tanya Gregory acuh tak acuh.

"Pria brengsek," teriak wanita itu dengan serak—sudah menangis.

"Ya, aku tahu itu."

Setelah perdebatan kecil itu berakhir, wanita itu akhirnya menyerah dan dengan segera memakai bajunya dan berlari meninggalkan estat pribadi Gregory. Di saat itu juga, seseorang mengetuk pintu kamarnya.

"Masuk," perintah Gregory dari dalam kamarnya.

Seseorang itu—Carlos, pelayannya, masuk ke dalam kamarnya dengan membawa banyak surat di tangannya.

"Ini ada beberapa undangan yang anda terima dalam bulan ini, My Lord," ujar Carlos, mendekati Gregory yang tengah duduk di pinggir ranjangnya.

"Undangan dari Earl of Dorchester?" tanya Gregory saat membaca surat undangan yang sedikit berbeda. "Sepertinya, aku baru mendengarnya."

"Kediaman Earl of Dorchester terletak di pulau yang sedikit kecil. Saya tidak tahu pastinya di mana, tapi saya mendengar bahwa sekarang Earl of Dorchester telah pindah ke desa East Anglia dan akan mengadakan pesta dansa untuk debut putrinya, Lady Aldercy."

Gregory mengangguk. "Siapkan kereta, Carlos. Aku akan pulang sekarang."

🎭🎭

Setelah memberitahu undangan itu kepada ayah dan ibunya, ibunya malah menyuruh dirinya untuk membawa adik perempuannya ikut menghadiri pesta tersebut. Ibunya memang takkan membiarkan Gregory menghadiri pesta-pesta tersebut sendiri, karena ingin melihat Gregory mencari pendampingnya. Tapi sampai sekarang anak sulung yang sangat di banggakannya itu, sama sekali tidak membuat keputusan, padahal banyak sekali yang menyukai Gregory.

Dan kali ini, Zelene membiarkan anak sulungnya untuk pergi ditemani oleh adiknya yang sebentar lagi akan memulai season pertamanya. Tidak peduli apakah itu benar atau tidak, Zelene memberikan perintah kepada Erika—putri bungsunya, untuk mengamati Gregory selama berlangsungnya pesta tersebut.

Mau tidak mau, Gregory memang tidak dapat menghentikan kekonyolan ibunya untuk mencarikannya seorang pendamping. Dan akhirnya di sinilah dia sekarang bersama adiknya, Erika. Memasuki kediaman East Anglia dan melangkah masuk ke dalam ruangan. Tak lupa, kedatangan mereka diumumkan oleh protokol—pelayan yang bertugas memberitahu kedatangan para tamu kepada seisi ruangan.

Gregory melihat seisi ruangan adalah para bangsawan yang dikenalnya. Bahkan teman-teman dekatnya pun berada di sini. Dia langsung mengajak Erika mendekati temannya tersebut dan mulai mengobrol.

Sekali lagi, Gregory kembali merasa ada yang memperhatikan dirinya lagi saat ini.

Mendengus kesal, Gregory mulai memperhatikan sekitarnya. Ditengah-tengah ruangan yang sangat ramai, Gregory berhasil menangkap seorang wanita dengan wajah yang memakai topeng yang sangat indah, berjalan dengan lambat dengan pandangan yang tak lepas dari dirinya.

"Greg ...," tegur Malvin.

Gregory menoleh kepada Malvin sekilas, kemudian kembali mencari sosok wanita bertopeng yang tadi dilihatnya.

"Greg, apa yang sedang kau lihat?" Malvin kembali bertanya.

"Aku hanya sedang melihat sesuatu yang aneh," jawab Gregory.

"Memangnya apa?"

"Ada seseorang yang tengah memperhatikanku. Sepertinya ... dia ingin bermain denganku," bisik Gregory.

"Siapa?"

"Aku akan mendapatkannya." Gregory kembali mencari sosok wanita bertopeng itu, hingga melangkah menjauh dari kerumunan sahabatnya dan meninggalkan Erika yang sedang mengobrol dengan salah satu wanita bangsawan yang ikut berkumpul bersamanya tadi.

Gregory beberapa kali mengucapkan 'permisi' saat melewati beberapa orang yang menghalanginya. Matanya tidak beristirahat sedikitpun, hanya berkedip beberapa kali untuk menemukan sosok wanita bertopeng itu.

Misi pencariannya, membuat tenggorokannya sedikit kering. Gregory akhirnya menyerah, dia berjalan dan mengambil minumannya. Beberapa saat kemudian, dia melihat seorang pria yang sudah tampak berumur dan seorang wanita muda yang berada di gandengannya telah berhenti dan berdiri di hadapannya.

"Sepertinya, tamu yang putriku tunggu-tunggu telah datang." Pria berumur di hadapan Gregory tersenyum ramah. Di sebabkan Gregory tidak menjawab dan tatapannya tampak menyelidik, pria berumur itu melanjutkan, "Perkenalkan, aku Bean Aldercy, Earl of Dorchester." Pria itu mengulurkan tangannya kepada Gregory.

Masih dengan tatapan menyelidik, Gregory menjabat tangan sang Earl. "Aku Gregory Maddox, Marquess of Ailesbury. Senang berkenalan denganmu, My Lord."

Binardo melepaskan jabatan tangannya dengan Gregory. "Tentu, aku juga."

Gregory kemudian menatap wanita muda yang di gandeng oleh Binardo. Pria itu mengulas senyum tipisnya.

Sempurna.

Wajah wanita itu sangat cantik. Wanita muda sedikit tinggi dari kebanyakan wanita yang sering ditemuinya, bulu matanya yang lentik, manik matanya biru—seperti langit biru yang cerah, hidungnya yang sedikit mancung—juga terlihat kecil menggemaskan, bibirnya yang merah tipis menggoda, dan tak lupa dengan bentuk tubuh yang proposional—yang sedang di balut oleh gaun yang indah.

Binardo tersenyum mendapati Gregory mengambil umpannya.

"Dan ini ... perkenalkan, putri tunggalku, Lady Paulina Aldercy."

🎭🎭

"Senang berkenalan denganmu juga, My Lady." Gregory mengambil tangan Paul dan mengecup punggung tangan wanita itu.

Awalnya, Paul sedikit terkejut dengan hal yang dilakukan Gregory. Sentuhan Gregory seakan menyalurkan getaran yang aneh dalam dirinya. Paul menahan napasnya, berusaha untuk bersikap biasa dan tidak gugup dalam melakukan misinya sendiri.

Tenanglah, Paul. Kau bisa melakukan ini. Tidak ada hal yang lebih baik dari mencari pembunuh keji itu dengan tanganmu sendiri—pikirnya dalam hati.

"Aku juga, My Lord," jawab Paul.

Binardo melepaskan tangan Gregory yang tak kunjung melepaskan tangan Paul.

"Sungguh, aku tidak terlalu menyukai Anda, Maddox. Apalagi dengan gosip yang beredar bahwa kau adalah seorang playboy," sinis Binardo, namun setelahnya pria berumur itu tersenyum. "Tapi aku tak tahu, entah bagaimana bisa Putri kesayanganku ini sangat menyukaimu?"

Gregory tersenyum tipis.

"Ayah, hentikan itu. Kau membuatku malu di depannya," cicit Paul, dengan wajah yang merona.

Paul tak dapat menghilangkan rasa hangat pada pipinya. Tentu saja dirinya malu, ini pertama kalinya dirinya di permalukan seperti ini di depan seorang pria—yang bahkan menjadi targetnya. Terlebih lagi ... targetnya adalah seorang pria yang sangat tampan.

Baiklah, Paul. Ini hanya akting yang kau lakukan dengan Mr. Bean. Setelah ini selesai, kau akan bebas menghajar Mr. Bean-mu karena telah mempermalukanmu!—pikirnya.

"Suatu kehormatan bagiku mengetahui hal itu, My Lord," jawab Gregory. "Anda ternyata cukup terus terang."

"Ya, seperti itulah diriku." Binardo tersenyum miring.

"Jika tak keberatan, bisakah aku berdansa dengan putri Anda, My Lord?" tanya Gregory kepada Binardo.

"Tergantung kepada putriku, Maddox. Kau tanyakan saja padanya!"

Jawaban macam apa itu?—pikir Paul.

"Bagaimana, Lady Aldercy. Apakah Anda mau berdansa denganku?" tanya Gregory kali ini kepada Paul. Pria itu meminta tangan Paul dan melihat lantai dansa mulai dipenuhi oleh beberapa bangsawan.

Paul tak menyangka bahwa targetnya akan mengajaknya mengintari lantai dansa bersama-sama. Ini sama sekali tidak ada dalam susunan rencananya.

Binardo lalu menyikut lengan Paul dengan pelan, membuat Paul tersadar bahwa dia tadi sedang melamun.

Paul melihat Gregory sudah membungkuk sedikit dan menunggu. Kau bisa melakukan ini, Paul!—batinnya.

Dengan setengah kenyakinan, Paul tersenyum tipis dan mengulurkan tangan kanannya. "Suatu kehormatan bagiku, My Lord."

Gregory tersenyum, kemudian menuntun Paul ke lantai dansa dan mereka memulai dansa mereka dengan mengikuti alunan melodi yang terus mengalir di setiap gerakan mereka.

Tapi, Gregory tidak dapat menyembunyikan rasa penasarannya terhadap wanita yang sedang berada dalam pelukan dansanya saat ini. Wanita ini memang seperti wanita bangsawan kebanyakan, tapi ada yang aneh dari sikapnya.

Wanita yang di hadapannya terasa sangat berbeda.

Gregory terus menatap manik mata biru milik Paul, membuat wanita itu terkesan mulai sedikit gugup.

"Ada apa?" bisik Gregory di telinga Paul.

"Tidak apa, My Lord. Aku hanya sedikit gugup," jawab Paul.

Gregory tersenyum miring, "Kau tidak perlu gugup, Lady Aldercy. Aku tak akan menyakitimu,"

Kata-kata yang keluar dari bibir Gregory, membuat Paul terdiam dan menjauhkan tubuhnya dari Gregory.

Aku tak akan menyakitimu ...

Aku tak akan menyakitimu ...

Tangan Paul mengepal kuat. Binardo yang melihat hal itu langsung menghampiri mereka.

"Ada apa? Apa yang terjadi?" tanya Binardo, tak mengerti. Ini tidak ada dalam rencana mereka.

"Tidak ada apa-apa. Sepertinya aku ingin istirahat. Terimakasih untuk dansanya, My Lord. Aku permisi." Paul melangkah pergi dan menjauh dengan cepat dari lantai dansa.

"Maafkan sikap putriku, Maddox. Dia terkadang memang sedikit aneh, tapi biarkan aku menyusulnya sebentar."

Gregory dengan senyuman tipis. "Tidak masalah."

Binardo segera menyusul Paul dengan cepat. Wanita itu pasti menuju ke kamarnya sekarang. Dia sangat yakin, ada sesuatu yang mengganggu pikiran wanita muda itu, sehingga tidak fokus pada misinya.

Saat Binardo tiba di kamar Paul, dia melihat sepatu wanita itu berserakan di lantai dan sesuatu yang biasanya di letakkan Paul di atas meja pribadinya menghilang.

Topengnya. Jangan-jangan dia ...

Binardo dengan cepat berlari dan menyuruh para pelayan untuk mencari Paul. Namun, sepertinya dia terlambat.

Suara tembakan menggelegar di seisi ruangan pesta.

🎭🎭🎭

[150317]

Otakku cenat-cenut bikin ini cerita, wakakak 😂

Aku ga ngerti dah jalan pikiran Paul. Kalian gimana? Ngerti nggak? 😐

Hadueh, semoga part ini memuaskan yak 😊

Terimakasih sudah membaca 😘

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top