Mata

Kujabat tangannya erat-erat, matanya tak lepas menatapku.

“Eslyn," katanya. Mata itu lebar, bergemerlap akan sesuatu yang tak bisa aku jelaskan. Aku hanya mengira mungkin aku saja yang berhalusinasi oleh perjalanan laut ini sehingga aku berpikir gerlap mata besar itu memikat. Sekujur tubuhku menjadi kaku bak seseorang yang jantungnya berhenti.

“Kalau namamu?”

Aku terkesiap. “Ron … namaku Ron lisbert.”

Deru ombak menabrak badan kapal disaat kami baru saja berkenalan. Cukup keras hingga kurasa kapal sedikit oleng. Sebelum badanku terhanyut oleh getaran kapal, tanpa kusadari tangan wanita berambut panjang yang baru aku sadari itu menghentikan jatuh tubuhku. Aku berkeringat dingin, mata kami bertatapan, sungguh erat.

"Kau pucat Ron," kata Eslyn.

"Ya kurasa aku tidak enak badan. Bisakah kau mengantarku ke kamar?"

Belum selesai aku bicara, tangannya menggandeng tubuhku begitu erat. Kulitku meremang disekujur tubuh.

"Tentu, boleh. Sini kuantar." Tangan eslyn menyabuk lenganku.

Kami melewati koridor kapal dalam keadaan tubuhku yang oleng ke kanan dan kekiri mengikuti dentuman ombak yang menyerempet badan kapal penyebrangan antar pulau ini.

Kubuka pintu kamarku, lalu ku taruh tubuhku pada tempat tidur. Dia duduk disampingku. Matanya yang lebar terus menatapku tanpa berpaling sedikit pun. Jantungku berdegup semakin kencang. Ketika tanganku mencoba meraih selimut, tangannya lebih dulu menggapainya untukku, tapi hanya menyentuh tanpa menyeretnya padaku.

"Kau istirahatlah, Ron," kata eslyn. Aku mengangguk, jantungku masih berdegup cepat.

Sesaat setelahnya, listrik kapal padam. Aku terkejut, Eslyn mencoba mengambil lampu baterai di ruang atas kapal dan aku diperintahnya untuk tetap istirahat selama dia mengambil lampu. Meski aku sebenarnya lebih ingin ikut mengambil senter dengannya sebab sekarang tinggal kami berdua. Hanya berdua. Aku dan mata besar gemerlapan. Wanita berambut acak yang selalu mengikuti Eslyn dari sejak aku menjabat tangannya.

Keringat mengucur deras. Ingin aku menyeret selimut dan menutup seluruh tubuhku dari makhluk ini. Namun tangannya yang panjang menahan selimutku. Wajahnya mendekat, sangat dekat hingga hidung kami bersentuhan.

"Salam … kenal …, Ron." Senyum bibirnya begitu lebar hingga hampir menyentuh mata gemerlapnya tanpa aku tau apa yang ada di gejolak cahaya itu.

Aku terbangun, keadaan pagi hari di Dermaga. Makhluk itu menghilang dariku, Eslyn juga tidak bisa kutemukan seperti halnya setiap perempuan yang pernah aku temui setelahnya.

___________

Cermin by Nalabialbi

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top