09 - Rahasia Jodoh
Jodoh itu Rahasia-Nya, karena kita tak pernah tahu dengan cara bagaimana bertemu dengannya. Kita pun tak pernah tahu kapan akan bertemu dan dimana lokasi yang tepat pertemuan itu.
Jodoh itu unik, karena terkadang tanpa mengenal, nyatanya tiba-tiba menjalin pernikahan. Malah yang lebih unik, udah saling cinta dan sudah melamar. Eh ... malah batal menikah. Apalagi yang hanya pacaran, ucap janji saling setia dalam cinta sampai menikah. Eh ternyata pada akhirnya memilih menikah dengan lain wanita.
Karena itu wahai saudara saudari sekalian. Jagalah hati, jangan sampai terjerat tipuan cinta sebelum ada ikatan halal. Saat cinta mendera, serahkan kepada Sang Mahakuasa. Karena hanya Dialah yang kuasa membolak-balikkan hati manusia.
Tak perlu khawatir sakit atau patah hati karena cinta saat menemui kata pasrah. Karena jika dari awal kamu telah menyerahkan kepada-Nya. Pasti dengan mudah Allah akan menyelipkan keikhalasan dalam hati, merelakan ia jika memang tak berjodoh pada akhirnya.
Kalimat yang cukup panjang inilah yang terus terngiang dalam pikiran Zahra seusainya ia mengikuti pengajian dalam acara pernikahan sang Kakak pasca pelaksanaan akad nikah tadi.
Sungguh merasa tersindir, hati Zahra kini berada dalam posisi itu--cinta yang hadir sebelum adanya ikatan halal.
Gundah gulana, sedih dan galau kini menjadi satu dirasakan di hati Zahra. Merasa bersalah atas apa yang terjalin selama 3 tahun ini. Saling mencinta tanpa ada ikatan, meski tak saling mesra. Tetap saja, zina hati telah di lakukan keduanya. Rasa nyaman, bahagia bersamanya, rindu saat tak jumpa bukankah sesuatu yang pasti muncul dalam hati setiap insan yang sedang dilanda asmara.
Hufftt, helaan napas cukup panjang keluar dari mulut seorang gadis yang kini sedang rebahan di kamarnya. Bagaimana pun caranya komitmen dalam cinta, ternyata tak ada yang sesuai syariat jika lafal akad nikah belum terlaksana, batin Zahra sembari tangannya saat ini mencubit-cubit kain penutup gulingnya.
"Aku janji, Ra. Nanti setelah aku lulus dan mendapatkan pekerjaan yang mapan, aku akan segera melemarmu menjadi istriku. Kamu percaya, kan sama aku?"
"Tapi kalau suatu waktu, nanti ternyata aku dilamar laki-laki lain gimana?"
"Ya kamu tolak, dong."
"Alasannya?"
"Mau fokus kuliah dan berkarir dulu mungkin."
"Em iya-iya. Selama kamu masih setia aku pun akan setia menunggumu."
"Pasti, Ra. Aku pasti akan setia. Karena aku sangat mencintai kamu."
Di saat Zahra tenggelam dalam lamunannya, mengingat percakapannya dengan sang kekasih. Tiba-tiba terdengar bunyi nada dering dari ponselnya yang berada di nakas.
Zahra beringsut bangkit untuk mengambil benda pipih itu.
"Zahraaa!"
Begitu video call tersambung, rungu Zahra mendengar suara teriakan Nindi, membuatnya seketika menjauhkan headset dari telinganya.
"Astaghfirullah, Nin. Kenceng amat suara kamu, mau mecahin gendang telinga aku?" ucap Zahra langsung mengomel.
"Hmmm sorry, Ra. Aku sedih banget, nih," ucap Nindi terdengar begitu memelas.
"Sedih kenapa, Nin?"
"Kamu nggak ada di samping aku saat momen menyedihkan yang akan terjadi besok. Aku nggak kuat, Ra. Aku nggak mau tunangan sama dia. Aku maunya tunangan sama Firman, Ra. Pacar aku."
Zahra menghela napas, seketika pikirannya mengingat salah satu poin ceramah tadi yang terjadi nyata dalam kasus Nindi saat ini. Berpacaran, ternyata malah menikah dengan laki-laki lain.
"Ra, Ra. Kamu masih di situ, kan?" Suara semberang telepon memanggil sang penerima telepon yang ternyata melamun.
"Eh, iya, Nin. Kamunya, sih. Kayak nggak ada hari lain aja. Acara tunangan dibuat besok. Padahal kamu udah tahu, kalau besok ini acara nikahannya Kak Mira."
"Huh, ini, tuh gara-gara laki-laki nyebelin itu. Pertunangan dimajukan karena dia lusa harus ke luar kota." Suara Nindi terdengar kesal, menyalahkan laki-laki yang merupakan calon tunangannya itu.
"Ya sudah, inilah namanya takdir, Nin. Semua terjadi atas kuasa Allah dan diluar dugaan manusia. Apalah manusia yang bisa berencana, semua ketetapan atas takdir yang terjadi, murni Kekuasaan Sang Maha Pencipta. Sabar, ya. Innallaha ma'ashshobirin."
Zahra mencoba menasihati sahabat, agar lebih tenang dan sabar menghadapi apa yang terjadi.
"Emm iya-iya ustazah Zahra Fitriani. Kalau di dalilin gini. Apalah yang daku bisa perbuat, selain pasrah." Nindi sengaja merespon nasihat Zahra dengan nada memelas dan sedikit alay.
"Hahaha."
"Iiih! Kok malah ngakak, ih. Nyebelin."
"Hehehe maaf, maaf, Nin. Aku nggak kuat lihat wajah alay dan manjanya kamu kayak gitu."
"Hmmm, Zahra." Nindi tampak mengerucutkan bibirnya
Zahra menunduk sembari menutup mulutnya, agar wajahnya tak terlihat dan kekehannya tak terdengar oleh Nindi. Ia sampai sekarang seakan tak percaya sifat manja Nindi tak ubahnya anak kecil yang manja dan mudah ngambek. Namun sangat penurut saat dinasihati dan hatinya begitu lembut--mudah memaafkan.
"Maaf ya, Nindi, Sayang. Kembali ke pembahasan awal. Maaf aku benar-benar nggak bisa nemenin kamu besok di acara pertunangan kamu. Lagian kan besok ada jihan yang ke sana. Sebenarnya aku pengin juga ke sana, Nin. Tapi gimana lagi? Acaranya bersamaan dengan acara pernikahan Kakak kandung aku sendiri, Nin. Kamu bisa ngerti, kan?"
"Emmm iya, Ra. Maaf ya, aku jadi bikin kamu terbebani atas apa yang di rasakan hati aku."
"Nggak usah minta maaf, Nin. Karena Itulah yang namanya sahabat. Saling berbagi di kala suka atau pun duka."
"Makasih ya, Ra. Doakan aku bisa kuat menjalani perjodohan ini."
"Pasti kuat, Nin. Karena Allah tak akan memberikan sebuah ujian diluar batas kemampuan hamba-Nya."
"Hmmm Zahra ... jadi pengen peluk."
Kata-kata Zahra selalu membuat Nindi berangsung tenang. Memang ya, mempunyai seorang sahabat yang pintar agama dan berakhlak baik sangat menguntungkan.
Zahra memang sosok gadis keluaran pesantren. Sejak MI sampai Ma, ia sekolah di pesantren. Jadi tak heran, jika nasihatnya sangat terdengar islami ala santri.
"Ya udah, Ra. Udahan dulu, ya. Ngantuk, nih." Nindi tampak menutup mulutnya yang menganga akibat menguap.
Zahra pun tersenyum lalu mengangguk. "Semoga acaranya lancar, ya. Jangan sedih lagi. Apa yang terjadi ini murni takdir Allah. Husnudzon aja. Pasti ada hikmah terbaik di balik apa yanh terjadi."
"Iya, Zahra sayang. Makasih ya nasihat-nasihatnya. Asslamualaikum."
"Waalaikumsalam warohmatullah wabarokatuh."
Apa yang di alami Nindi saat ini, membuatnya berpikir bagaimana jika dirinyalah yang mengalami.
"Haduh, mikirinnya aja aku nggak sanggup," ucap Zahra menggerutu sembari menggeleng-gelengkan kepala.
Cinta sebelum halal memang rumit, karena cinta itu masih penuh dengan teka teki mengenai masa depannya.
Akankah bersatu hingga berakhir bahagia? Atau malah sebaliknya? Berakhir patah hati akibat tak bisa hidup bersama menuju jenjang pernikahan yang memang didamba.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top