Episode 03
Bening celingak-celinguk mencari keberadaan Mas Kun yang tiba-tiba menghilang dari pandangannya.
"Ish, Mas Kun kemana sih? Padahal aku cuma beli minum sebentar, balik lagi udah engga ada orang nya. Heran deh."
Bening berjalan di tengah keramaian. Saat ini Bening tengah berada di taman kota. Dimana tempat itu setiap akhir pekan selalu ramai. Dari pagi sampai malam taman itu tidak akan sepi pengunjung. Apa lagi waktu malam, akan sangat indah ketika lampu-lampu kecil dengan deretan tali di atasnya di hidupkan.
Bening terus berjalan sambil melihat sekelilingnya mencari Mas Kun. Di satu titik tanpa sengaja penglihatan Bening terfokus ke seorang cowo yang sedang bernyanyi bersama teman-temannya.
Sejenak Bening bergeming, mengabaikan dulu mencari abangnya. Ia lebih penasaran pada objek yang menjadi titik fokusnya saat ini. Setelah yakin, dia tersenyum simpul, Bening berjalan menghampiri tempat itu. Cowok itu masih asyik dengan ukulele nya sembari tersenyum pada penonton. Dia belum menyadari keberadaan Bening yang menjadi salah satu penonton. Sambil menunggu permainan ukulele itu selesai, Bening menghayati lagu yang di bawakan. Cukup seru dan menghibur, karena sebagian pengunjung juga ikut bernyanyi.
Mimpi adalah kunci
Untuk kita menaklukkan dunia
Berlarilah tanpa lelah
Sampai engkau meraihnya....
Lagu yang di nyanyikan itu membuat semuanya terhibur dan ikut bernyanyi. Di tambah suara yang lembut dan semangat itu menarik perhatian para pengunjung taman.
Laskar pelangi...
Takkan terikat waktu
Bebaskan mimpimu di angkasa
Warnai bintang di jiwa...
Bening tersenyum lebar lalu melambai tangannya ke atas dan ikut bernyanyi. Begitupun beberapa orang yang menontonnya.
Menarilah dan terus tertawa
Haha!
Walau dunia tak seindah surga
Bersyukurlah pada Yang Kuasa
Cinta kita di dunia....
Selamanya!!
__________________
Kini Bening duduk di sebuah batu besar tak jauh dari anak-anak cowok yang bernyanyi tadi. Saat lagu berakhir banyak orang yang bertepuk tangan dan memberikan beberapa uang ke dalam sebuah kaleng yang memang sudah di siapkan. Termasuk Bening juga melakukan hal yang sama.
"Lutfi,"
Bening tanpa sadar bergumam nama cowok yang bernyanyi tadi. Ia ingin menghampiri, tapi ragu.
"Apa aku samperin ya? Tapi—"
Ucapan Bening terhenti dengan panggilan seseorang yang ia kenal dari arah berlawanan. Lantas Bening berdiri dan memasang wajah cemberut.
"Mas Kun dari mana? Kirain sengaja ninggalin Bening," ujarnya mengalihkan pandangan ke arah lain.
Mas Kun terengah-engah sehabis berlari menghampiri adiknya.
"Aduh dek! Kamu itu dari mana aja sih? Capek Mas kesana sini. Tadi itu Mas beli jagung rebus sebentar. Pas balik kamunya udah engga ada."
"Bukan salah Bening dong! Tadi Bening juga nyari Mas Kun."
Mas Kun menghela nafas lega. Setidaknya Bening tidak kenapa-napa.
"Syukurlah. Ayo pulang."
"Eh tunggu. Itu jagung rebusnya buat Bening, kan?" tanya Bening dengan mata yang berbinar.
"Iya, tapi makannya jangan sambil berdiri. Di rumah aja yuk." Ucap Kun yang langsung di tolak Bening.
"Bening masih mau disini. Janji 10 menit lagi kita pulang?" bujuk Bening dengan eskpresi memohon.
"Lama. Lima menit setelah itu kita pulang." Pungkas Kun.
"Ihh gamau! Ga asik Mas Kun!" Cemberut Bening.
Mas Kun mendengus dan berkata, "oke. 10 menit."
Bening tersenyum sumringah lalu mengambil kantong berisi jagung rebus mereka.
"Yeay! Gitu dong, ayo makan!"
________________
Bening menatap sosok pemuda dengan ukulele yang di genggamnya kini tiba-tiba muncul di depannya bersama beberapa temannya yang mengikuti di belakang. Tadi saat Bening dan Mas Kun hendak pulang, tak sengaja jalan mereka berpas-pasan dengan anak-anak cowok yang mengamen.
Bening tersenyum simpul walau cowok itu memasang wajah bingungnya.
"Lutfi, kan?"
Dia mengangguk.
"Permainan kamu sama teman-temanmu sangat bagus! Suaramu juga bagus. Semangat ya!" Setelah itu Bening kembali berjalan tanpa menunggu respon Lutfi. Ia juga menarik tangan Mas Kun yang masih bingung.
Lutfi bergeming sesaat dan berbalik melihat Bening yang sudah menjauh.
Terlihat senyum tipis dari Lutfi. "Terimakasih," gumamnya.
"Kau kenal cewek tadi, Fi?" pertanyaan tiba-tiba dari teman Lutfi membuyarkan lamunannya.
"Ohh, Dia teman satu sekolahku. Aku tak begitu dekat dengannya. Kita beda kelas."
Temannya yang bernama Dejun mengangguk dan ber-oh saja.
"Tadinya ku kira dia pacar mu, hahaha." Tawanya membuat Lutfi melotot ke arah Dejun.
"Enak aja! Aku gak tertarik dengan pacaran." balas Lutfi.
"Tak lama lagi kita masuk SMA, Fi. Di mana, masa putih abu-abu biasanya mengenal cinta." Celetuk temannya yang bernama Liyang atau biasa di panggil Liy.
"Lalu? Apa hubungannya Liy?"
"Dasar kau ini gak peka. Di saat itu tentu kita akan mengenal yang namanya asmaraloka. Biasanya terjadi di masa remaja kayak kita ini, mungkin sekarang belum, tapi nanti pasti terjadi." Ucap Liy.
"Benar yang di katakan, Liy. Ciee Lutfi cieee." Ejek Dejun yang malah membuat Lutfi salah tingkah dan langsung menonjok pelan perut cowok itu.
"Ngeledekin apa kau, hah?!"
"Aduh aduh, biasa aja sih kalau emang gak ada rasa."
"Diam kau! Kau tau, Jun, aku gak suka di ledekin kayak gitu."
"Hahaha!" Tawa Dejun yang malah membuat Lutfi semakin ingin menonjok lagi perut cowok itu.
"Udahlah Jun, gak usah kau ledekin kayak gitu terus. Nanti beneran suka kan repot." Celetuk Liyang.
"Hah? Kok repot, Liy?"
"Ya repotlah, entar kalau di antara kita ada yang di mabuk asmara terus ujung-ujungnya malah sibuk dengan orang yang disukai. Aku takutnya pertemanan kita bakal renggang kalau udah mengenal cinta-cintaan." Ucap Liy dengan raut yang muram.
Sejenak Lutfi terdiam, lalu tak lama ia merangkul Liy sembari mengacak-acak rambut cowok itu. Ia sering melakukan itu karena Liy yang paling muda di antara mereka dan sudah di anggapnya seperti adik beda setahun.
"Kau ini bicara apasih? Dasar!" Ucap Lutfi.
"Tau tuh si Liyang. Gak mungkinlah hanya karna cinta pertemanan kita renggang! Kalo sampai itu terjadi aku tidak akan main-main dengan namanya Cinta" Tegas Dejun.
"Ketimbang mikirkan itu aku lebih mikirin gimana agar kita bisa sukses bersama. Bernyanyi kesana-kemari sampai banyak orang yang mengenal kita!"
Mendengar itu Liyang merasa semangatnya bangkit lagi. Hanya dengan mereka Liyang merasa nyaman.
"Kalau gitu ayok pulang! Gak sabar pengen makan." Kekeh Liyang.
"Ah bener-bener! Aku juga kelaparan nih."
"Yaudah ayok! bang Ten pasti udah lama nungguin kita."
"Kira-kira bang Ten masak apa ya?"
"Gatau, liat aja nanti."
____________________
Keesokkan harinya Bening berlari mengelilingi lapangan sebanyak satu kali putaran. Karena hari ini kelasnya sedang jam olahraga. Guru memberikan pemanasan dan berlari sebelum memulai praktek olahraga.
Bening terngos-ngosan saat ia telah selesai mengelilingi satu putaran. Tak di sangka, baru berlari sebentar tubuhnya sudah mengeluarkan begitu banyak keringat. Bening menghembuskan nafasnya sejenak, ia sebenarnya sangat tidak menyukai olahraga. Karena itu sungguh melelahkan.
"Aaaa capeek!"
"Gila kaki aku pada letoy!"
Bening melihat ke sebelah kirinya, dimana Dewi dan Lintang yang baru menyelesaikan larinya langsung terkapar begitu saja.
"Ning, kok lari kamu cepet sih? Padahal kamu engga suka olahraga."
"Yaa karena itu aku cepat-cepat larinya, biar bisa istirahat."
"Huh! Pak guru tega banget sih, nyuruh kita lari-lari kayak tadi. Kalo udah pemanasan jangan ada lari-lari lagi harusnya." Oceh Dewi.
Sejenak Bening jadi teringat sesuatu.
"Tiba-tiba aku kepikiran, kita satu putaran aja udah capek banget. Apalagi Lutfi yang di hukum lari sampe banyak putaran. Belum lagi dia kadang di jemur sambil hormat di depan tiang bendera."
Dewi segera bangun, menegakkan badannya. Begitupun Lintang sudah mengubah posisi menjadi duduk.
"Biarin ajalah, Ning. Dia kan cowok pasti kuatlah. Beda sama kita yang cewek, fisiknya gak sekuat anak cowok." Jawab Dewi.
"Aku setuju dengan Dewi. Kebanyakan pelajaran olahraga itu paling gak di sukai anak cewek. Wajarlah kalau satu putaran kita udah secapek ini." Sahut Lintang.
Bening tidak tahu lagi harus berkata apa. Ia hanya mengangguk-angguk saja. Semua yang di katakan teman-temannya ada benarnya juga. Lalu buat apa ia tiba-tiba memikirkan Lutfi?
________________
Pulang sekolah Bening berpapasan dengan Lutfi yang sedang berjalan kaki. Tadinya Bening menunggu angkot di halte dan kebetulan melihat Lutfi yang melintas. Bening memberanikan diri untuk menyapa cowok itu duluan.
"Hai, Lutfi!"
Lutfi menoleh dan tersenyum tipis pada Bening. Dia menghampiri Bening di Halte.
"Hai juga. Lagi nunggu jemputan?"
"Enggak, aku pulangnya pake angkot. Kamu sendiri?"
"Jalan kaki."
Kening Bening mengkerut, sudah lama ia penasaran alasan kenapa Lutfi selalu jalan kaki.
"Rumahmu deket sini ya?"
"Lumayan,"
"Engga capek jalan kaki terus? Kita pulang siang hari lho, panas banget jam segini. Bentar lagi angkot datang, barengan aja yuk!"
Lutfi menggeleng dan tersenyum. "No thanks, aku udah biasa kok, jadi fine fine aja."
"Wah kamu hebat, Fi! Gak ada sedikit pun mengeluh. Orang tua kamu pasti bangga." Ucap Bening tersenyum lebar melihat semangat Lutfi.
Namun, hal itu cuman sesaat setelah itu raut wajah Lutfi tiba-tiba berubah senduh. Bening yang melihatnya jadi bingung. Apa ada kata-katanya yang salah atau menyinggung?
"Eh kamu kenapa? Aku salah ngomong ya?" tanya Bening sedikit khawatir.
Lutfi menggeleng, "engga kok. Aku pulang duluan, Ning. Kamu hati-hati di jalan."
Setelah itu Lutfi pergi dari halte dan menyebrangi jalan. Bening semakin bingung dengan cowok itu, ia takut ada kata yang menyinggung Lutfi. Tadinya Bening hanya sekadar menyapa karena cowok itu pernah membantunya. Bening juga senang karena Lutfi masih mengingat nya.
____Tbc____
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top