Replika Kematian

12 Maret 2121

Kepada temanku:
Rebecca Leagsaidh

Katamu, aku masihlah muda. 25 tahun dan masih lajang pula. Katamu juga parasku rupawan walaupun tubuhku datarnya seperti papan.

Aku tahu kamu mengatakan itu untuk membuat hatiku tenang. Maka dari itu, aku berterima kasih padamu.

Sayang sekali, Rebecca, Kematian lebih mencintaiku ketimbang lelaki manapun di dunia ini.

Sejak aku dapat mengingat, sosok kematian telah berada di dekatku. Mengawasi, membisikkan kata-kata cinta, melindungi. Jika ia cemburu, Kematian akan membunuh orang tak bersalah itu.

Aku takut sekali. Itulah alasan kenapa aku tidak mau berhubungan dengan siapapun, bahkan dengan ayahku sendiri. Sebesar itulah cinta yang ia tujukan.

Kemudian satu tahun yang lalu, setelah mengamati tanpa berbincang denganku, Kematian buka suara. Kamu tahu apa yang dia katakan?

Dia senang kupanggil Kematian walau ia bukanlah kematian itu sendiri.

Kamu bisa menyebutnya malaikat jatuh.

Iblis.

Penghuni neraka.

Tubuhku gemetar saat itu. Otakku ribut. Mulutku terkatup saat Iblis itu menggores tanganku dan meminum darah.

Aku jadi miliknya.

Aku tak bisa lari.

Rebecca, aku takut sekali. Setiap hari aku menangis. Dihantui perasaan teror setiap kali membuka mata. Bahkan saat aku pergi menuju mimpi, ia terus muncul. Membuatku tak berdaya dalam pelukannya.

Aku menyerah.

Aku tak sanggup lagi.

Cintanya benar-benar mengerikan.

Rebecca, asal kamu tahu, surat ini kutulis di atas kapal dengan kamu sebagai tumbal. Iya, kamu tidak salah baca. Aku meumbalkanmu untuk harga kebebasanku.

Saat ini, aku menari dengan Kematian. Kematian yang asli. Kami berputar-putar, membiarkan air perlahan-lahan membasahi tubuhku.

Cahaya bulan menyinari geladak kapal, menggantikan listrik yang sejak setengah jam lalu padam. Berbeda dengan si Iblis, Kematian memperlakukan diriku dengan lembut.

Rebecca, terima kasih karena telah menjadi teman untukku yang punya perangai buruk.

Kamu sangat baik, karena itu aku minta maaf padamu.

Tertanda :
Judith Maradona

***

15 Maret 2121

Tengah malam. Suara burung hantu bersaut-sautan. Anjing milik Rebecca menggonggong terhadap sesosok makhluk yang tingginya mencapai dua meter.

Makhluk itu, sang Iblis, menggeram. Ia mengacuhkan si anjing dan masuk ke dalam rumah.

Iblis tiba di hadapan Rebecca. Ia meraung.

Gadis mungil di hadapannya bergetar. Rebecca menjatuhkan surat yang ia baca. Tangis jatuh dari pelupuk matanya.

“Iblis...?”

Makhluk itu mengulangi raungannya. “Di mana kasihku?! Di mana Judith?! Kenapa kau mengirim kematian padanya?!”

“A-aku ... b-bukan....”

Kalimat Rebecca digantikan oleh teriakannya.

__________

Cermin by Nec285_

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top