Birthday Party

"Angga? Silmi?" Elang tampak sangat terkejut melihat sahabatnya dengan Silmi.

"Lo sama Sarah?" tanya Silmi sambil melihat tangan Elang dan Sarah yang saling menggenggam.

Reflek Elang melepaskan genggamannya. Sarah menatap Elang dengan tatapan bingung.

"Kenapa emang sama gue?" tanya Sarah dengan nada ketus.

"Lo pacaran sama Elang?" Silmi penasaran.

"Emang kenapa kalau gue pacaran sama Elang?" Sarah menegaskan dengan penekanan intonasi di kata 'pacaran'.

Silmi menatap Elang yang tak berkata apa-apa. Dia justru membuang muka menghindari tatapan Silmi.

"Sial! Kenapa gue harus ketemu Silmi di saat gue bersama Sarah!" batin Elang.

Elang bukannya merasa bersalah pada Silmi. Atau takut kepadanya. Justru yang di takutkan dan dia khawatirkan adalah Diandra. Elang sadar, Silmi adalah sahabat Diandra. Dan dia takut Dian mengetahui bahwa dirinya berpacaran dengan Sarah.

Tapi bukankah Elang tidak akan bisa menutupi kenyataan bahwa dia memilih menjadi pacar Sarah? Cepat atau lambat Dian pasti tau. Dan entah kenapa itu adalah hal yang sangat ditakutkan Elang. Dirinya takut Dian akan menjauh, tak mau mengenalnya lagi.

Elang mungkin egois, karena dia paham betul bahwa dirinya bukan siapa-siapa Dian. jika Dian memilih untuk menjauh dan tak mengenalnya lagi setelah mengetahui dirinya berpacaran dengan Sarah, itu hak Dian bukan?

Namun, jauh di lubuk hati Elang, dia tak mau kehilangan Dian meski dengan statusnya yang berpacaran dengan Sarah. Elang menyadari, gadis itu sudah memiliki tempat di hatinya. Dan yang tak di sadari Elang, tempat di hatinya dulu yang milik Sarah, sudah di gantikan Diandra.

Elang bukan lagi egois, tapi brengsek!

Kini, nasi sudah menjadi bubur. Elang sudah memilih Sarah. Silmi sudah mengetahui. Cepat atau lambat Dian pasti tau juga.

"Lo serius Lang? Sarah?" tanya Angga menyindir.

"Lo tau betul masalahnya Ga!" Elang tak terima di sindir.

"Oke. Gue enggak akan mendebat! Gue harap lo gak menyesal nanti." Angga memperingatkan Elang.

Angga dan Elang pun saling tatap dengan tatapan yang sulit di artikan.

"Ga, mending kita cabut aja! Gue tiba-tiba gak nafsu makan." ajak Silmi.

Angga dan Silmi akhirnya beranjak pergi. Mereka memilih pulang setelah pertemuan yang sangat tidak mengenakkan tadi. Sepanjang perjalanan pulang, Silmi hanya diam saja di mobil sambil menatap jalanan.

"Lo enggak apa-apa kan, Sil?" tanya Angga.

"Hah? Enggak, gue enggak apa-apa. Emang gue kenapa?" jawab Silmi gelagapan.

"Tadi, masalah Elang dan Sarah?"

"Gue kepikiran Dian, Ga."

"Gue juga kepikiran Dian."

"Dian tuh cinta mati sama Elang. Gue gak bisa bayangin gimana perasaan Dian kalau tau."

"Brengsek! Gue gak paham apa yang di pikiran Elang!" maki Angga.

"Sudahlah, lagi pula semua juga tau Elang cinta mati sama Sarah." Silmi mendengus.

"Sarah itu cuma obsesi Elang. Malah gue yakin banget Elang sudah jatuh cinta sama Dian!"

"Kalau Elang jatuh cinta sama Dian, mana mungkin dia pacaran sama Sarah!"

"Sebagai sahabatnya gue bakal bikin dia sadar! Itu tugas gue, Sil!"

"Lo yakin bisa? Bukannya yang namanya cinta itu buta?"

Angga menatap Silmi. "Lo meragukan gue?"

Silmi balas menatap Angga. "Jangan coba-coba kasih tau Elang kalau Dian sakit..."

"Tenang aja Sil! Gue juga udah janji sama Dian kok!" Angga dengan cepat memotong kata-kata Silmi.

"Gue enggak yakin bakal berhasil. Lagi pula Dian sudah memilih untuk berhenti."

"Maksud lo berhenti?"

"Dian bilang, dia gak boleh egois, dia bersyukur sudah kenal dan dekat sama Elang. Dian gak mau sampai Elang jatuh cinta sama dia."

"Tapi gue rasa terlambat, gue yakin Elang sudah jatuh cinta sama Dian. Hanya saja dia gak sadar atau terlalu bodoh karena obsesinya itu. Dian, berhak bahagia Sil!"

"Gue juga udah bilang gitu ke Dian."

"Trus?"

"Dian tetap keras kepala. Dia enggak mau menyakiti Elang," Silmi tertawa. "lucu, padahal Elang sudah menyakiti Dian terlebih dahulu."

Angga tak berkata apa-apa lagi. Benar kata Silmi, Elang sudah lebih dulu menyakiti Dian.

ⱷⱷⱷⱷⱷ

Sudah beberapa bulan aku dan Elang saling mengenal dan dekat. Namun, akhir-akhir ini aku merasa menjauh dengannya. Apalagi setelah aku tau Elang mulai dekat dengan Sarah. Mereka memang dekat karena bersahabat. Tapi kali ini kedekatan mereka sesuatu yang berbeda dan aku menyadari hal itu.

Kedua sahabatku, Maya dan Silmi seperti menutupi sesuatu dariku. Dan aku yakin itu pasti berhubungan dengan Elang. Mereka tidak tahu bahwa aku lebih dulu tahu soal Elang. Tentang pertanyaan Sarah dan aku yakin aku tahu apa jawaban Elang. Hal itu yang membuat aku menjadi sedikit menjauhi Elang.

Cinta itu banyak bentuknya, ada yang mengatakan aneh, unik, kasat mata, sederhana, indah bahkan kejam dan luar biasa. Tapi satu hal yang pasti, cinta adalah perasaan bahagia. Jika menyakitkan, itu bukan cinta. Mungkin aku naïf, tapi mana ada sih ketika jatuh cinta kita merasa sakit? Jika kita mencintai seseorang begitu menyakitkan, mungkin itu obsesi.

Jika kebanyakan orang memilih menjauh, ketika orang yang di cintai bahagia dengan yang lain. Aku memilih untuk tetap berada dekat dengannya. Mungkin sedikit menjauh, karena aku ingin memberi ruang dirinya dengan wanita pilihannya. Tapi tak salah bukan jika aku tetap ingin berada di dekatnya? Agar bisa tetap memandangnya, sebelum Tuhan menutup mataku selama-lamanya.

Aku tahu, Tuhan sedang mengujiku. Di sisa waktu hidupku. Apakah aku akan bersikap egois dengan tetap memaksa Elang jatuh cinta padaku? Padahal Tuhan sudah membuat diriku mengenal dan dekat dengan Elang. Atau aku tak akan melangkah jauh, ikut bahagia dengan pilihan Elang sekarang bersama cinta pertamanya.

Aku juga tahu, seharusnya aku bersyukur, karena Tuhan sepertinya akan mengabulkan permintaanku yang lain. Ulang tahunku! Sebentar lagi aku akan merayakannya, usiaku akan 17 tahun! Semoga saja hingga saat itu tiba, aku masih baik-baik saja. Hanya itu doaku.

Kini, di sinilah aku berada. Di depan pintu kelas Elang. Aku mengintip ke dalam, kulihat Elang sedang bersama Sarah, mereka tampak asyik mengobrol dan Elang terlihat bahagia. Tanpa sadar aku tersenyum meski hatiku sakit. Aku merasa bimbang, apakah aku masuk saja atau mungkin aku pergi saja?

Akhirnya aku putuskan untuk masuk. Karena niatku memang ingin mengundang Elang ke acara ulang tahunku dan aku berencana mengundang Sarah juga.

Elang dan Sarah menoleh kepadaku ketika aku masuk. Mereka langsung menghentikan obrolan. Kulihat Elang menjadi salah tingkah.

"Hai Elang, Sarah." sapaku ramah.

"Hai juga, Dian kan?" Sarah membalas sapaanku tapi Elang hanya diam saja.

"Iya, gue Dian." kataku.

"Ada perlu sama Elang?" tanya Sarah.

"Eh, Enggak kok. Gue ada perlu sama kalian berdua." jawabku.

Elang langsung menatapku begitu juga dengan sarah, bingung.

"Gue, gue mau ngundang kalian berdua ke acara ulang tahun gue." ujarku.

"Oh iya? Kapan acaranya Yan?" tanya Sarah.

"Sebenarnya, Jumat ini gue ulang tahun," Dian tersenyum. "tapi acaranya hari Sabtu. Gue harap kalian mau datang. Kalian mau kan?"

"Oke, Yan. Gue pasti datang sama Elang." Sarah menoleh ke arah Elang. "Iya kan Lang? lo kok diem aja sih?" Sarah menyikut Elang.

"Hah? I-iya, gue sama Sarah pasti datang." Elang gelagapan.

Dian mengangguk dan tersenyum. Kemudian menatap Elang sendu, hatinya sakit. Karena Elang terlihat tak ingin berbicara dengannya.

"Yauda, kalau gitu gue permisi balik ke kelas." Dian pamit.

"Eh tunggu dulu!" Sarah menahan Dian. "lo mau kado apa?" lanjutnya bertanya.

"Enggak usah bawa kado juga enggak apa-apa kok. Kalian datang aja itu sudah menjadi kado buat gue." jawab Dian tersenyum. Sekali lagi, Dian menatap Elang dan laki-laki itu membalas tatapannya, sendu dan rindu.

Ingin sekali saat itu, Elang berbicara dengan Dian. Tanpa sadar, Elang merindukan Dian. Elang rindu bagaimana Dian tersipu malu kepadanya, tersenyum kepadanya. Elang juga rindu dengan segala tingkah laku Dian yang menurutnya sangat menggemaskan, sikap Dian yang aneh dan ucapan-ucapannya, bahkan rasanya kerinduan Elang sedikit menguap dengan hanya melihat dan mendengar suara Dian.

Elang hanya bisa menatap kepergian Dian dari ruang kelasnya tanpa berkata apapun. Apakah dia pengecut? Atau brengsek?

ⱷⱷⱷⱷⱷ

Hari ini, acara ulang tahunku berlangsung. Aku sangat bersyukur, hingga hari ini tiba, aku baik-baik saja. Tentu saja aku mempersiapkan hatiku. Karena Elang akan datang bersama Sarah dan aku berencana memperkenalkan mereka kepada kedua sahabatku sebagai pasangan.

Acara ulang tahunku sangat sederhana. Hanya ada ibuku, kedua sahabatku, Angga, ini karena Silmi mengajaknya, Elang dan Sarah. Sudah cukup bagiku bisa merayakan ulang tahun yang ke 17 di sisa hidupku yang sebentar lagi.

Bagiku, acara ulang tahunku ini ibarat pesta menyambut kematianku!

"Yan, acaranya kapan di mulai?" tanya Maya yang sudah tidak sabaran.

"Bentar May, Elang sama Sarah belum datang." jawabku.

Uhuk. Uhuk. Maya tersedak.

"Lo ngundang Elang sama Sarah?" tanya Maya.

"Iya. Emang kenapa?" tanyaku balik.

"Yah, enggak apa-apa sih."

"Gue udah tau kok May."

"Hah? Tau apaan?"

"Elang sama Sarah, mereka pacaran."

Maya terdiam, kemudian. "Gue sama Silmi gak bermaksud..."

"Enggak apa-apa May, lagian gue yang lebih dulu tau dari awal kok." Aku buru-buru memotong perkataan Maya.

Aku tersenyum ke Maya, padahal aku sekuat tenaga menahan air mata dan rasa sakit di hatiku. Ini pilihanku juga, cukup sampai di sini. Tidak melangkah jauh. Aku memutuskan tidak ingin sampai membuat Elang jatuh cinta padaku walau sesungguhnya kemungkinan itu adalah tidak mungkin.

"Ngomong-ngomong Silmi mana ya? Apa belum datang?" mata Maya menyisir seluruh ruangan tamu.

"Tuh lagi di pojokan sama Angga." Aku menunjuk ke arah teras belakang.

"Eh buset! Sejak kapan Silmi sama Angga?"

"Sejak gue paksa dia jalan sama Angga."

"Serius? Silmi mau jalan sama Angga?"

"Ya iyalah mau! Kan gue paksa."

"Gila lo Yan! Bisa membuat Silmi melanggar prinsipnya."

"Halah Silmi, sok megang prinsip padahal dia senang banget bisa jalan sama Angga." kataku mencibir dan Maya hanya tertawa saja mendengar perkataanku.

Tepat pada saat itu, Elang dan Sarah tiba di rumahku. Aku mencoba bersikap tenang padahal diriku gugup sekali. Selain karena aku takut sekali terkena serangan jantung di hadapan Elang, aku juga takut memperlihatkan raut muka patah hati di hadapannya. Sebisa mungkin aku tersenyum lepas, meski aku tahu aku tak bisa menutupi mataku yang kecewa.

"Elang! Sarah! Terima kasih ya udah mau datang, maaf kalau acaranya begini aja. Gak ada yang istimewa, biasa saja dan sangat sederhana." Aku menyambut kedua pasangan tersebut.

"Gak apa-apa Yan, gue juga gak suka yang rame-rame. Biasanya pesta kayak gitu cuma buat orang-orang yang bermuka dua dan munafik!" balas Sarah tersenyum padaku. Aku tau maksudnya, apalagi kalau bukan Sarah sedang menyindir mantan sahabatnya Winona.

Aku tertawa kecil mendengar perkataan Sarah kemudian menatap Elang. Kulihat dia memegang sebuah bungkusan kado kecil berwarna biru dengan pita berwarna pink.

"Lang! kasih ke Dian kadonya." Sarah membuyarkan tatapan Elang kepadaku.

"Oh, ini Yan kadonya." Elang menyerahkan bungkusan kado itu kepadaku.. "semoga lo suka, selamat ulang tahun ya." lanjutnya.

Aku mengambil bungkusan kado tersebut dan tersenyum kepadanya.

"Elang beli sendirian tuh kadonya, gue juga gak tau isinya apa." bisik Sarah.

Aku terkekeh, sejenak aku lupa mau memperkenal Elang dan Sarah sebagai pasangan.

"Yuk, sini." Aku mengajak Elang dan Sarah masuk ke dalam, di mana sudah ada ibuku, Silmi, Maya dan Angga. "Kenalin nih, ada pasangan muda, Elang sama Sarah, mereka cocok ya?" Aku terkekeh. "Gue berharap Elang sama Sarah langgeng dan Elang, selamat ya! Akhirnya lo bisa bersama dengan cinta pertama lo." lanjutku tersenyum lepas atau bisa di katakan tersenyum lepas yang sangat aku paksakan. Aku menatap Elang yang kemudian kutangkap dari tatapannya adalah tatapan datar yang tak bisa kuartikan.

Suasana di dalam ruangan hening, tidak ada yang berbicara atau memberikan tepukan tangan atas pernyataanku. Dengan cepat aku memalingkan muka, menghindari tatapan Elang.

Dian mungkin tak sadar, ucapannya membuat hati Elang sakit dan perih. Karena sebagian hatinya adalah milik Dian, atau bisa di katakan seutuhnya sudah menjadi milik Dian.

Dalam hatinya Elang memaki! Bagaimana bisa Dian berbicara seperti itu? Mengucapkan selamat kepadanya? Dan bersikap seolah-olah tak terjadi apa-apa! Padahal Dian berkata mencintai dirinya! Dian mengatakan sendiri bahwa dia mencintai dirinya!

Elang egois? Ya!

Bodoh? Tentu saja!

Brengsek? Itu sudah pasti!

Untuk pertama kali dalam hidupnya, Elang ingin sekali melepaskan apa yang sudah di dapatkannya! Dan mendapatkan yang lainnya.

Pada saat itu, ingin sekali rasanya Elang menculik Dian dan membawanya ke suatu tempat tanpa bisa ditemukan siapa pun. Hanya mereka berdua.

ⱷⱷⱷⱷⱷ

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top