Tragedi Kapal

Helaan napas terdengar seiring dengan dengan langkah kaki menuju sebuah rumah di dekat pelabuhan. Aro mengetuk pintu lalu berhenti dan melihat kebelakang sebelum akhirnya pintu terbuka.

“Eh, Aro? Kamu juga ikut?”

Aku menatap terkejut Aro yang duduk di hadapanku, sementara Rio kembali masuk mengambil camilan.

“Apakah kamu berharap ini sebagai kencan?”

“Huh? Kencan—”

Tiba-tiba pintu terbuka dari sebelah dan Miya keluar dengan wajah bersinar.

“Wah leganya.” Ucap Miya sambil duduk di sebelahku. Dia dari toilet.

Aro terbatuk kecil, tepat pada waktunya dengan Rio yang membawa camilan dan beberapa koran. Tiga dari kami mengeluarkan peralatan tulis, hanya Aro yang datang tanpa membawanya. Aku hendak bertanya, lalu melihat Aro mengeluarkan ponselnya.

“Aku sudah membacanya tadi siang.” Ucap Miya setelah melirik koran itu singkat.

“Jadi, siapa menurut kalian dalang dibalik tragedi ini?” 

“Aku hanya bisa memikirkan pemilik kapal itu, maksudku ini sama seperti pembunuhan massal berencana, bukan?” ucap Rio. Aku dan Miya mengangguk masuk akal.

Brak

Kami bertiga terkejut melihat Aro yang tiba-tiba ambruk di meja.

“Aro, ada apa denganmu?” kataku sambil mendekatkan air minum melihat wajahnya yang pucat.

Aro membuka matanya setelah beberapa saat lalu melirikku ringan. Tatapan kosong itu, entah kenapa jantungku berdetak kencang, dan lenganku merinding hingga ke leher. Aro memegang tanganku, lalu menghela napas ringan, mengambil minuman yang kupegang. Aku pikir dia kesurupan? Syukurlah tidak, dia membuatku takut.

Tragedi kapal yang kami bicarakan baru saja terjadi satu bulan yang lalu. Pemilik kapal itu menyelenggarakan pesta diatas kapal pada malam hari, dan ketika fajar tiba, kapal itu kembali seperti umumnya. Namun, tidak ada yang turun dari kapal itu hingga ketika diperiksa ternyata semua orang di kapal itu tergeletak bersimbah darah. Beberapa memiliki bagian tubuh yang hilang, beberapa memiliki pisau dapur yang tertancap di tubuhnya. Bahkan tercatat seorang anak kecil sempat memegang kaki seorang staf yang memeriksa dengan kondisi satu bola mata yang hilang sebelum meninggal dunia. Dan ada dua orang hilang dari kapal itu, sang pemilik kapal dan nahkoda kapal tersebut.

Aku menarik napas terkejut ketika lampu di rumah Rio padam, aku juga mendengar jeritan kecil Miya.

“Tenang, aku akan mengambil lilin.” Ucap Rio bangkit dari kursinya. Tepat setelah itu, semua kaca di rumah Rio pecah.

“Semuanya keluar!” teriak Aro sambil menarik tanganku diikuti oleh Miya dibelakang kami.

“Tunggu—” kata Rio.

Suasana diluar gelap gulita, bahkan langit pun kosong. Jantungku berdebar, aku mendengar suara dari semak-semak, lalu melihat beberapa orang muncul dari baliknya.

“Haruskah kita meminta tolong kepada mereka?” tanyaku.

Aro memegang tanganku erat setelah mendengar ucapanku, bahkan Miya pun memegang tanganku yang lain. Apakah—

“Aku hanya melihat satu, Ra.” Bisik Aro.

Pupil mataku mengecil ketakutan, aku melihat salah satu orang dibelakang pria itu –aku melihatnya dikoran, sang pemilik kapal– dengan garpu dan pisau dapur yang menancap di lengan dan kakinya, seluruh tubuhnya basah kuyup. Beberapa orang yang tadinya tampak baik-baik saja berangsur-angsur mengeluarkan darah dari seluruh tubuhnya. Hanya satu, dia sang nahkoda yang menghilang.

“Ayah, kali ini aku benar-benar ingin berteman dengan mereka,” ucap Rio dibelakang kami.

_______

Cermin by Merlin_Fian

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top