Kenyataan Pahit

Elang masih terduduk di depan pintu Ruang Perawatan Intensif. Pikirannya berkecamuk. Selama ini dia selalu menyangkal bahwa Diandra yang dikenalnya menderita penyakit jantung dan merupakan pasien Rumah Sakit Jantung Harapan Kita.

Kembali Elang mengingat bagaimana sahabatnya, Angga, mencoba meyakinkan dirinya bahwa Dian yang dikenal Kakeknya dan Diandra Alleira adalah orang yang sama. Elang tak pernah mau mempercayainya. Mendengarkan sahabatnya saja dia tidak ingin! Baginya, Dian yang dikenalnya adalah gadis yang sehat tak menderita penyakit apapun.

Setelah beberapa lama, pintu Ruang Perawatan Intensif akhirnya terbuka. Ayahnya, Dokter Akbar Wiratama, keluar dari ruangan tersebut.

“Elang.” panggil Dokter Akbar.

“Pah, bagaimana keadaan Dian?” tanya Elang.

“Dian baik-baik saja, Papa sudah menstabilkan jantungnya tapi dia harus istirahat.”

Elang menghembuskan napas lega. “Alhamdulillah.”

“Kamu? Papa dengar kamu yang membawa Dian ke Rumah Sakit?”

“Iya Pah, Elang yang bawa Dian ke Rumah Sakit. Tadi Elang sedang bersama Dian.”

“Kamu kenal sama Dian?”

Elang mengangguk. “Elang kenal dekat sama Dian, Pah.”

Dokter Akbar mengangguk tanda paham.

“Berarti kamu tahu betul kalau Dian menderita penyakit jantung?”

Elang menggeleng. “Enggak Pah, Elang sama sekali enggak tahu.”

Dokter Akbar mengkerutkan keningnya. Sepertinya, dia tidak mengerti bagaimana bisa Elang yang mengaku kenal dekat sama Dian tapi tidak mengetahui kalau Dian menderita penyakit jantung.

“Baiklah Nak, sebaiknya kamu ikut ke ruangan Papa, ada yang ingin Papa beritahukan.”

Elang hanya menurut dan mengikuti Ayahnya. Sejenak dia memandang pintu Ruang Perawatan Intensif, ada keinginan untuk memasuki ruangan itu hanya untuk melihat Dian. Tapi Elang tahu betul, hanya keluarga yang boleh memasukinya.

“Seberapa dekat kamu sama Dian?” tanya Dokter Akbar kepada putranya, Elang.

“Elang baru beberapa bulan ini kenal sama Dian, Pah. Kami satu sekolah.”

“Dan kamu sama sekali tidak tahu kalau Dian menderita penyakit jantung?”

Elang menggeleng. “Elang sama sekali tidak tahu, Pah. Dian terlihat sehat dan baik-baik saja. Beberapa kali kami jalan bersama dan Dian tak pernah terlihat sakit.”

Dokter Akbar menghembuskan napas dan memandang putranya serius.

“Nak, Papa ingin menceritakan semua tentang Dian. Apa kamu siap?”

Elang menatap Ayahnya datar. Mengangguk pelan. Sesungguhnya, dia sangat tidak siap.

“Diandra Alleira adalah putri sahabat Papa. Dulu, Ayahnya dirawat oleh Kakek kamu sebelum akhirnya beliau meninggal saat Dian berusia 10 tahun. Papa berjanji pada Ayahnya untuk merawat Dian dan Papa berusaha menepati janji itu. Sejak usia 5 tahun, Dian sudah menjadi pasien tetap Rumah Sakit ini.”

Elang masih menatap Papanya, dia hanya bisa terdiam dan mendengarkan.

“Saat SMP Dian meminta Papa untuk mengizinkannya bersekolah biasa. Saat itu Papa melihat Dian sangat sehat dan dia rajin memeriksakan kesehatan jantungnya ke Rumah Sakit. Beberapa kali Dian hampir mendapatkan donor jantung tapi harus gagal karena tidak cocok untuknya. Sampai akhirnya baru-baru ini, Papa mengetahui fakta hidup Dian tidak akan lama lagi, jantungnya semakin lemah seiring bertambah usianya.”

Elang memejamkan mata. Dia menggeleng perlahan.

“Elang enggak mau dengar Pah, tidak, Elang tidak mau mempercayainya. Dian pasti bisa selamat kan kalau ada donor jantung tepat pada waktunya?”

“Kalau pun ada, belum tentu akan cocok dengan Dian. Kondisinya sudah cukup serius, ini sudah yang kedua kalinya Dian terkena serangan.”

“Tidak Pah, pasti akan cocok! Dian pasti selamat!”

“Elang…”

“Pah… Elang baru saja mengenal Dian, tapi, tapi kenapa Elang harus menerima semua kenyataan ini?”

Elang tertunduk. Kini dia mengerti, ini karma untuknya karena telah mematahkan hati Dian. Dengan sangat egois dia tidak ingin Dian menjauhinya setelah menghancurkan hati gadis itu. Tapi Tuhan ternyata membuatnya menjadi semakin kejam, Dian akan pergi selama-selamanya. Sanggupkah Elang menerima kenyataan pahit itu?

Elang tak perlu lagi bertanya pada hatinya, benar kata Angga, sahabatnya. Sarah hanyalah obsesi, lagipula benarkah Sarah sungguh-sungguh menjadikannya pacar? Atau dirinya hanyalah pelarian saja untuk membuat Bayu cemburu? Satu hal yang pasti, Dian sudah mengisi ruang hatinya, memenuhi pikirannya dan selalu ada di setiap hela napasnya.

Ceklek. Pintu ruangan terbuka, Aulia, Ibu dari Diandra berada di ambang pintu.

“Permisi Dokter, bagaimana dengan keadaan putri saya?”

“Ah Aulia, masuklah! Mari duduk. Biar saya jelaskan.” kata Dokter Akbar.

Aulia hendak duduk lalu melihat Elang kemudian mengkerutkan keningnya.

“Kamu? Kalau tidak salah temannya Dian kan?” tanya Aulia.

Elang terbangun dari kursinya kemudian menyalim Aulia.

“Iya Tante, saya temannya Dian, Elang Pratama.”

“Oh iya, Tante ingat sekarang.”

Aulia masih tampak bingung kemudian Dokter Akbar berbicara.

“Elang putra saya, Aulia. Ternyata Dian dan Elang satu sekolah dan Elang yang membawa Dian ke Rumah Sakit saat terkena serangan.”

“Benarkah? Nak Elang, terima kasih ya. Tante benar-benar berterima kasih kamu sudah membawa Dian ke Rumah Sakit.”

“Tidak masalah, Tante. Kebetulan memang Elang sedang bersama Dian.”

Bukan kebetulan! Tapi memang sengaja Elang menculik Dian!

Aulia mengangguk dan tersenyum kepada Elang. Ada rasa lega di hatinya mengetahui Dian sedang bersama Elang saat terjadi serangan.

“Sekali lagi Tante berterima kasih ya Nak Elang. Tante ingat saat acara ulang tahun Dian, kamu datang bersama pacar kamu tapi kamu tetap peduli sama Dian.”

“I-iya Tante.” Elang menjadi salah tingkah.

Seandainya saja Aulia tahu kalau Elang sudah mematahkan hati putrinya. Seandainya!

ⱷⱷⱷⱷⱷ

Elang memasuki kamarnya. Dia memutuskan pulang setelah Ibunya Diandra datang ke Rumah Sakit. Lagipula Dian belum bisa di jenguk siapapun selain keluarga. Dan Ayahnya pasti ingin membicarakan tentang kesehatan Dian dengan Aulia. Sudah pasti Ayahnya akan lembur malam ini.

Setelah membersihkan diri, Elang duduk di kursi meja belajarnya. Pikirannya kembali pada ucapan Ayahnya yang mengatakan Dian sudah menjadi pasien tetap di Rumah Sakit Jantung Harapan Kita sejak usia 5 tahun. Entah kenapa Elang tiba-tiba teringat gadis kecil yang ditemuinya dulu di Rumah Sakit.

Gadis pertama yang Elang temui sebelum Sarah. Seorang gadis kecil yang jago menggambar dan meninggalkan sebuah gambar di hadapannya. Membuatnya ingin mengenal gadis itu meski tak pernah sempat dirinya mengenal bahkan sekedar mengetahui namanya.

Elang kemudian membuka laci meja belajarnya. Di ambilnya dua buah kertas yang sangat berbeda, satu sudah terlihat lusuh sedangkan satu lagi masih terlihat baru. Namun, kertas itu menampilkan sebuah gambar yang sama, yang Elang ketahui salah satu gambar itu adalah gambar dari gadis kecil itu dan salah satunya lagi adalah gambar Diandra.

Elang melihat kedua gambar itu lekat dengan raut muka serius, cukup lama hingga akhirnya dia menghela napas dan tersenyum. Ada perasaan senang karena akhirnya dia mengetahui kenyataan lain dibalik kenyataan pahit yang dia terima hari ini.

Kedua gambar itu adalah gambar yang sama dari pelukis yang sama. Elang sangat yakin bahwa gadis kecil yang dia temui dulu adalah Diandra Alleira yang dia kenal kini. Penantian dari masa lalu, pencarian selama ini, membuatnya sadar pada satu titik kenyataan paling dalam dari hatinya. Sesungguhnya, gadis itu adalah cinta pertamanya!

Elang akhirnya sampai pada satu kesimpulan dan meyakini bahwa jauh sebelum seorang Sarah Safira menyapa hatinya, Diandra Alleira adalah gadis pertama yang mengetuk pintu hati seorang Elang Pratama.

"Kenapa gue bisa gak mengenali lo, Yan!" rutuknya dalam hati.

Elang kemudian mengambil ponselnya, dia mengirim sebuah Chat Line kepada sahabatnya, Angga.

Elang: Ga, Dian masuk Rumah Sakit, dia terkena serangan.

Beberapa detik kemudian…

Angga: Serius Lang? Trus keadaan Dian bagaimana?

Elang: Dian sudah ditangani bokap gue. Alhamdulillah, dia baik-baik saja.

Elang: Gue minta maaf Ga, selama ini gak percaya sama lo.

Elang: Dian ternyata benar pasien Rumah Sakit Jantung Harapan Kita.

Elang: Gue masih shock dengan kenyataan ini.

Angga: Lang, gak usah minta maaf.

Angga: Gue paham lo pasti shock.

Angga: Seharusnya gue yang minta maaf karena enggak memberitahu lo kenyataannya.

Angga: Gue sudah janji sama Dian.

Elang: Apa yang lo bilang bener Ga.

Elang: Gue rasa sudah jatuh cinta sama Dian.

Angga: Alhamdulillah, akhirnya lo dapat hidayah juga Lang.

Angga: Trus gimana sama Sarah?

Elang: Gue mau akhiri hubungan gue sama Sarah.

Angga: Yakin?

Elang: Gue yakin. Tapi Dian bakal maafin gue apa enggak ya?

Angga: Gak usah khawatir soal maaf.

Angga: Dian pasti maafin lo karena gak ada yang perlu dimaafin.

Angga: Justru lo harusnya lebih khawatir dengan keputusan Dian.

Elang: Keputusan Dian?

Angga: Iya. Dian memutuskan menjauh dari lo karena dia gak bisa berhenti mencintai lo, juga karena dia gak mau sampai lo jatuh cinta sama dia.

Elang: Terlambat Ga, gue sudah jatuh cinta sama dia.

Angga: Karena itu! Lo jangan menjauhi Dian biarpun Dian menjauhi lo.

Angga: Lo sudah tahu kondisi Dian kan?

Elang: Gue sudah tahu semua tentang kondisi Dian dan gue gak akan menjauhi Dian. Lo pikir gue bisa menjauhi Dian setelah tahu kondisinya?

Elang: Terlebih lagi gue sudah terlanjur jatuh cinta sama Dian.

Angga: Oke Bro, gue bakal bantu dengan doa. Dian sudah gue anggap sahabat Lang, gue juga sayang sama dia sebagai sahabat.

Elang tersenyum membaca chat terakhir dari Angga. Dia memang tak seharusnya cemburu pada sahabatnya itu.

Malam itu, Elang memutuskan untuk ke rumah Sarah. Dia benar-benar akan mengakhiri hubungannya dengan Sarah. Tak ada lagi obsesi, tak ada lagi rasa egois. Di hatinya kini sudah tertulis jelas milik seorang Diandra Alleira.

Elang menunggu di teras depan rumah Sarah begitu sampai, dia menelepon Sarah agar cewek itu keluar dari rumahnya.

“Elang? Tumben malem-malem kesini? Kenapa gak masuk?” tanya Sarah.

“Di sini aja Sar, aku mau ngomong penting.” jawab Elang.

“Mau ngomong apa sih?”

“Sebelumnya, aku mau nanya sama kamu,” Elang menatap Sarah serius. “tapi kamu harus jawab dengan jujur.” lanjutnya.

Sarah mengangguk. “Memang kapan sih aku gak jujur sama kamu?”

"Semenjak kita pacaran, kamu enggak pernah jujur sama perasaan kamu ke aku." batin Elang.

“Kamu, masih cinta sama Bayu?” tanya Elang.

Sarah terbelalak, dia langsung salah tingkah.

“Ya ampun Lang, kamu ngapain sih nanya pertanyaan kayak gitu? Kalau aku masih cinta sama Bayu ngapain aku minta kamu jadi pacar aku?”

“Untuk membuat Bayu cemburu? Kamu jadiin aku pelarian kan? Jawab aku Sarah! Kamu masih cinta sama Bayu kan?”

Sarah memalingkan muka, tanpa sadar dia meneteskan air mata.

“Kalau aku masih cinta sama Bayu, trus kenapa?”

“Ini masalah, karena aku baru sadar kalau aku jatuh cinta sama Dian.”

Sarah terkejut. Elang menatapnya datar.

“Aku ingin mengakhiri hubungan kita.”

Sarah menahan napas sambil memejamkan mata.

“Hubungan kita ini salah. Aku jadikan kamu obsesi dan kamu jadikan aku pelarian. Tak ada rasa cinta karena pada dasarnya kita tak saling mencintai.”

Sarah membuka matanya dan mengusap airmatanya. Di tatap kedua bola mata Elang yang menatapnya serius tak ada keraguan.

“Oke. Kita putus.” ucap Sarah.

Elang tersenyum lega. “Lo pantes dapetin cowok yang lebih baik dari Bayu. Lo cantik Sar, gak seharusnya lo sia-siain hati lo untuk cowok brengsek. Jangan biarkan rasa sakit, obsesi dan cemburu mempermainkan hati lo karena pada akhirnya itu semua akan membuat lo menyesal nantinya.”

Sarah mengangguk, Elang mengusap lembut puncak kepalanya.

“Lang…”

“Hmm…”

“Gue boleh pinjem pelukan lo gak? Karena rasanya sakit banget dan gue butuh pelukan.” Sarah mengusap airmatanya.

“Sini, sini, Elang peluk.”

“Jangan grepe-grepe tapi.”

“Ih siapa juga yang mau grepe-grepe.”

Kedua sahabat itu pun tertawa kemudian berpelukan. Ada kehangatan tersendiri diantara pelukan mereka. Elang yang merasa lega akhirnya bisa menyadari siapa yang ada di hatinya dan Sarah yang akhirnya menyadari tak seharusnya dia masih mengharapkan cowok yang sudah menghancurkan hatinya. Elang dan Sarah, memang sudah ditakdirkan saling menyayangi sebagai sahabat.

Sepulang dari rumah Sarah, Elang bertekad bahwa dia akan meminta maaf dan mengakui perasaanya pada Dian. Tak peduli jika Dian mengacuhkan, mengabaikan bahkan tak menggubris dirinya. Elang berjanji pada dirinya sendiri, dia tidak akan menjauhi Dian.

Dengan tekad dan usahanya akan perasaan cintanya pada Dian. Hanya satu harapan Elang sebelum Tuhan mengambil gadis itu dari sisinya selama-lamanya. Semoga dia bisa merasakan kebahagiaan bersama Dian, sebelum semuanya terlambat.

ⱷⱷⱷⱷⱷ

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top