Angga dan Silmi
Elang menghempaskan dirinya di atas sofa ruang tamu. Ia memejamkan matanya. Kembali teringat dengan pekataan Sarah yang meminta dirinya menjadi pacarnya. Tapi tak langsung di jawab olehnya.
Entah kenapa dirinya tidak langsung menjawabnya, padahal selama ini menjadi pacar sahabatnya itu adalah hal yang sangat dia inginkan.
Elang menyadari kini hatinya bimbang dan dia sadar kebimbangan hatinya karena seseorang mulai memasuki ruang jenuh di dalam hatinya.
Seseorang itu adalah Diandra Alleira. Gadis yang memberi sensasi aneh di hatinya dan perasaan De Javu setiap kali Elang bersamanya.
Dian, perlahan mengisi kejenuhan hati Elang akan cinta pertamanya yang tak terbalas.
Elang membuka matanya kemudian beranjak dari sofa. Dia menuju kamarnya. Begitu sampai di kamarnya, dia membuka laci meja belajarnya lalu mengeluarkan sebuah kertas yang agak lusuh kemudian dia mengambil sebuah kertas lainnya yang di lipat dan di selipkan dalam sebuah buku.
Elang membuka lipatan kertas tersebut kemudian dia memandangi gambar yang ada di kertas tersebut dan dibandingkannya dengan gambar di kertas yang agak lusuh.
Untuk beberapa detik Elang terdiam dan tercenung.
"Gambarnya sangat mirip!" batinnya.
ⱷⱷⱷⱷⱷ
“Sil mau ya? Please.” Dian merajuk ke Silmi. Membujuk sahabatnya itu agar mau jalan sama Angga.
“Elah Yan, lo kan tau gue gak tertarik sama yang namanya Gaga Gaga itu!” ujar Silmi sarkastik.
“Namanya Angga, Sil! Angga!” Dian memperjelas.
“Whatever lah sama namanya, gue juga gak tertarik.” sahut Silmi cuek.
“Ih Silmi jangan gitu! Angga orangnya baik loh.” Dian mengerucutkan bibirnya.
“Emang yang bilang dia gak baik siapa? Masalahnya dia tuh narsis, sadar ganteng, gue males jadinya.” Silmi mendesah dan memutar bola matanya.
“Sil, please, demi gue! Mau ya? Ya? Ya?” Dian kembali merajuk.
“Demi lo? Emang apa hubungannya sama lo sih?” Silmi malah penasaran.
“Itu.. emm.. Angga tau rahasia gue sil. Dia tau gue punya penyakit jantung, dia tau hidup gue gak lama lagi dan dia janji gak bakal kasih tau Elang asal gue bisa deketin lo sama dia.”
“Brengsek! Dia manfaatin lo Yan!”
“Enggak gitu Sil! Gue nya juga yang mau kok.”
“Ngales lo bisa banget Yan!”
“Beneran Sil! Lo tau gak? Angga tuh cucunya Kakek Albar.”
“Kakek Albar?” sejenak Silmi mencoba mengingat. “Kakek Albar yang itu? Lo serius Yan?”
Dian mengangguk-anggukkan kepalanya.
“Gila! Dunia sempit ya?” Silmi tak percaya.
“Mangkanya itu, mau ya Sil? Cuma jalan doang kok, lo gak harus bales perasaan cintanya si Angga.” ujar Dian cekikikan.
“Cih! Gak bakal gue bales perasaannya! Tertarik aja enggak!”
“Awas lo ntar jatuh cinta.”
“Gak akan! Kalau pun iya itu urusan hati gue sama diri gue sendiri.”
“Hahaha… bahasa lo Sil!”
“Lo sendiri Yan? Gimana sama Elang?”
“Gimana apanya?”
“Ah elah Yan, jangan pura-pura bego deh! Elang udah nembak lo belum?”
“Nembak? Mati dong gue?”
“Ih Dian! Gue serius!”
Dian tertawa. “Kayaknya sih, Elang gak bakal jatuh cinta sama gue Sil. Dan gue kayaknya gak boleh egois. Biarlah begini saja, gue bersyukur bisa kenal dan dekat sama Elang. Seharusnya gue gak meminta lebih, gak boleh!”
“Yan, tapi lo berhak bahagia.”
“Gue emang berhak bahagia, tapi gue enggak punya hak untuk menyakiti seseorang,” Dian terdiam sejenak kemudian menghela napasnya. “membuat seseorang jatuh cinta untuk kemudian harus di tinggalkan untuk selama-lamanya, sama saja dengan membunuhnya perlahan. Itu kejam.” lanjutnya.
“Yan! Tapi itu kan bukan kemauan lo! Itu keputusan Tuhan yang sudah menakdirkan seperti itu!”
“Emang bukan kemauan gue Sil, tapi dari awal gue tahu kalau gue bakal menyakitinya nanti. Apa benar gue tetap harus membuat Elang jatuh cinta sama gue demi kebahagiaan gue? Bagaimana jika dia jatuh cinta sama gue lalu gue pergi? Hidup gue gak lama lagi Sil! Itu namanya egois!” Dian menjadi sedikit histeris dan menitikkan airmatanya.
“Yan, udah Yan! Gue minta maaf.” Silmi memeluk sahabatnya itu.
Dian menggeleng “Lo gak perlu minta maaf Sil. Cukup biar gue aja yang jatuh cinta sama Elang.”
Silmi hanya bisa terdiam sambil memeluk Dian.
“Jadi, lo mau kan jalan sama Angga?” tanya Dian.
Silmi mendesah. “Iya, Yan! Iya, demi lo.”
“Aaaa… Silmi lo emang sahabat terbaik di dunia!” pekik Dian sambil memeluk Silmi.
Silmi membalas pelukan Dian. Demi sahabatnya, yang hidupnya kini tidak lama lagi, dia rela melakukan apa saja permintaan Dian. Dalam hatinya, Silmi ingin membahagiakan sahabatnya itu sebelum ajal menjemput Dian.
ⱷⱷⱷⱷⱷ
Sesuai dengan janjinya sama Dian, Silmi akhirnya jalan dengan Angga. Dia kini sudah menunggu di jemput di depan gerbang rumahnya. Angga ternyata datang terlambat menjemputnya.
“Hebat ya, udah ngajakin jalan trus telat jemputnya.” ujar Silmi sinis, begitu Angga sampai di depan rumahnya.
“Maaf Sil, maaf. Gue tadi nyasar nyari-nyari rumah lo.” Angga berkelit.
Silmi mengacuhkan Angga, berjalan melewatinya kemudian masuk ke mobil. Angga yang melihat Silmi sudah masuk ke dalam mobil akhirnya langsung masuk ke mobil dan menjalankan mobilnya.
“Sil, gue beneran minta maaf. Lo gak marah kan?”
“Gak. Gue enggak marah, cuma kesel.”
“Yah sama aja itu Sil.”
“Beda. Kalau gue marah, gue gak bakalan mau jalan sama lo hari ini.”
Angga mengangguk tanda paham.
“Gue senang akhirnya lo mau jalan sama gue Sil. Kita bisa saling mengenal deh trus bisa lebih dekat lagi.” Angga terkekeh.
Silmi menoleh ke Angga. “Tunggu, tunggu,” Silmi memberi aba tangannya ke arah Angga. “gue jalan sama lo bukan berarti gue mau kenal sama lo atau mau lebih dekat sama lo. Paham?” lanjutnya menegaskan.
Angga berdecak. “Sil, dimana-mana orang yang jalan berdua pasti biar lebih saling mengenal dan dekat satu sama lain.”
“Buat gue enggak! Dan lo tetap orang asing bagi gue.” Silmi tetap bersikeras.
Angga menghembuskan napasnya kasar. "Ingatkan gue sedang menghadapi singa liar bukan cewek!" batinnya.
“Lebih baik jalan sama orang asing. Biar gak sakit rasanya ketika harus pisah saat mau pulang.” ucap Silmi sambil melihat ke arah luar kaca mobil tanpa menatap Angga.
Angga menatap Silmi yang masih memandang ke jalanan dengan tatapan heran.
“Oh jadi Silmi gak mau pisah sama Angga ya?” goda Angga.
Silmi menoleh. “Apaan sih! Kepedean lo!”
“Udah sih ngaku aja kalau gak mau pisah sama gue.” Angga menoel dagu Silmi.
“Ih apaan sih!” Silmi bergidik kemudian mengambil tisu di tasnya lalu mengelap dagunya.
“Segitunya sampai di lap segala.”
“Maunya gue malah dibersihin pake tanah 7x!”
“Astaga! Gue di samain sama air liur anjing.”
“Nah itu paham!”
Angga tertawa kesal, ingin rasanya dia berkata kasar.
"Silmi, Silmi, gimana caranya jinakkin lo sih!? Bikin gemes tau gak!?"
Mobil Angga akhirnya sampai di sebuah Mall. Mereka kemudian memasuki Mall tersebut setelah Angga memarkirkan mobilnya.
Silmi berjalan dengan cepat mendahului Angga seperti hendak kabur namun Angga dengan cepat menangkap tangannya. Silmi yang kaget langsung menepisnya. Tapi Angga dengan cepat menangkap tangan Silmi lagi.
“Apaan sih! Lepasin gak?”
“Gak”
Silmi pun memberontak.
“Diem!”
“Gue gak mau diem! Lo ngapain sih pegang-pegang tangan gue?”
“Biar lo gak kabur.”
“Siapa juga sih yang mau kabur? Lepasin gak?"
“Gue enggak mau! Udah nikmatin aja!” Angga mengeluarkan muka setannya dan tersenyum iblis.
"Sialan!" maki Silmi dalam hati. Kondisinya kini dalam keadaan tidak bisa membantah Angga.
Dengan kesal, Silmi membiarkan tangannya di genggam sama Angga. Padahal hatinya diam-diam sedang melompat kesana kemari.
“Ga, ke J.Co dulu.” ajak Silmi.
Angga mengangguk sambil tetap menggenggam tangan Silmi.
“Lo mau beli apa Sil?”
"J.Cool."
“Hah? Apaan? Gue cool?”
Pletak!
“Aww.. sakit Sil!”
“Mangkanya kuping di pake! Gue bilang J.Cool! Beliin buruan!”
“Iya Sil, iya. Elah cuma bercanda juga.”
“Jangan bercanda sama gue, karena gue gak sebercanda itu.”
“Lagian di seriusin gak mau.”
Pletak!
“Sil! Sakit!” Angga meringis untuk yang kedua kalinya.
“Bodo!” sahut Silmi cuek seperti biasanya.
Setelah membeli J.Cool, Angga dan Silmi memilih tempat duduk di pojok dekat jendela.
“Sil, lo kenapa sih gak tertarik sama gue?” tanya Angga di sela-sela mereka sedang menikmati J.Cool yang mereka pesan.
Silmi melirik Angga. “Lo kenal Viktor Axelsen gak? Dia atlet bulutangkis dari Denmark?”
Angga memutar bola matanya ke atas. “Gak kenal gue.”
“Bentar,” Silmi kemudian mengeluarkan ponselnya dari tas, memainkan layarnya kemudian menyodorkan ke muka Angga. “nih Viktor Axelsen.” ujar Silmi.
“Ini orang?” tanya Angga, Silmi mengangguk. “Mukanya pucet banget kayak mayat hidup! yakin lo nih orang?” lanjutnya.
Silmi menatap Angga datar seakan ingin memakannya hidup-hidup.
“Viktor Axelsen tuh crush gue!” Silmi kemudian mengarahkan ponselnya sejajar dengan muka Angga. “lo kan tadi nanya, kenapa gue enggak tertarik sama lo?” Angga mengangguk. “Coba bandingkan muka Viktor sama muka lo. Ibaratnya Viktor, pangeran yang udah siap jadi raja, nah, lo tuh rakyat jelata yang mendekati budak! Paham?” lanjut Silmi menjelaskan.
Angga langsung berdecak dan mendengus kesal, mengacak-ngacak rambutnya kasar, sedangkan Silmi dengan santai dan cuek melanjutkan menikmati J.Cool-nya.
"Liat aja Sil! Gue bakal bikin lo jatuh cinta sama gue!" ucap Angga dalam hati dengan gemasnya.
Selepas dari J.Co, Angga dan Silmi melanjutkan perjalanan mereka mengelilingi Mall.
“Sil, main Ice Skating yuk?” ajak Angga.
“Lo emang bisa main Ice Skating?” tanya Silmi.
“Yaelah paling sama kayak main sepatu roda. Gampang!” jawab Angga begitu percaya diri.
Silmi hanya bisa tertawa kecil. "Sepatu roda pala lo!"
“Mau gak Sil?”
“Oke.”
Setelah menyewa sepatu Ice Skating, mereka pun memasuki arena Ice Skating. Namun baru saja Angga meluncur masuk, dia langsung terpeleset dan terjatuh. Angga meringis, mengelus pantatnya yang sakit.
“Kata lo sama aja kayak main sepatu roda?” sindir Silmi sambil memutar-mutari Angga yang masih terduduk lalu tersenyum meledek.
“Sil! Bantuin gue berdiri!”
“Lo laki kan?”
“Iya gue laki.”
“Berdiri sendiri! Jangan kayak banci!”
“Sialan!” maki Angga.
Silmi kemudian meluncur menjauhi Angga sambil menjulurkan lidahnya.
Susah payah Angga menuju tepian arena agar bisa berpegangan. Begitu sampai, matanya mencari-cari Silmi yang tak terlihat keberadaannya karena arena begitu ramai. Tiba-tiba ada yang menepuk bahunya.
“Astaga! Kaget gue Sil!” Angga hampir mengumpat.
“Mana sini tangan lo! Biar gue ajarin main Ice Skating.”
Angga untuk beberapa saat bingung dengan sikap Silmi. Tumben nih cewek berbaik hati dengan dirinya.
“Mau gue ajarin gak?”
“Eh iya mau Sil!” Angga kemudian mengulurkan tangannya.
Mumpung singa lagi kalem, ambil kesempatan!
“Kakinya jangan di lebar-lebarin, ntar jatuh! Di gerakkin dong.”
“Gak usah bungkuk-bungkuk gitu, berdiri tegak bisa kan?”
“Percaya diri kek! Gak usah takut-takut!”
Dan berbagai celoteh dari Silmi dengan nada galak.
"Sekalem-kalemnya singa tetap aja galak." batin Angga.
Setelah beberapa menit berlatih, Angga akhirnya bisa menyesuaikan kakinya dan mengimbangi Silmi.
“Ayo kejar gue, Ga! Kalau bisa!” tantang Silmi sambil meledek dan tertawa lepas.
Angga tentu saja terpesona dengan tertawa lepasnya Silmi. Ini pertama kalinya Angga melihat Silmi tertawa kepadanya, karena biasanya Silmi jutek dan galak.
Angga sudah jatuh cinta pada Silmi!
Angga tersenyum, memegang dadanya sebentar, kemudian menyusul Silmi yang sudah berada di tengah arena. Di sisa waktu, Angga dan Silmi saling kejar-kejaran. Berkali-kali Angga terjatuh. Tapi tak masalah baginya, asal dia bisa menggapai seorang Silmi, jatuh hingga ribuan kali hanyalah masalah kecil.
Sehabis dari Ice Skating, Silmi mengajak Angga ke Timezone.
“Ga, ambilin gue boneka kucing!” pinta Silmi sambil menunjuk permainan Claw Machine Dolls.
“Oke.”
“Inget loh, kucing! Gue enggak mau yang lain!”
“Iya, tenang aja sayang.”
Silmi langsung mencubit pinggang Angga.
“Aaawww.. Sil! Sadis banget sih!”
“Sayang, sayang, pala lo peyang! Jijik gue dengernya!”
“Beneran sayang aja lo baru tau rasa!”
“Cih! Gak akan! Udah buru ambilin boneka kucing!”
Angga lalu memainkan Claw Machine Dolls. Berkali-kali dia berusaha mengambil boneka kucing namun tak berhasil. Angga pun menjadi frustasi.
“Sil, udah deh gue beliin aja boneka kucing?”
“Gak! Gue maunya yang dari mesin mainan ini!”
“Kenapa harus dari sini sih? Susah banget tau gak!”
“Biar keliatan ada usahanya! Gini aja udah nyerah, terus lo mau gue begitu aja jatuh cinta sama lo? Gitu?”
Angga melirik Silmi, mencoba mencerna kata-kata Silmi. Kemudian mengeluarkan lagi senyuman iblisnya.
“Kalau gue bisa ambilin boneka kucingnya buat lo, apa lo mau kasih kesempatan buat gue?”
Silmi menatap Angga sambil menyipitkan matanya. “Buktiin dulu!”
“Oke.”
Angga kemudian dengan semangat asmara yang membara, memainkan Claw Machine Dolls. Mencoba mengambil boneka kucing. Berkali-kali gagal, bahkan duitnya hampir terkuras habis dan waktu sudah hampir berjam-jam.
“Udah lah nyerah aja! Gue laper nih!” ujar Silmi.
Tapi Angga tak menggubris, sampai akhirnya…
“YAAASSS!” teriak Angga sambil mengepalkan kedua tangannya ke atas. “gue dapetin boneka kucing buat lo nih Sil!” lanjutnya senang.
Tanpa Silmi sadari, dia juga ikut senang Angga bisa mengambilkan boneka kucing buat dirinya.
“Lo gak lupa kata-kata lo kan?” tanya Angga.
“Apaan?” tanya Silmi balik.
“Gak usah sok polos! Lo harus kasih gue kesempatan! Gak ada pembantahan!”
“Iya, iya.” Silmi memutar bola matanya. “Sekarang makan yuk! Gue udah laper dari tadi!” lanjutnya sambil memegang perutnya.
“Yuk!” Angga menggenggam tangan Silmi.
“Ih, lepasin Ga! Gue gak kabur juga!”
“Kesempatan, Sil! Inget, kesempatan!”
Silmi mendengus kesal, ingin rasanya dia berkata kasar, memaki-maki bahkan memakan Angga hidup-hidup saat itu juga.
Mereka kemudian berjalan menuju ke sebuah restoran. Namun, alangkah kagetnya Angga dan Silmi ketika mereka berpapasan dengan dua orang yang mereka kenal di depan pintu restoran. Salah satunya tampak sangat terkejut ketika melihat Silmi, sedangkan yang satunya lagi tampak terlihat biasa saja.
"Elang?" ucap Silmi dengan raut muka tak percaya, apalagi mengetahui siapa yang berdiri di sampingnya dan Elang menggenggam tangannya.
"Brengsek!" geram Angga dalam hati.
ⱷⱷⱷⱷⱷ
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top