35. Membedakan Imajinasi
Rangga Pov.
Wanita yang aku cintai itu berlari, aku rasanya tidak sanggup untuk mengejarnya. Bukan karena aku tidak ingin, hanya saja aku tahu betapa dia terluka. Dia mengatakan kalau dia tidak gila sambil berteriak kesakitan. Aku membiarkan Dita mengejarnya, sementara aku memilih untuk tetap disini bertanya kepada seorang Pria yang merupakan salah satu pekerja keamanan gedung. Dia menjelaskan semuanya, barulah aku paham dengan apa yang terjadi.
Ternyata ada beberapa tetangga yang dekat dengan Sarah tinggal juga mengadukan apa yang mereka lihat. Mereka mengatakan juga merasa tidak nyaman tinggal di gedung ini jika Sarah yang mereka katakan adalah wanita gila tinggal dengan gedung yang sama dengan mereka. Dia bertanya siapakah aku, jawaban yang keluar dari mulut ini adalah aku mantan suami Sarah.
Tidak lama setelah itu, terlihatlah seorang wanita yang sudah berumur turun dari dalam mobil. Aku yang tahu kalau urusan ini akan sulit akhirnya menelpon Adella. Ya, bagaimanapun wanita itulah yang meletakkan Sarah disini. Dia juga harus tahu apa yang saat ini Sarah hadapi. Untungnya Adella langsung menanggapi dengan baik permintaanku yang dilakukan lewat telpon saat ini.
Aku pamit untuk melihat keadaan Sarah dulu, dan meminta petugas itu memanggil ku saja jika diperlukan. Aku melangkahkan kaki ke tempat dimana Sarah tinggal selama di kota ini, pintu tidak terkunci saat aku ingin masuk dan di ruang tamu aku meliihat benda-benda berantakan dengan isak tangis Sarah yang begitu pilu. Dita aku tidak melihat kehadirannya atau suaranya. Aku terus melangkah menuju kamar, tempat dimana Sarah pasti berada karena suara tangis itu berasal darisana.
Begitu aku membuka pintu kamar aku terkejut, Dita tergelatak tak sadarkan diri dengan keningnya yang terluka dan darah mengalir disana. Sementara Sarah dia memeluk kedua lutut kakinya disudut ruangan sambil menangis. Dia menatapku tapi tidak berbicara apapun, dari matanya aku jelas melihat dia ketakutan. "Dita," panggilku langsung meraih bagian kepala Dita dan mengecek denyut nadinya. Aku menelpon layanan gedung ini yang nomornya ku lihat ada di nakas dekat tempat tidur Sarah. Aku langsung meminta mereka untuk menelpon ambulan dan meminta bantuan mereka juga untuk bisa membawa tubuh Dita kebawah dengan cepat.
Darah yang mengalir dari kening Dita cukup deras, aku diminta menjelaskan apa yang terjadi, tapi aku tidak langsung menjawab. Keadaan ini sangat kacau, ketika dua orang datang dan mereka mengangkat tubuh Dita menggunakan tandu aku memeluk Sarah dan mengajaknya untuk ikut turun ke bawah. Untunglah saat aku berada di lantai bawah aku bertemu Adella, dia menatapku dengan banyak pertanyaan. Wanita paruh baya yang ku tebak tadi adalah pemilik gedung ini atau mungkin pengelolanya.
Ambulan datang, aku tidak menjelaskan kepada Adella dulu melainkan mementingkan membawa Dita ke Rumah Sakit sementara Sarah tetap aku rangkul. Meski petugas gedung itu meminta Sarah tinggal aku tidak mengijinkannya. Adella juga mengerti apa yang aku inginkan, sehingga dia mengatakan kalau dialah yang menjamin Sarah tidak akan kabur. Aku yakin Adella adalah wanita yang sangat terpandang di Kota ini karena terlihat mereka bersikap sangat hormat kepadanya.
Saat didalam ambulan Sarah seperti orang yang sangat terguncang. Dia begitu berantakan dan wajahnya seperti orang tidak mengerti apapun, tapi mencari sebuah jawaban. "Sayang aku disini, aku akan terus bersamamu disini." Aku memeluknya erat, mata Sarah mencari jawaban atas apa yang aku ucapkan.
"Kau nyata?" tanya Sarah membuat ku terluka. Jadi ternyata wanita yang ku cintai ini bingung menentukan mana yang nyata dan tidak. Aku mengangguk dan langsung memeluknya. Air mata ini ikut jatuh meski sudah kutahan, aku memang seorang Pria. Namun, saat melihat Sarah_wanita yang aku cintai seperti ini aku tidak mampu menahan tangis ini. Aku lemah melihatnya tidak berdaya, aku berjanji didalam hatiku apapun yang akan menimpa Sarah aku adalah tamengnya, aku adalah tempat dia untuk menenangkan dirinya dan aku ini semua akan aku perlihatkan nyata untuknya.
***
Sarah menjelaskan segalanya kepada Rangga, dia mengira Dita tidak nyata sehingga dia mencoba mengusir halusinasinya tersebut dengan memukul kepala Dita dengan vas bunga yang ada dikamar tidurnya. Namun, ternyata Dita saat itu bukanlah hasil halusinasinya. Sarah hanya menjelaskan itu kepada Rangga tanpa diminta oleh Pria itu. Kemudian saat Adella dan Allard datang Sarah hanya terus saja diam. Dia sudah lelah memilih mana yang nyata dan tidak, sehingga dia memilih untuk diam dan menutup rapat-rapat telinganya.
"Rangga, pihak pengelola gedung meminta aku untuk mengeluarkan Sarah dari gedung itu." Adella memberitahukan kepada Rangga, hal itu sudah dapat Rangga tebak sebelumnya. "Itu sebenarnya bukan masalah untukku, tapi setelah insiden Dita ini mereka melapor ke polisi dan kau tahu pasti, pihak kepolisian akan segera menemui Sarah menanyai dirinya berbagai hal. Jika mereka tahu Sarah sedang dalam masalah seperti ini secara sikisnya, maka mereka pasti akan memasukkan Sarah ke tempat rehabilitasi."
"Mereka tidak akan bisa melakukan itu," jawab Rangga tanpa ragu, tegas dan juga amarah yang terselip dalam kalimatnya. "Sarah bukan warga negara ini, bukan penduduk kota ini. Kami akan kembali ke Indonesia secepatnya," ujar Rangga lagi. Dia tidak akan membiarkan orang menyakiti Sarah sedikitpun.
"Aku bisa membantumu melakukan hal itu Rangga percayalah, hanya saja berita ini pasti akan sampai di Jakarta. Kau tahu pihak kepolisian disini pasti akan memberitahukan hal ini kepada instansi disana, karena saat kalian melewati imigrasi disini akan ada laporan juga yang mereka sertakan." Adella menjelaskan sementara Allard, terlihat berpikir. Rangga menghembuskan napasnya kasar. Selama perbincangan itu Sarah memilih diam, dia hanyut dalam pikirannya sendiri, tapi masih mampu mendengar serta mengerti dengan baik apa yang semua orang disana bicarakan tentangnya.
Sarah tertawa membuat semua orang terkejut, Rangga yang cemas langsung merangkul bahu Sarah. "Lihat Rangga, aku sudah melukai sahabatku sendiri." Sarah menunjuk ruang UGD dimana Dita sedang ditangani. Apa yang Sarah lakukan barusan dapat dilihat oleh Dokter yang ingin menemui mereka.
"Bagaimana Dokter?" tanya Allard dan juga Adella bersamaan.
"Pasien tidak apa-apa, hanya kami beri beberapa jahitan untuk menutup bekas luka yang mengeluarkan darah dari keningnya. Untunglah kalian segera membawanya ke Rumah Sakit." Dokter itu tersenyum kepada Adella serta Allard, tapi tatapan mata menyelidik dia tujukan kepada Sarah. Mungkin dia mendengar apa yang baru saja Sarah katakan sambil tertawa tadi.
"Tunggu-tunggu, apa ini nyata? apa kalian ini nyata?" tanya Sarah lagi jelas dia terlihat sangat bingung. Kemudian Sarah menjauhkan tubuhnya dari Rangga, dia menepuk-nepuk wajah Rangga dengan tangannya. Memang tidak kuat, tapi cukup menyakitkan untuk dilihat oleh Rangga. Adella dan Allard bahkan menatap Sarah dengan prihatin. Dokter itu juga melihat Sarah dengan yang sama. Dia berbisik kepada Rangga, memberitahukan bahwa Sarah harus segera dibawa ke rehabilitasi.
Rangga memegang kedua bahu Sarah, wanita itu masih mencoba untuk menjauhkan dirinya. Mungkin, Sarah masih belum memahami kalau yang dia lihat saat ini adalah nyata. "Sayang, ini aku." Rangga berusaha menyatukan keningnya dengan Sarah lagi saat ini. Adella sangat tersentuh melihat dua orang yang saling mencintai itu. Rangga berusaha keras meraih Sarah lagi, menyadari kesalahan yang ia perbuat dan menerima Sarah meski kini Sarah menderita sakit yang sangat serius. Sementara dia dan mantan suaminya bercerai karena sang suami tidak bisa menerima kekurangannya. Cinta macam apa yang dulu dia pertahankan selama bertahun-tahun untuk sosok mantannya itu.
"Sarah, aku nyata."
"Tidak...tidak...kau tidak nyata." Sarah masih ragu pada apa yang dia lihat dan rasakan saat ini.
Rangga mengecup tangan Sarah lembut "Dengar detak jantungmu saat kau melihatku, dengar desiran cinta yang dulu kau katakan selalu datang ketika aku menyentuhmu. Tutup matamu, jika kau merasakan semua itu, maka aku nyata. Percayalah sayang, kau akan bisa membedakannya." Rangga memberitahu Sarah cara yang semoga saja benar-benar dapat membantu Sarah keluar dari kebingungannya.
Setelah mengatakan hal itu, Sarah benar-benar menutup kedua matanya. Rangga tersenyum bahagia karena Sarah masih mau mendengarkan dirinya. Perlahan Sarah kembali membuka mata, dia menatap mata Rangga mencari jawaban. Kemudian Sarah memeluk Rangga, dia kembali terisak. "Aku jahat, aku sudah membuat sahabat ku terluka. Aku benar-benar sudah gila Rangga," kata Sarah membuat mereka iba.
Setelah bisa mengendalikan Sarah, mereka semua melihat keadaan Dita. Wanita itu terbaring masih lemah, tidak ingin melihat Sarah bersedih Dita mencoba tersenyum menyambut Sarah. "Maaafin gue Dit," katanya dan Dita mengangguk. Mereka berdua berpelukan, kening Dita terlihat diperban. Saat Sarah dan Dita berbincang Adella memanggil Rangga untuk berbicara.
"Rangga maaf, kondisi Sarah yang seperti ini membuat aku dan Allard tidak bisa melanjutkan kerjasama kami. Namun, kau tenang saja aku akan membantu kepulangan Sarah dan membereskan semua masalah yang sudah terjadi disini. Kau hanya perlu menyiapkan Dokter yang terbaik di Jakarta untuk Sarah, ingat kata Dokter yang menangani Sarah. Jika dia sudah menyakiti diri sendiri atau orang lain, itu semua bisa mempersulit penyembuhannya."
Rangga mengangguk, dia melihat kearah Sarah dan juga Dita. Dua wanita itu masih terlihat asik mengobrol. Kemudian Sarah tiba-tiba menatapnya dan Adella, dia tersenyum mata sembab itu terlihat sudah bersinar kembali.
***
Rangga membawa Sarah ke hotel malam itu, dia menjelaskan kejadian di gedung apartemen dibantu dengan Adella yang juga menjelaskan kepada Sarah. Jelas saja Sarah sedih, kecil hatinya menerima fakta kalau orang-orang terganggu dengan kehadirannya yang dianggap gila. Pada kesempatan itu juga Adella memberitahukan kepada Sarah kalau kerjasama mereka terpaksa diberhentikan.
Sarah terdiam cukup lama, dia hanya mendengar apa yang Adella katakan. Sesekali matanya menatap sosok Rangga yang juga hanya diam sembari tangannya menggenggam jemari Sarah. "Tulisanku sudah separuh jalan, apa kau tidak bisa memberikan kesempatan kepadaku?" tanya Sarah pada akhirnya.
"Maaf Sarah, jika aku tetap memintamu menyelesaikan naskah novel itu akan banyak hal yang tidak bisa kita kendalikan. Kau harus sembuh dulu, baru kita akan kembali melanjutkan projek ini. Bagaimana?" tanya Adella menawarkan hal yang dianggap Sarah mustahil.
"Tidak perlu Adella, aku mengerti. Hanya saja aku sedikit sedih," ucap Sarah dia kemudian menatap Allard dan Adella bergantian "Saat aku kesini, aku berjanji kepada anak-anak dan ibuku kalau mereka akan kesini untuk berlibur, sekaligus mengunjungiku. Namun, nyatanya aku harus pulang dengan penyakit ini." Adella tercekat mendengarnya, Sarah bangkit dari duduknya disofa kemudian memilih masuk kedalam kamar yang ada dihotel itu.
"Rangga maafkan aku," kata Adella kepada Rangga yang ingin beranjak menemui Sarah.
"Menulis adalah kehidupannya begitu juga dengan anak-anak kami. Namun, kau tidak perlu merasa bersalah, aku akan menjelaskan kepada Sarah."
Bersambung...
Maaf lama gak nongol 😭😭
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top