02 ~ Minggu, makanan, dan canda.

Bagaimana caranya agar aku bisa bertemu dengan Clara selain hanya di akhir pekan dan di panti asuhan? Aku memikirkan berbagai cara tetapi aku terlalu malu untuk bertindak agresif jika menyangkut dia. Bisa saja aku meminta nomor ponselnya dan mengajaknya bertemu di lain tempat pada hari-hari normal. Namun, aku tidak mau Clara memiliki kesan yang buruk terhadapku. Tidak mungkin juga 'kan seorang lelaki yang baru dua kali bertemu sudah mau mengajak kencan. Hei, gadis manapun agaknya akan ilfeel jika diperlakukan demikian.

Biarlah aku menikmati proses, merasakan debaran ini seorang diri dalam dada, pun kesenangan setelah seminggu menahan rindu sebab tak jumpa. Hari Minggu ini, aku kembali bertemu dengannya, di panti asuhan yang sama dan sedang bermain dengan anak-anak dengan riang dan penuh tawa. Clara adalah gadis yang bersahaja, ia bisa mendiamkan anak kecil yang menangis setelah jatuh dari permainan jungkat-jungkit, ia juga murah senyum sehingga menular pada orang lain untuk memberikan senyum termanis pula, dan tutur katanya yang lembut membuat disukai banyak orang di panti asuhan ini.

"Anak-anak, Kak Ray bawa banyak makanan loh di mobil!" seruku menghampiri mereka yang sedang bermain dengan Clara di taman tak begitu luas samping panti asuhan.

"Paman Ray!"

Suara riang anak-anak itu menggema di telinga, bersamaan dengan mereka yang mendekat dan sontak mengerubungiku dari depan.

"Panggilan macam apa itu? Panggil Kak Ray bukan paman." Aku menggerutu, aku tidak setua itu untuk dipanggil paman.

"Tapi Ibu Panti bilang umur Paman Ray 27 tahun. Itu tua, Paman." Andaikata yang berucap demikian bukanlah anak kecil yang masih berumur sepuluh tahun, besar kemungkinan aku sudah memukul ubun-ubun kepalanya hingga kesakitan.

"Itu masih muda, kan Kak Ray belum menikah jadi tidak bisa dipanggil Paman," balasku sembari menunduk, menatap anak yang sedari tadi kukuh menganggap ku paman.

"Berarti Paman Ray bisa dipanggil paman jika sudah menikah?" seorang gadis kecil berusia sembilan tahun di depanku bertanya. Aku hanya mengangguk sebagai jawaban, membuat anak-anak di hadapanku saling pandang dan berbisik-bisik yang entah apa.

Lalu, aku cukup terkejut ketika anak yang lainnya tiba-tiba berkata, "Kalau begitu segera menikah saja, Paman!"

Aku terkesiap sesaat sebelum berpura-pura batuk. "Tidak semudah itu, anak-anak. Kak Ray harus mencari pasangan lebih dulu."

Anak-anak tampak berpikir lalu salah satunya berkata, "Bagaimana dengan Kak Clara? Kak Clara cantik, bisa memasak, masakannya enak, baik juga sama kita semua. Kak Clara cantik dan baik. Rina suka Rina suka!"

Rina, nama anak yang berkata hal mengejutkan. Aku menelan ludah, mendongak ke arah Clara yang menyaksikan interaksi kami dari dekat. Ia hanya terkekeh pelan, mungkin dirinya menganggap bahwa interaksi ini cukup lucu. Ya, memang lucu tetapi bagiku ini mendebarkan. Katanya ucapan adalah do'a, semoga saja ucapan Rina si anak kecil yang berusia delapan tahun itu bisa terkabul.

Ah, sial. Aku baper sampai jantungku kembali berdetak dengan kencang.

"Jadi bagaimana, Paman? Paman suka tidak dengan Kak Clara?" Rina kembali bersuara.

"S-Suka. Siapa yang tidak akan suka dengan gadis sebaik dia?" Aku membalas dengan tergugu.

"Wah, Paman Ray mau menikah dengan Kak Clara?" Aduh, Rina. Pertanyaan macam apa itu? Bagaimana bisa aku menjawabnya dengan jujur di hadapan Clara di waktu-waktu seperti ini? Tentu tidak bisa. Pendekatan ini harus berjalan sehalus mungkin.

"Rina." Suara Clara terdengar. Aku dan anak-anak segera menoleh ke arahnya yang sudah menunduk agar wajahnya lebih dekat dengan anak yang dimaksud. "Paman Ray akan menikah tentu saja suatu saat nanti. Entah dengan siapapun itu. Karena itu, Rina dan yang lainnya harus jadi anak baik agar bisa hadir dan memberikan hadiah di pesta Paman Ray."

"Rina mau datang!"

"Aku juga! Aku juga!"

Clara mengalihkan arah pembicaraan. Suara ceria anak-anak itu kembali mendominasi suasana pagi menjelang siang di panti ini. Senyumanku bertambah lebar karena perasaan hangat yang hinggap dalam hati. Aku suka tempat ini.

"Nah, Paman Ray, tadi Paman bawa makanan banyak, ya?" Itu bukan anak-anak yang berbicara, tetapi Clara.

Aku mendengkus. "Jangan ikut-ikutan memanggil paman!"

"Pft," desis Clara menahan tawa sembari menutup mulutnya dengan tangan.

Oh, Tuhan. Aku ingin berjodoh dengan gadis lucu dan menggemaskan ini.

"Aku berencana memberikan banyak bahan makanan untuk panti. Akan seru kalau masak bersama anak-anak sekali-kali." Aku fokus pada alasan utama mengapa hari ini aku datang.

Clara tersenyum dan tampak bersemangat. "Woah, itu bagus. Aku yang akan memasak untuk kalian."

"Ayo bantu aku menurunkan bahan makanannya," ajakku.

Tidak hanya Clara, anak-anak panti dan Ibu Panti juga membantu membawa makanan di mobilku dan menyusunnya di dalam kulkas besar. Lalu, siang hari, kami bisa masak dan makan siang bersama. Sungguh, makanan buatan tangan Clara sangat enak. Aku jadi teringin sering-sering modus dan memintanya memasak.

.
.
.
Bab 02 dipublikasikan pada :
Jum'at, 16 Februari 2024, 10:24 WIB.

A/N : Aku lagi mencoba membikin cerita yang ringan dan manis. Moga aja sesuai. 🙏🏻

See you in the next chapter ~

🌹Resti Queen.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top