31. Aku Di Sini Untukmu
'Alasan apalagi yang pantas dikatakan seorang Pria, ketika dia menempuh perjalanan bermil-mil hanya untuk menemui seorang wanita, jika itu bukan cinta.'
***
Pertama kali dalam hidup Rangga setelah berpisah dengan Sarah dia merasakan malam yang hangat, dan alasan semua itu tidak lain adalah karena Sarah. Ingin Rangga melakukan panggilan vidio dengan anak-anaknya, tapi karena takut Fatma jadi mengetahui apa yang terjadi dengan Sarah dia mengurungkan niat itu. Saat ini dia sedang mengamati Sarah yang sedang masak di pantry. Senyuman terukir di wajah Rangga, sementara Sarah dia merasa gelisah karena mata Rangga yang terus tertuju kepadanya.
Sarah menyerah mengusir mantan suaminya itu, dia hanya memasak mie instan karena tengah malam perutnya lapar. Mood nulis harus tetap dia jaga karena ingin segera menyelesaikan naskahnya, meski pikirannya bercabang saat ini karena kehadiran sosok Rangga yang sedang berbaring di sofa ruang televisi.
Saat Sarah mengangkat mangkuknya ingin makan sambil mengetik, Rangga berjalan mengahampirinya. "Terima kasih," kata Pria itu mengambil mangkuk mie miliknya. Pria ini benar-benar ingin mengacau hidupnya saja.
"Rangga itu milik ku," ujar Sarah mengikuti arah Rangga yang kini memilih duduk lantai. "Rangga jangan mengganggu ku, kalau mau kau bisa buat sendiri. Aku tidak punya waktu."
"Aku sangat lelah sayang, begini saja kamu bawa laptop kesini dan kita makan satu mangkuk bersama. Nanti kamu aku suapin." Sarah terdiam, apa yang Rangga ucapkan barusan adalah hal yang sering mereka lakukan saat masih bersama dulu. Ya, dulu sebelum kehidupan rumah tangga mereka seperti penjara untuk Sarah.
Sarah pergi dari hadapan Rangga, tidak ada gunanya dia berbicara dengan Rangga. Semua yang pria itu lakukan hanya akan mengoyak hati Sarah lebih dalam lagi. Sarah merasa kepalanya berdenyut, Rangga yang melihat itu dengan sigap langsung menghampiri Sarah. "Ayo kita ke kamar," kata Rangga dan Sarah menepis sentuhan Rangga. Dia berdecak sambil terus berjalan ke arah meja dimana laptopnya masih menyala. Rangga menghembuskan napas kemudian dia memesan makanan dari restoran yang masih satu gedung dengan apartemen ini.
Rangga mengamati mantan istrinya itu yang duduk di meja dengan pandangan lurus kearah laptop, mie yang dibuat Sarah belum Rangga sentuh karena dia ingin memastikan Sarah makan-makanan yang sehat. "Kenapa tidak dimakan ? kalau tidak mau biar aku yang makan." Sarah melirik Rangga yang bersandar di dekat jendela sambil menatapnya terus dari tadi.
"Aku ingin kita makan sama-sama."
"Makanlah dulu, aku sedang ada pekerjaan." Sarah tidak ingin tarik urat lagi berbicara dengan Rangga, dia benar-benar sakit kepala sekarang.
Bel apartemen berbunyi, saat Sarah ingin membuka pintu Rangga melarangnya. Dia yang berjalan kearah pintu, mengambil makanan yang dia pesan lalu memberikan uang untuk bayarannya. Apartemen yang tidak terlalu luas itu bisa membuat Sarah melihat apa yang Rangga lakukan.
"Kenapa memesan makanan ?" tanya Sarah dia saat ini melihat Rangga berjalan ke dapur untuk mengambil air minum dan juga piring.
"Ayo makan. Aku pesan steak untuk kamu, lengkap dengan salad dan juga jus."
"Rangga ini tengah malam, kenapa memesan makanan berat seperti itu." Sarah masih tidak bergerak dari posisinya memaksa Rangga untuk menghampiri Sarah, mengajak wanita itu duduk di ruang tv karena dia sudah menata makanan mereka disana. Rangga berlutut, mengambil tangan Sarah menatap mata mantan istrinya itu dengan pandangan memohon.
"Makan ya, daripada makan mie instan lebih baik kalau kamu makan yang aku beli itu. Lagi pula kamu belum makan apa-apa selain makan naskah kamu itu sedari tadi." Rangga melirik laptop Sarah terlihat lucu dimata Sarah dan melepaskan senyum serta tawa kecil untuk pertama kalinya. Sarah lupa tentang hatinya yang marah serta kecewa selama ini. Namun, Sarah kemudian terdiam dia memikirkan bagaimana jika benar kalau dia memang menderita sakita yang Rangga katakan tadi sore kepadanya. Apa itu artinya dia selama ini hanya menuduh Rangga saja ? Pikiran Sarah itu buyar ketika Rangga mengusap jemari Sarah sambil tersenyum.
Sarah akhirnya bangkit dan duduk bersama Rangga untuk makan malam. Makan malam pertama setelah mereka bercerai. Rangga dengan mangkuk mie buatan Sarah dan Sarah dengan makanan yang sudah Rangga pesankan. Mereka makan dalam diam, sama-sama memikirkan kenangan dulu saat mereka bersama.
***
Dita sudah menunggu Rangga dan Sarah di Rumah Sakit, Rangga sudah mengirimkan pesan kepada Dita untuk bertemu disana karena dia dan Sarah juga akan menemui Dokter di Rumah Sakit itu. Adella terlihat datang bersama dengan seorang Pria, dan tidak lama Dita melihat Rangga serta Sarah. Dita tahu Sarah tidak ingin berbicara dengannya, wajar jika sahabatnya itu merasa kecewa.
Dokter Albert menyapa mereka semua yang ada didepan ruangannya, namun untuk menjelaskan kondisi Sarah dari hasil yang dia dapatkan saat menangani Sarah kemarin hanya boleh dua orang yang masuk kedalam ruangannya. Yaitu, Sarah dan dia memilih Dita untuk ikut kedalam sana bersamanya bukan Rangga. Tidak mengapa bagi Rangga, yang penting Sarah bisa paham kondisinya dan mau menuruti pengobatan yang sudah Rangga rencakan untuk Sarah di Jakarta.
Di dalam ruangan itu Sarah bersama Dita duduk dengan tenang menunggu Dokter Albert mengambil sesuatu dari dalam laci. Dia kemudian membuka laptop dan menunjukkan hal itu kepada Sarah serta Dita.
"Ini adalah rekaman cctv yang Rumah Sakit ini terima ketika menangani Anda Nona. Dan setelah itu kami menyimpulkan apa yang terjadi kepada Anda. Ada juga bukti dari cctv rumah sakit anda sedang berbicara seorang diri didepan pintu kamar rawat satu jam sebelum Anda pergi. Maaf tapi saya hanya menyampaikan apa yang saya khawatirkan terjadi kepada Anda. Kami tidak bisa memberikan keterangan resmi karena belum ada pemeriksaan khusus terkait apa yang terjadi kepada Anda Nona." Penjelasan Dokter Albert membuat Sarah hancur, tidak mungkin dia menderita sakit skizofrenia itu. Dia baik-baik saja, dan tidak sedang berhalusinasi.
"Di pintu itu tadinya ada anak kecil yang menyapa ku," kata Sarah dan dia mengguncang bahu Dita. Sarah rasanya tidak bisa menerima ini semua. "Begini saja Nona, lebih baik kita lakukan pemeriksaan. Anda bisa mengunjungi Dokter Lincoln salah satu Psikiater terbaik yang ada di Kota ini, kebetulan dia juga bekerja di Rumah Sakit ini." Jelas Dokter Albert sementara Sarah masih belum mau menerima fakta tersebut. Dia berjalan keluar ruangan tiba-tiba. Rangga mencegah Sarah yang berjalan tergesa-gesa keluar dari ruangan Dokter itu.
"Sarah mau kemana ?"
"Lepaskan aku Rangga." Sarah mencoba lepas dari pegangan Rangga pada lengannya.
"Hei Sarah," panggil Rangga lagi sambil mengejar mantan istrinya itu. Adella dan Dita mengikuti dari belakang. "Sarah jangan seperti ini," teriak Rangga sambil mengejar Sarah yang sudah keluar dari gedung Rumah Sakit. Nyaris saja Sarah tertabrak mobil jika tidak Rangga cepat-cepat menarik tubuhnya. Dita dan Adella menghembuskan napas lega saat melihat Rangga sudah menarik tubuh Sarah.
Tubuh Sarah gemetar, tidak ada orang satupun di muka bumi ini yang mau mendengar kenyataan langsung dari Dokter tentang apa yang terjadi seperti Sarah saat ini. Meski itu semua belum jelas karena Sarah disarankan untuk menemui Psikiater, tetapi rekaman cctv itu menampar Sarah. Apalagi cctv Rumah Sakit itu disertai oleh suara, sangat jelas Sarah berbicara seorang diri. Dalam keadaan keterkejutan itu Sarah ada didalam pelukan Rangga, dia melihat sekelilingnya dan mata Sarah melebar saat dia melihat wanita di sebrang jalan menatapnya sambil menggelengkan kepala.
"Kak Sarah kenapa ?" tanya seorang anak kecil yang saat ini menarik jari kelingking Sarah.
"Rangga ini anak itu," kata Sarah menunjukkan kepada Rangga, tapi Rangga tidak menanggapi Sarah. Tidak mungkin hanya dia yang bisa melihat anak ini, apa dia sedang melihat hantu ?
"Sarah kita kembali ke Psikiater ya. Kamu harus benar-benar diperiksa."
"Rangga aku tidak mau, aku tidak mungkin__," ucapan Sarah tertahan saat dia melihat wanita di sebrang jalan yang dia kenal selama ini sebagai selingkuhan Rangga berdiri tepat di samping dia dan Rangga. Wanita itu tertawa, jika ini nyata tidak mungkin Rangga tidak melihat wanita ini kan ?
"Rangga kau tidak bisa melihat dia___."
"Sarah..hei, hei." Rangga menarik wajah Sarah menatap kearahnya. "Tidak ada siapa-siapa disini selain kita berdua, Dita dan Adella dibelakang sana." Sarah yang masih terguncang dengan apa yang terjadi melepaskan diri dari pelukan Rangga kemudian berlari sekuat yang dia mampu. Ada taksi dan dia langsung masuk kedalam taksi yang berhenti itu.
Rangga mengetuk-ngetuk kaca jendela taksi tersebut, tapi Sarah tetap meminta supir taksi untuk pergi dari sana. Adella dan Dita yang menyusul dari belakang juga tidak mampu berbuat apa-apa. "Dia mungkin ke apartemennya," kata Adella. "Apa yang dikatakan Dokter sebenarnya ?" tanya wanita yang jadi Bos Sarah itu kepada Dita. "Dokter itu memberikan bukti rekaman cctv, dan dia meminta Sarah untuk ke Psikiater yang bernama Lincoln, setelah Sarah pergi Dokter itu mengatakan kepada ku kalau Sarah harus segera ditangani, karena biasa pasien yang tidak mampu menerima dengan baik kondisi halusinasinya bisa berbuat hal yang menyakiti diri sendiri atau orang disekitarnya." Penjelasan Dita sudah diketahui Rangga. Lutunya terasa lemas, dia juga tidak mau Sarah mengalami hal seperti ini. Rangga mengusap kasar wajahnya.
Rangga menyusul Sarah ke apartemen wanita itu, setelah memastikan Sarah ada disana Rangga segera menyusulnya. Berulang kali Rangga menekan bel unit milik Sarah, tapi wanita yang dia tahu ada didalam sana tidak juga membukakan pintu untuknya. Tiga jam Rangga mencoba menunggu Sarah membuka pintu, dan tidak juga kunjung bersambut dengan baik.
"Sarah, buka pintunya sayang. Aku tahu kamu didalam sana," ujar Rangga lagi sambil terus menekan bel. Tiga jam menjadi lima jam, kali ini Rangga takut jika terjadi sesuatu kepada Sarah didalam sana. Kebetulan Adella menelponnya dia langsung memberitahukan apa yang terjadi. Tiga puluh menit setelah menelpon Adella, wanita itu datang. Dibelakangnya ada seorang petugas gedung. Rangga mengetahui dari seragam yang digunakan.
Pria itu membukakan pintu atas perintah Adella. "Bagaimana bisa kau melakukannya ?" tanya Rangga.
"Keluarga ku pemilik gedung ini." Adella menjawab dan kemudian pintu sudah terbuka. Rangga langsung masuk bersama Adella, langkah kaki Rangga langsung menuju ke kamar. Sementara Adella melihat ruangan yang berantakan, sepertinya Sarah menumpahkan kekesalannya tadi diruangan ini.
"Sarah," panggil Rangga saat dia melihat mantan istrinya itu berada dibawah pancuran air, masih lengkap dengan pakaian yang tadi Sarah gunakan. Rangga menggendong tubuh Sarah keluar dari dalam kamar mandi, buru-buru dia mengambilkan handuk. Rangga terdiam saat melihat Sarah menangis begitu pilu, Rangga tidak mampu untuk tidak memeluknya. "Aku tidak mungkin gila Rangga."
"Sussttt...hei sayang, kamu tidak gila." Rangga memeluk erat Sarah. Hatinya teriris saat ini.
"Bagaimana bisa aku menjalani ini Rangga," kata Sarah lagi masih menangis terisak dalam pelukan Rangga.
"Ada aku Sarah. Aku selalu disini untuk mu."
Bersambung....
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top