XVII (b)

Copyright: Moonlight-1222

Sesuai janji, ini bagian duanya. Selamat membaca.

Dukungannya selalu ditunggu biar Moon semakin semangat update. makasih :)

.
.
.

Diana berlari. Berlari demi kebebasannya. Berlari demi udara segar di luar sana. Berlari menapaki lantai-lantai marmer yang sebeku es dan menuju balkon yang terbuka pintunya, dan terus berlari menyusuri teras sebelum akhirnya melompati barisan catur-catur yang berwarna gading. Ia pasrah dan membiarkan bumi menariknya.

Tapi sayangnya Diana masih belum menyadari kalau dirinya adalah mangsa seekor laba-laba. Ia dibutakan oleh kegelapan yang sudah menyembunyikan mereka...

"No!" Jeritan putus asa Diana menggema saat sekujur kulitnya bergesekan dengan sesuatu.

...yang terbentang di udara, menunggu untuk memerangkapnya.

Jalinan tali itu langsung bereaksi dengan bobot tubuhnya, terlepas dari poros masing-masing dan membentuk telur. Ia kini tidak ubahnya seperti ikan yang tertangkap jala. Wilford menjebaknya. Pria itu sengaja membiarkannya kabur hanya untuk mematahkan semangatnya; hanya untuk memberitahunya kalau tidak ada jalan kabur. Ia berontak dalam kepompongnya. "HELP!" jeritnya pada kesunyian malam dan padang luas yang berkabut. "HELP! HELP! ANYBODY! HELP ME!" Jeritannya bersatu dengan air mata. "Please! Save me!"

"Tidak akan ada yang menolong meski kau terus berteriak sampai suaramu habis." Diana merasa harapannya runtuh saat Wilford bertindak seperti nelayan yang sedang mengangkut jala berisi ikan. "Kau berada di Axton Hall. Kediaman keluarga Lemington yang jauh dari pemukiman. Apa kau mengharapkan para pekerja estate akan mendengarmu dan menolongmu? Alas, aku sudah memberikan mereka semua libur selama sepuluh hari. Maaf karena sudah mengecewakanmu, Diana."

Diana menjadi semakin putus asa. Ia masih memiliki kaki, tapi seperti sudah cacat. Wilford menggendongnya santai ke tempat tidur karena ia hanya bisa berontak seperti gadis kecil akibat jaring yang membatasi ruang geraknya.

Sementara di balik pintu utama ada Lady Wilford yang memperhatikan semuanya dengan emosi memuncak. Terlalu beresiko. Diana ternyata sangat sulit dikendalikan. Dia gadis nekat yang tidak takut dengan apapun. Tangannya mengepal. Sepertinya saat ini mempertaruhkan keselamatan Viviane adalah pilihan terakhir.

"Bawa gadis kecil itu kemari," ujarnya pada seorang gadis di antara keremangan. Setelah menerima persetujuan, sang lady kembali mengintip.

Setelah Wilford melepaskan Diana dari jala, ia mencuri kesempatan dengan meraih lilin di nakas dan menghantamkannya ke kepala Wilford. Pria itu terhuyung ke belakang dan Diana melompat turun dari tempat tidur hanya untuk menghantam lantai karena kakinya terbelit jaring. Sial, makinya kesakitan.

Lady Wilford yang melihat semuanya tersentak kaget. Ekspresinya menjadi semakin kelam dan mendorong pintu dengan kereta dorongnya. "How dare you." Sepasang abunya---kini berwarna hitam akibat gelap---melotot. "Aku bahkan tidak pernah memukul puteraku. How dare you!"

"Mami." Raphael menahan tangan ibunya yang hendak memukul Diana---yang sedang berusaha bangun. "Raphael baik-baik saja. Ini...," Ia mengusap dahi kanannya yang mengalirkan cairan pekat. "hanya luka kecil," ujarnya datar. Ia lalu berjongkok untuk membantu Diana, tapi gadis itu menepis dan berdiri dengan kekuatannya sendiri.

"Kenapa kau mendukung perbuatan jahat puteramu?" Diana sungguh tak percaya kalau Wilford dibantu oleh ibunya sendiri---yang merupakan kakak perempuan dari Sir Hugh. Keluarga gila. "Kau salah bila mengartikan kasih sayang seorang ibu adalah dengan membenarkan setiap perbuatan buruk yang sudah dilakukan oleh anak. Dengan sikapmu ini kau sudah dengan sengaja menjebak puteramu ke jalan yang salah."

"Tutup mulutmu!"

Alas, ibu dan anak ternyata sama-sama sudah terobsesi. Mereka tidak pernah akan membutuhkan pendapat seorang korban. "Aku akan mati dan kalian hanya akan mendapatkan tubuhku."

Kemarahan Lady Wilford menyatu di wajahnya. Kenapa puteranya bisa menginginkan gadis keras kepala seperti Diana? "Baiklah. Lakukan apa yang bisa membuatmu merasa lebih baik." Ia mengulas senyum tipis setelah melihat Viviane berada di ambang pintu. "Tapi aku akan membuat hidup gadis kecil itu menderita setelah kematianmu."

Diana mengikuti arah mata Lady Wilford dan menemukan Viviane berada dalam dekapan seorang gadis muda. Oh, ia merasa tubuhnya lemas sekali. Kenapa ia bisa sampai melupakan kehadiran Viviane? Orang-orang tak berhati. Mereka tega menggunakan anak kecil sebagai tameng. Tapi..., dahinya berkerut karena wajah sang gadis terasa tidak asing. Ia berusaha mengingat dan kekagetan menyebar di wajahnya setelah berhasil mengenalinya. "Julia," lirihnya kian putus asa. (Awal kemunculan Julia di bab V/5)

"Ternyata aku memang benar kalau kamar yang kutempati saat berada di Witton House adalah milik Wilford, bukan Sir Hugh. Julia sudah menutupinya," Ia bergumam di telinganya sendiri dan tersenyum atas kebodohannya. Semuanya menjadi sedikit jelas. Dari awal Wilford memang sudah berniat buruk padanya karena pria yang baik tidak akan pernah menempatkan seorang gadis yang bukan isterinya dalam ruang pribadinya.

Dari awal pria itu sudah menetapkan Diana sebagai target. Jadi sekeras apapun berlari, tali yang sudah mereka jerat pada kakinya akan selalu menariknya kembali.

Kenyataan itu membangkitkan emosinya. "Keluargaku tidak akan tinggal diam! Mereka akan mencariku dan kalian akan mendapatkan hukuman atas perbuatan kalian!"

"Kemana mereka akan mencarimu?" tanya Lady Wilford datar. Bibirnya membentuk segaris senyum yang sedingin tatapan abunya. "Satu-satunya saksi yang bisa membuktikan kalau Raphael sudah menculikmu sudah mati."

Oh, Diana merasakan air matanya menyerbu bersama emosi yang mendidih. Ia memang tidak mengenal Sir Hugh dengan baik, bahkan saat di pemakaman Anastasia saja mereka tidak pernah bertukar sapa. Tapi melihat dia mati dengan mengenaskan di hadapannya, serta setelah mengetahui penyebab dia menemui ajal, Diana jelas marah.

Pria itu tidak seharusnya mati. Sir Hugh memang tampak pendiam tapi auranya bersahabat. Figurnya sangat tinggi dan besar, dengan bahu lebar dan lengan yang kuat. Garis wajahnya menawan, terutama rahangnya yang tegas dengan bentuk hidung yang sempurna. Dia seperti versi laki-laki Lady Wilford, tapi dengan usia yang lebih muda. Seandainya Sir Hugh dan Wilford berdiri berdampingan, keduanya pasti terlihat seperti kakak dan adik.

Tapi sayang pria itu memiliki kakak perempuan dan keponakan yang jahat.

"Ini adalah kesalahanmu, Diana." Raphael mendekat dan Diana mundur. "Kenapa kau pergi dariku dengan pulang ke Chester Hall, bahkan sebelum masa season berakhir? Padahal aku hanya sementara di Cheshire dan pasti akan kembali ke London. Kau tidak seharusnya menghindariku." Dan membuatku marah.

Pengakuan Wilford membuat Diana tercekat. Ia tidak percaya kalau mereka berdiri di atas kesalahpahaman. Kenapa berakhir seperti ini? Akibat kematian Anastasia yang tiba-tiba, keinginan Diana yang sudah menerima Wilford pun urung diberitahukan pada kepala pelayan Witton House. Tapi bukankan Sir Hugh datang ke pemakaman Anastasia sebagai perwakilan keluarga Lemington? Seharusnya Wilford mengetahui alasan Diana kembali ke Chester Hall.

Diana ingin berteriak kalau Wilford sudah salah paham. Tapi melihat kekejian yang sudah dilakukan pria itu terhadap pamannya sendiri, rasanya sudah sia-sia untuk memberitahu kebenarannya.

Hubungan mereka sudah rusak. Bahkan sejak dari awal.

"Akhirnya kau memperlihatkan sifat aslimu. Meski aku tidak pernah menduga kalau ternyata sangat mengerikan seperti ini."

Raphael menunduk, dahinya berkerut, dan terselip ketidaksukaan dalam dirinya. "Aku sudah memberitahumu kalau aku adalah iblis. Tentu saja aku mengerikan."

"Iblis?" Diana memberikan wajah mencemo'oh meski sempat merasa terkejut setelah melihat darah pria itu yang berwarna kehitaman. "Kau gila. Itu adalah hal yang tepat untuk menggambarkanmu. Atau apakah kita sedang berada di rumah sakit jiwa?"

"Tidak mengapa bila kau tidak mempercayainya, tapi Hugh akan menjadi korban pertama dan terakhir. Kau hanya perlu menikah denganku dan hidup bersamaku selamanya. Kita akan merawat Viviane dan anak-anak kita bersama. Hanya itu, Diana."

Diana langsung merasakan perutnya bergejolak mendengar Wilford menyinggung anak-anak mereka kelak. "Mudah sekali kau mengatakan 'hanya itu', padahal kau sedang memaksakan kehendak padaku. Kau memaksaku. Merebut hakku. Jangan berbicara seolah itu adalah hal mudah." Matanya bersorot dingin, tapi air matanya mengalir. "Kenapa aku? Kenapa harus aku?"

Raphael tidak merespon. Dia hanya mengerti dan mengangguk pelan. "Kau sangat terpukul karena kematian Hugh. Baiklah. Aku akan membawanya dari kematian, tapi berjanjilah untuk menikah denganku."

OOOOO

Note :
Baiklah di atas sudah dijelaskan alasan Wilford masih menculik Diana padahal Diana bilang sudah setuju untuk menikah. Karena kematian Anastasia sudah membuat semuanya tertunda dan akhirnya berujung salah paham. Nanti di chapter selanjutnya juga masih ada penjelasan kenapa Raphael tetap menculik Diana.

Pertanyaannya, siapakah Raphael sebenarnya???

Oke. Bila masih ada yang kebingungan, tanya dikolom komentar, ya.
Jangan lupa vote dan juga komentar. Bila berkenan silahkan follow Moon dan baca cerita lainnya ya. Makasih. Love You All.

Pesan yang belum dibalas, nanti malam, ya. Selamat membaca & beraktifitas. Makasih :)

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top