Kencan Versi Caca


"Kakkkk, kencan yuk?" ajak Caca ketika Ken yang hari ini libur kerja. Dia sedang menikmati pagi di teras rumah ditemani segelas teh hangat.

"Kencan?"

"Yup. Jalan berdua."

"Biasa juga sama Papa," ujar Ken. Dia mengambil pisang goreng yang sudah mulai dingin. Dilihatnya Caca duduk kemudian.

"Papa mau kencan sama Mama. Tahu tuh mau ke mana, katanya anak kecil nggak boleh ikut."

Caca menjawab dengan wajah cemberut. Dia ingat penolakan sang Papa tadi malam. Bukannya prihatin, kakaknya justru tersenyum geli.

"Kencan?" tanya Ken sambil tertawa, "Anter arisan kali."

Caca terdiam. Dia memikirkan tanggal. Ah, benar saja sekarang adalah minggu terakhir bulan. Itu berarti mamanya memang arisan.

"Ishhh," ujarnya gemas.

"Paaaaà!" Caca bangkit dari kursi dan langsung berteriak. Dicarinya sosok sang Papa.

"Apa sih, Dek Caca? Alhamdulillah pendengaran Papa masih normal, nggak usah teriak."

"Papa mau arisan, ya? Bukan kencan?" protesnya sambil mencebikkan bibir.

"Itu tahu. Masih mau ikut?"

"Bilang dari tadi dong kalau arisan, bukan kencan!"

Alvin terkekeh mendengar omelan bungsunya. Dia mengusap kepala Caca dengan lembut.

"Iya di sana arisan, Ca. Nah, selama di jalan kencan. Makanya kamu di rumah aja. Atau ajakin kakakmu itu, Kak Ken bilang hari ini nggak ada acara."

"Uang jajan?" tanya Caca sambil menyodorkan tangan.

Alvin menggelengkan kepala. "Uang jajan ditanggung kakakmu. Kan perginya sama kakak."

"Kak Ken nraktir makan. Papa nraktir buku. Aku mau beli buku sekalian, Pa."

Alvin melihat anaknya dengan tatapan menilai. Sementara yang ditatap menyeringai, niat terselubungnya ketahuan.

"Beli novelnya satu doang kok, Pa. Janji! Terus sama mau beli pelajaran."

"Yakin satu?"

"Huum, satu," jawab Caca pelan.

Kalau nggak khilaf, Pa, lanjutnya dalam hati.

**

Suasana menjelang siang kali ini tidak begitu terik. Caca dan Ken berkendara menuju toko buku terdekat. Sepanjang perjalanan mereka habiskan dengan obrolan. Mulai dari tentang Si Kembar, hingga Masha yang mau punya adik.

"Coba Caca punya adik ya, Kak. Pasti seru."

Caca melanjutkan obrolan yang terhenti karena keduanya sudah sampai di tempat parkir. Caca masih saja menggenggam lengan kakaknya dengan erat. Dia mengikuti ke mana Ken melangkah.

"Ngawur! Lupa dulu kamu ngambek minta adek sampai dipinjemin Masha? Mama sama Papa punya kamu aja udah beruntung, Ca."

Ingatan tentang masa lalu itu kembali terngiang di kepala. Caca yang kerasa kepala ingin minta adik akhirnya dipinjamkan Masha kecil selama beberapa hari. Kemudian, berganti dengan Si Kembar yang bergilir dibawa pulang.

"Aku jadi kangen Masha deh, Kak. Kalau libur panjang ke sana, yuk?" ajak Caca dengan mata berbinar senang. Bayangan bermain sekaligus mengakali Masha muncul begitu saja.

Ken tertawa tak lama kemudian, membuat Caca menatapnya dengan heran.

"Waras, Kak?"

Bukannya menjawab, tawa Ken makin menjadi sampai dia harus menutup mulutnya.

"Itu... aku ingat waktu Masha manggil kamu 'Dek'. Ya Allah, itu luar biasa banget, Dek Caca katanya. Belum lagi gayanya yang kayak anak gede," jawab Ken sambil menahan tawa.

Tak urung, jawaban Ken membuat Caca ikut tertawa. Hari itu, memang Masha minta dijitak. Bisa-bisanya dia yang masih bocah memanggilnya 'Dek'.

"Aku kesel. Kakak mah enak masih dipanggil Kak, kelihatan muda. Lha, Caca?"

Ken mengusap kepala Caca saat melihat adiknya itu memanyunkan bibir. Mereka melanjutkan berkeliling. Ken yang memang tidak berniat mencari buku akhirnya mengikuti Caca yang menariknya pada deretan novel.

"Novel lagi? Nanti dimarahin Papa lho."

"Tenang, kali ini nggak bakal dimarahi kok," ujar Caca santai sambil mengambil sebuah buku.

"Kok?" tanya Ken dengan heran.

Caca menunjukkan buku yang tadi diambilnya. Buku berjudul DIA yang didominasi dengan warna kuning dan hijau. Dia tersenyum puas ketika melihat Ken menyipitkan mata.

"Kok nggak asing ya sama bukunya?"

Ken mengambil alih buku yang dipegang Caca. Dia membaca sinopsisnya dengan perlahan.

Meskipun karirnya sukses sebagai dokter muda, namun tidak demikian dengan kisah cintanya. Kegagalan Andra dalam menjalin cinta dengan Kiara masih meninggalkan luka mendalam. Ia begitu sulit melupakan sosok Kiara yang kini telah berpaling pada laki-laki lain.

Hingga takdir mempertemukan Andra dengan Rara, adik dari Rio, seniornya saat ia menjadi co-ass. Rara yang ceria dan sedikit manja diam-diam mengagumi Andra sejak awal bertemu. Namun, tidak demikian dengan Andra. Ia berubah menjadi pribadi yang begitu tertutup dan kaku pada perempuan. Akankah ada cerita cinta antara Andra dan Rara? Mengingat, Rara pun pernah mengalami hal yang sama dengan Andra; gagal dalam cinta.

Ini cerita tentang orang istimewa yang tergantikan oleh orang lain yang selalu ada. Meskipun, tidak semua orang yang ada di sisi bisa menggantikan orang istimewa. Tentang bagaimana sulitnya menerima orang baru ketika hati sudah terkunci pada hati yang lain. Dan tentang bagaimana berdamai dengan masa lalu.

"Ahhhh," Ken bersorak senang, "ini kan bukunya Kak Andra, ya? Pantas kok kayak nggak asing, pernah lihat di grup keluarga."

"Jadi, boleh ya ambil ini?"

Ken mengangguk mantap. "Boleh."

"Beli lima?"

"Satu aja nggak abis, Ca," tolak Ken dengan tidak suka.

"Buat dikasih ke teman Caca, biar mereka ikutan baca. Kata Kak Ave, ceritanya bagus, rekomended."

Ken mendengus.

"Iya jelas aja Kak Ave bilang begitu, soalnya dia muncul di novelnya."

"Serius?" tanya Caca yang penasaran.

"Iya."

"Gimana ceritanya?"

"Ya udah ambil gih, boleh lima. Daripada ntar kamu nanya dari A sampai Z mendingan kamu baca sendiri."

Tanpa menunggu lama, Caca langsung mengambil novel DIA dan membawanya ke kasir. Tak lupa, dia menarik lengan kakaknya. Uang berjalan. Kencan versi Caca itu seperti sekarang, dia jalan berdua dengan kakak atau papanya dan berujung mendapat gratisan. Saat ini dia merasa bersyukur terlahir menjadi anak bungsu.

**

Assalaamu'alaikum.

Hahaha, ini promo lagi, yaa. Maafken saya lagi gencar promo DIA. Buat info lengkapnya sila cek di sini yaaa.. Terima kasih dan ditunggu pesanannya. 

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top