Senasib, Seperjuangan
Karya oleh SEMPAKP0C0NG
Prompt 4: Kamu dan temanmu sama-sama sedang mengejar deadline tugas yang berbeda karena kalian beda jurusan di salah satu kosan temanmu yang lain.
***
"Kita dianjurkan tidur malam selama delapan jam, tapi buat mahasiswa Arsitektur, tidur malamnya cuma sejam-dua jam."
"Anak Kimia Murni juga gitu. Kalau masa praktikum, bisa tidur aja udah jadi kemewahan. Boro-boro tidur sejam-dua jam, ke kampus aja kadang cuci muka sama sikat gigi doang alias kita mah sering nggak tidur."
"Nasib, nasib. Gue kirain, masuk arsi, ya, gambar-gambar gitu aja. Eh, taunya, bisa bikin tipes juga."
"Ya, semua jurusan ada suka-duka tersendiri. Tergantung yang ngasih tugas sama yang ngerjainnya aja, sih. Dosen lo ngasih waktu berapa lama buat ngerjainnya?"
"Sebulan, sih ...."
"Ya, berarti kesalahan ada di Anda, dong. Lo yang nunda-nunda kerjaan, ya, selamat berjuang, deh, pejuang deadline."
"Ih, kok, ngatain? Lo juga suka nunda-nunda, ya, kalo lo lupa!"
"Eh, gue nunda kerjaan, tuh, karena ngerjain tugas yang lain! Lo pikir gue di depan laptop berjam-jam, tuh, main PUBG, kah, anjir?! Gue nugas! Bikin ppt, bikin makalah, esai ini, esai itu! Lagian, lo masih mending, anjir, dikasih waktu sebulan. Lah gua? Gua praktikum hari ini, laporannya dikumpulin besok. Okelah, kalau misalnya cuma satu laporan tanpa mikir tugas lainnya. Nah ini? Udah dikumpulin besok, tugas kuliah lain juga lancar terus. Masih mending satu laporan, ini dua, cui!"
"Orang Indonesia, nggak adu nasib, nggak asik."
"Gak usah diseriusin juga, lah. Anggap aja lagi ngeluh. Capek banget, buset. Nikah aja, kali, ya?"
"Nikah, nikah. Calon suaminya mana, Mbak?"
"Masih di Korea, sih. Masih nyari duit buat mahar dan menghidupi gue di masa depan."
"Mulai, halunya mulai."
"Iyain aja, kenapa sih?!"
"Ngapain gue dukung orang sakit jiwa?"
"Lo kok jahat banget, sih?!"
"Baru tau gue jahat?"
"Argh! Gue sebel! Lo nyebelin! Laprak nyebelin! Tangan gue mau patah! Siapa, sih, yang ngide laporan praktikum harus ditulis tangan?!"
"Kan, enggak mungkin ditulis pake mulut."
"Emang lo bisa nulis pake mulut?"
"Kagak. Kalo makan, baru pake mulut."
"Iya juga, ya. Nulis pake tangan. Makan pake mulut. Eh, tapi kenapa, ya, kalo jalan pake kaki dan bukan pake tangan? Kenapa kita nggak nyoba nerapin itu? Kan, bisa aja sebenernya kita jalan pake tangan."
"Lo aja sana. Gue ogah. Ngaco banget jadi orang. Tidur, gih"
"Enak aja tidur. BTW, gambaran lo udah sampe mana?"
"Tinggal dikit, sih, tapi mata gue perih banget. Ngantuk."
"Kita kayang aja, yuk."
"Ide bagus. Biar nggak ngantuk. Gue mau roll belakang sekalian."
"Eh, tapi gue laper. Jam segini enaknya bikin mie rebus, gak, sih?"
"Boleh juga, tapi gue mau roll belakang dulu. Lo mau kayang, kan?"
"Kita pake hitungan 2x8, abis itu baru bikin mie."
"Gas!"
Usai beberapa kali roll belakang dan beberapa menit kayang, alih-alih membuat mie rebus, keduanya justru terbaring di lantai. Tanpa sadar, mereka terpejam lelap dan baru sadar saat salah satu alarm berbunyi pada pukul tujuh pagi.
Panik, nggak? Panik, lah. Masa enggak?
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top