03 ~ Panti, nomor, dan apartemen.

Ada banyak kegiatan yang berlalu begitu cepat hari ini. Selain bermain di taman bersama anak-anak panti dan kemudian berakhir makan siang bersama, selanjutnya Clara juga mengajari mereka menggambar dengan membuat role seperti guru dan murid. Menyenangkan. Hal-hal yang membuat senang memang akan terasa berlalu begitu cepat. Clara berpamit pulang ketika waktu sudah sore, begitu juga denganku yang juga harus menyiapkan beberapa hal di rumah untuk kubawa esok ke tempat kerja. Ibu panti dan anak-anak mengantar sampai halaman depan.

"Mm, rumahmu di mana?" tanyaku gugup ketika posisi kami masih berdampingan di halaman panti.

"Oh, aku tinggal di apartemen. Jalan Bougenville daerah Senayan." Clara menjawab, aku menyimpulkan ekspresi yang ditampilkannya seperti sedang penasaran. Mungkin ia merasa penasaran mengapa aku bertanya demikian.

"Wah, kalau begitu itu cukup jauh," balasku.

"Aku sudah terbiasa naik bus dari sini. Hanya tinggal nunggu bus sekitar sepuluh menitan di halte dekat sini, kok." Clara menjelaskan.

"Mm, gimana kalau–"

"Kenapa? Kamu kepikiran mau ngantar aku pulang?" Belum juga aku sempat menyelesaikan ucapan untuk memberikan tawaran, Clara sudah mencuri start.

Aku tersenyum canggung dan mengangguk. "Ya, kalau kamunya gak keberatan, sih."

Clara tertawa jenaka. "Kamu serius 'kan, Ray?"

"Iya. Ayo aku antar pulang," balasku. Clara sedikit terkejut tapi detik kemudian ia kembali tertawa kecil.

Pada akhirnya, aku membukakan pintu mobil bagian depan untuknya dan mengendarai mobil menuju ke alamat yang disebutkan oleh Clara. Dalam hatiku bertanya-tanya, tidakkah ini terlalu mudah? Aku yang pada awalnya menjaga jarak dan berusaha agar melakukan pendekatan senatural mungkin tetapi siapa yang menyangka jika Clara justru secara spontan mencuri langkah yang seharusnya aku ambil.

"Kamu sering ke panti itu?" Clara membuka obrolan terlebih dahulu sepanjang berada di perjalanan.

"O-Oh, iya. Pas libur kerja aku selalu ke sana." Aku menjawab, lagi-lagi dibuat gugup olehnya.

"Tapi aku gak pernah liat kamu, ya? Padahal aku selalu ke sana setiap libur kerja." Ah, aku senang. Ternyata Clara cukup mirip denganku.

"Dulu aku sering ke sana, tapi kemudian aku dipindahtugaskan ke cabang lain. Baru balik ke kantor yang lama minggu lalu." Aku menjelaskan.

Clara mengangguk-angguk beberapa kali. "Pantas saja kita ketemunya baru minggu lalu."

"Kamu sendiri sering banget, ya, ke panti asuhan sana?" tanyaku cukup penasaran karena sebelumnya ketika aku sering mengunjungi panti tersebut, tidak ada kunjungan lain dari seorang gadis seperti Clara. Saat aku bertanya pun ke Ibu Panti, biasanya yang berdonasi adalah pasangan suami istri, atau didapat dari sukarelawan yang mencarikan bantuan dana.

"Aku baru sebulan ini rajin ke sana. Kalau sebelum-sebelumnya, aku ke panti lain. Soalnya di tempat tinggalku yang sekarang, panti itu yang paling dekat." Dari penjelasan Clara, aku bisa menangkap bahwa ia memang suka datang ke panti asuhan, tidak hanya di sini, tetapi di tempat tinggal lamanya? Oh, aku baru menyadari jika ia bahkan adalah seorang pindahan.

Aku tidak lagi bertanya lebih lanjut karena kami sudah tiba di alamat yang dituju. Aku menghentikan mobilku di depan halaman sebuah apartemen besar. "Di sini?"

Clara mengangguk. Ia kemudian melepaskan seat belt di badannya dan kemudian mengeluarkan ponsel dari dalam tas kecilnya. Ia menyodorkan ponsel itu padaku sembari berkata, "Ayo bagi nomor HP-mu."

Aku menganga terkejut. Astaga, padahal aku menahan diri untuk tidak meminta nomor ponselnya di awal-awal karena merasa malu. Apa lagi ini? Clara lagi-lagi mencuri langkah yang tadinya masih ragu untuk aku ambil.

"Buat apa?" Aduh, sial. Mulutku malah spontan bertanya begitu alih-alih langsung memberikan nomor ponselku saja.

"Mungkin ke depannya kita bakal sering ketemu di sana. Bagus kalau kita komunikasikan dan ngerencanain sesuatu bareng buat anak-anak panti." Ah, benar, alasan yang bagus.

Aku menerima ponsel milik Clara dan segera mengetik nomorku di sana. Tidak lupa juga aku menghubungi nomor itu, sekedar miss call agar nomor Clara juga masuk ke ponselku dan aku bisa menyimpannya. Begitu selesai, aku menyodorkan kembali ponsel tersebut dan Clara kembali menyimpan dalam tasnya.

"Makasih banyak, Ray," ucap Clara sembari membuka pintu untuk keluar.

"Harusnya aku yang bilang gitu," balasku. Benar, aku yang harusnya berterima kasih karena pada akhirnya aku tidak perlu lagi malu-malu untuk meminta nomor ponselnya.

"Makasih buat nganterin aku maksudnya." Clara berucap.

"Oh, iya, sama-sama," kataku.

Clara turun dari mobilku. Ketika aku mengendarainya menjauh dari halaman depan apartemen tinggalnya, aku melirik hanya untuk mendapati ia yang melambaikan tangan padaku. Hari ini berlalu dengan amat sangat berkesan.

.
.
.

Bab 03 dipublikasikan pada:
Sabtu, 17 Februari 2024, 09:19 WIB.

A/N : Sederhana dan manis. Dua hal itu yang lagi coba aku angkat di dalam cerita ini.

Sampai jumpa di bab berikutnya dan makasih banyak yang udah baca 🙏🏻❤️

🌹Resti Queen.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top