8. MASA BERKABUNG

"Sayang istirahat dulu yuk," ajak Rangga kepada istrinya yang belum juga tidur padahal sudah jam tiga pagi. Sarah memang biasa menulis hingga lupa waktu seperti ini, tapi masalahnya saat ini dia sedang mengandung. Ya, Sarah hamil anak ketiga mereka setelah empat tahun mereka mengarungi bahtera rumah tangga.

"Kamu tidur lebih dulu saja, aku sebentar lagi nyusul." Rangga mengecup puncak kepala Sarah.

"Janji ya, kasian anak kita." Rangga mengingatkan istrinya itu kalau ada buah hati mereka yang sedang Sarah bawa kemana-mana. Usia kehamilan Sarah sudah masuk lima bulan.

"Iya sayang, janji." Sarah mengecup rahang suaminya itu hingga Rangga tertawa. Dia akhirnya meninggalkan Sarah untuk naik ke lantai atas dimana kamar mereka berada. Dia dan Sarah berencana akan pindah kamar besok, karena Rangga takut dengan usia kehamilan Sarah yang sudah semakin bertambah, perutnya juga semakin besar hingga istrinya itu kesulitan untuk berjalan.

Sarah pun larut dalam suasana yang dia ciptakan didalam novelnya. Begitulah Sarah, lupa waktu ketika sudah merangkai kalimat yang berasal dari imajinasinya. Ketika matanya sudah tidak dapat dia tahan lagi untuk terbuka, Sarah menyimpan ketikannya tersebut. Dia mengumpat saat jam sudah menunjukkan pukul empat pagi.

Rangga akan marah jika tau Sarah tidak langsung naik ke kamar setelah dia jemput tadi. Sarah bergegas keluar dari ruang kerjanya, tempat itu terlihat berserakan dengan bungkus kopi dan juga camilan Sarah. Dia akan membereskannya besok saja, pikirnya.

Sarah menaiki anak tangga perlahan, dia tersenyum saat melihat lampu ruangan tetap Rangga hidupkan. Alasannya pasti karena dia tidak ingin Sarah terjatuh atau menabrak benda saat berjalan. Sarah menguap ketika dia merasa benar-benar mengantuk, dan tanpa dia duga kakinya terpeleset. Tubuhnya tidak mampu menahan keseimbangan, hingga terjatuh begitu saja di tangga itu.

"Ahk.....," jerit Sarah ketika dia sudah terbentur ke tiang pembatas yang ada di lantai bawah. Dia kini kesakitan luar biasa.
Rangga yang mendengar itu langsung keluar kamar dengan berlari, begitu juga Fatma yang tidur di lantai bawah.

"Sarah," teriak Fatma melihat anaknya sudah tergelatak tak berdaya dengan darah yang mengalir di lantai. Darah itu tidak banyak, tapi terus mengalir turun ke paha hingga kaki Sarah.

"Sayang," Rangga mengambil tubuh Sarah dari Fatma.

"Rangga, ayo cepat kita bawa ke Rumah Sakit." Fatma mengingatkan menantunya tersebut. Rangga menggendong tubuh Sarah ke luar rumah dan masuk kedalam mobil. Fatma ikut masuk ke mobil dengan menggendong Raga, sementara Salsa yang masih mengantuk mengikuti neneknya karena tangannya di gandeng Fatma. Tidak mungkin kedua anak kembar itu ditinggal seorang diri di rumah.

"Farah, kamu ke Rumah Sakit sekarang. Sarah jatuh dari tangga," ujar Fatma menelpon Putri sulungnya. Saat di dalam mobil Sarah sudah tidak dapat membuka matanya. Dia begitu kesakitan, hingga rasanya sulit bernapas dan perutnya terasa melilit. Darah yang keluar juga tidak berhenti.

Rangga membawa Sarah ke Rumah Sakit di dekat rumah, dimana dia juga bekerja disana. Dia memanggil perawat dan langsung menggendong tubuh Sarah ke atas brankar. Sarah dibawa masuk ke ruang UGD, untuk diperiksa.

Rangga benar-benar merasa ketakutan saat ini. Dia takut kehilangan anaknya, apalagi jika sampai Sarah yang tidak baik-baik saja. Dia seorang Dokter, tentu tahu resiko dari semua yang terjadi ini.
Menunggu sepuluh menit akhirnya Dokter yang juga teman satu profesi Rangga itu meminta maaf, karena Sarah keguguran dan kehilangan banyak sekali darah.

"Kami tidak bisa menyelamatkannya Rangga, mohon maaf." Dokter itu menepuk bahu Rangga pelan. Dia jelas bersedih, Rangga juga tak mampu mengucap sepatah katapun. Dia hanya terus berjalan masuk ke dalam ruang UGD, melihat bagaimana kondisi istrinya.

Mata Sarah tertutup rapat, wajahnya pucat. Dia melihat beberapa perawat membersihkan sisa darah di kaki Sarah. "Harusnya tadi aku menungguinya Bu," ucap Rangga dengan parau. Dia sungguh sangat menyesal. Fatma juga sudah menangis, rasanya tidak mampu mencerna apa yang sedang terjadi. Bagai mimpi buruk, Sarah anaknya mengalami hal yang pasti akan membuatnya sangat terluka.

Rangga bersama Adinata dan Tomi yang berada di Rumah Sakit menguburkan calon anaknya yang tidak sempat melihat indahnya Dunia. Rangga menahan air mata untuk tidak tumpah saat dia meninggalkan pemakaman. Subuh selepas adzan mereka langsung menguburkan malaikat kecil yang kembali Tuhan ambil dari Sarah dan Rangga.

Ketika Rangga kembali ke Rumah Sakit dan masuk kedalam ruang rawat Sarah, semua orang seperti sedang panik. Winda berbisik kepada Rangga jika Sarah tadi sempat histeris, kemudian tiba-tiba diam seperti ini.

"Boleh tinggalkan aku bersama Sarah saja sebentar?" tanya Rangga pada semua orang yang ada di ruangan itu. Sarah tak bergeming meski mendengar suara Rangga juga derap langkah suaminya itu tidak dia hiraukan. Pandangannya lurus ke depan dengan tatapan kosong.

"Sarah," panggil Rangga kemudian dia duduk di samping tempat tidur istrinya tersebut. Mengusap lengan Sarah pelan, Rangga sungguh kecewa pada dirinya sendiri. "Sayang maafkan aku. Ak- ku tidak bisa menjaga kalian berdua, maafkan aku Sarah." Rangga berdiri mengecup kening istrinya yang saat ini mengeluarkan tangisan pilu. Mereka berpelukan, tapi tidak juga dapat menghapuskan sesak yang ada. Penyesalan, kekecewaan pada diri masing-masing membuat keduanya merasa bagaikan pasangan serta orang tua yang paling buruk di Dunia ini.

***

Hari-hari pilu dan suram yang Sarah lewati begitu cepat, tapi tetap tidak bisa menghapus kesedihan yang dia rasakan. Sering kali Rangga atau Fatma mendapati dirinya yang melamun di ruang kerjanya. Laptop menyala, jejeran buku berserakan di meja kerjanya. Namun, Sarah hanya berdiam diri dengan sorot kekecewaan yang terlihat jelas dari bola matanya.

"Sarah," panggil Fatma yang berdiri diambang pintu kerja Sarah. "Sarah ayo makan Nak, ini sudah sore dan kamu belum makan apapun sejak pagi tadi." Sarah masih diam memeluk kedua lututnya. Fatma menghela napas penjang, dia mendekati Sarah dan mengusap rambut Sarah dengan lembut. Rangga pagi-pagi tadi sudah pergi bekerja, sehingga hanya Fatma yang sehari-harinya menemani Sarah dan juga dua cucunya.

Fatma sebagai seorang ibu tidak buta untuk tahu kalau Rangga dan Sarah tidak baik-baik saja, sudah satu bulan berlalu dari kehilangan mereka, tetapi baik Rangga dan Sarah belum bisa menyembuhkan luka mereka. Rangga terlihat sangat sedih ketika dia mendapati Sarah masih sering bersedih, mungkin itu sebabnya Rangga lebih sering menghabiskan waktu di Rumah Sakit daripada di dalam rumah ini. Begitulah pikir Fatma, mungkin Rangga merasa terus bersalah kepada Sarah.

"Sarah tidak lapar Bu. Ibu makan saja bersama Raga dan Salsa ya, aku ada janji dengan Dita." Sarah kemudian pergi dari ruang kerjanya. Meninggalkan Fatma yang keheranan, tapi dia juga merasa lega karena Sarah setidaknya sudah mau keluar rumah.

Fatma melangkah menuju kamar kedua cucunya, dia menami Raga dan Salsa bermain di ruang tv rumah itu. Tidak lama Sarah turun sudah sangat rapi, dia berpamitan dengan Fatma. Sarah membawa mobil yang dibelikan Rangga untuknya sebagai transportasi Sarah pergi kesana-kemari. Rangga memang sangat mencukupi apapun yang keluarganya butuhkan, tapi tetap saja dalam biduk rumah tangga pasti ada cobaannya. Kali ini cobaan Sarah dan Rangga adalah kehilangan calon anak mereka.

Selang sepuluh menit Sarah pergi, Fatma mendengar suara mesin mobil memasuki garasi rumah. Tak lama sosok Rangga masuk kedalam rumah, dia tersenyum dan menyalami Fatma. "Sarah mana Bu?" tanya Rangga melihat kearah ruang kerja Sarah yang pintunya tertutup.

"Dia pergi barusan saja. Katanya ada janji dengan Dita," jawab Fatma dan Rangga menyunggikan senyum kemudian kedua alisnya bertaut. "Ada apa Rangga? Sarah tidak kasih tau kamu kalau dia keluar rumah," ujar Fatma bertanya kepada menantunya itu. Rangga menggelengkan kepala.

"Tidak Bu, mungkin Sarah buru-buru hingga dia lupa." Rangga menjelaskan isi pikirannya, kemudian mengirimkan pesan kepada Dita. Dia ingin bertanya apakah Sarah bersama wanita itu. Setelah mengirimkan pesan, Rangga memilih untuk bermain bersama anak-anaknya yang sedang aktifnya untuk bermain.

Sementara itu Sarah pergi ke sebuah Mall, dia duduk disalah satu restoran tempat Dita mengajaknya untuk bertemu. Sudah tiga puluh menit, tapi Dita belum juga datang. Sarah yang bosan menelpon Dita, dia kesal saat ini.

"Dit, lo dimana?"

["Di rumah, kenapa?"]

"Kok kenapa sih?! lo kan minta kita ketemuan di restoran Korea tempat biasa kita ketemu."

["Ih..apaan sih lo?! mana ada gue ngajak lo ketemuan, ah..gue tau bilang aja lo kangen sama gue kan?"] Terdengar tawa Dita di tempatnya, kini Sarah merasa bingung. Dia yakin kalau Dita menelponnya tadi pagi untuk bertemu disini. Saat ingin menjawab Dita lagi, mata Sarah melihat sosok suaminya sedang bergandengan tangan bersama seorang wanita. Menutup telponnya sepihak Sarah langsung membayar ke kasir makanan yang sudah dia pesan selama menunggu Dita tadi. Setelah membayar Sarah langsung berlari mencari keberadaan Rangga di Mall itu, lelah rasanya Sarah kesana-kemari tapi tak kunjung melihat Rangga lagi.

Dia yakin tadi dia melihat Rangga ada di Mall itu bersama seorang wanita, mereka terlihat sangat dekat bahkan bergandengan tangan. Rangga,suaminya itu mungkinkah kecewa dengannya karena tidak bisa menjaga anak mereka sehingga dia mencari wanita lain. Pantas saja Rangga belakangan jarang berada dirumah, padahal Sarah benar-benar membutuhkannya belakangan ini. Air mata Sarah tak dapat dia bendung ketika menebak apa yang terjadi dengan hubungannya dengan suami yang dia cintai.

Sarah melangkahkan kaki dengan berat keluar dari Mall itu menuju sebuah pemakaman yang jaraknya dia tempuh satu jam perjalanan. Dia menuju tempat dimana buah hatinya sudah beristirahat dengan tenang.

Rangga yang baru saja selesai membersihkan tubuhnya langsung membaca pesan masuk dari Dita, handuk yang dia gunakan untuk mengeringkan rambut terlepas begitu saja saat pesan Dita dia baca. Dita mengatakan kalau Sarah tidak bersamanya, hanya itu yang sahabat istrinya itu katakan. Karena khawatir, Rangga menelpon istrinya yang tidak kunjung mengangkat telpon meski sudah berkali-kali dia menelpon Sarah.

Hari sudah malam, Rangga berniat mengambil kunci mobil di lantai bawah dan pergi mencari Sarah. Dia sepertinya tahu kemana Sarah pergi, baru saja dia ingin keluar dari pintu rumah wajah Sarah yang murung dia lihat masuk kedalam rumah mereka. "Sayang kamu dari mana saja?" tanya Rangga yang tidak dihiraukan Sarah. Istrinya itu berjalan lurus dan menaiki anak tangga.

"Sarah kenapa Ngga?" tanya Fatma yang datang dari arah kamar kedua anak-anaknya.

"Tidak tahu Bu, biar Rangga susul dulu." Rangga langsung ingin menemui Sarah. Anehnya Sarah hanya diam saat dia memanggil. Sarah masuk kedalam kamar mandi dan tidak juga menganggap dia ada.

"Sarah ada apa dengan kamu sayang?" Rangga kali ini tidak hanya bertanya, dia langsung memeluk Sarah yang sudah siap memakai pakaiannya. Tubuh Sarah dirasa Rangga menegang, entah apa yang terjadi dengan istrinya ini. Dia benar-benar merindukan masa-masa mereka bahagia dulu.

"Kamu yang ada apa Rangga. Aku selalu dirumah ini menunggu kamu kembali dari bekerja, tapi apa yang kamu lakukan diluar sana? kamu terlena hingga lupa aku dan anak-anak." Sarah mengatakan itu dengan dingin. Dia menepis pelukan Rangga secara paksa, kemudian pergi dari dalam kamar. Rangga tahu kemana Sarah pergi, pasti ke ruang kerja. Rangga tahu dia salah, belakangan dia menyibukkan diri di Rumah Sakit dan perusahaan Papanya semata-mata karena ketika dia melihat Sarah, saat itulah dia merasa tidak becus dan terlalu mudah baginya mengucapkan kata maaf.

Bersambung...

Yang tidak sabar dengan kelanjutannya bisa ke Karyakarsa 'Nadra El Mahya' cari saja dengan judul juga bisa.

Maaf ya, bumil mau produktif tapi debay dalam perut gak bisa di ajak kompromi. 😅

Yang mau follow IG boleh mampir ke qinzara123 😘

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top