17. Mimpi
Sarah membuka kedua matanya dan menarik napas lega ketika ternyata dia hanya mengalami mimpi buruk. Ya, mimpi buruk. Dia bermimpi jika dirinya dan juga ankanya berlumuran darah tanpa tahu penyebabnya.
Sarah mengambil air minum yang sellau dia siapkan di meja samping dekat tempat tidurnya. Setelah itu dia tidak bisa lagi untuk memejamkan mata, pikirannya terus tertuju kepada mimpi itu dan juga pertemuannya dengan Lia tadi sore. Wanita itu benar-benar membuatnya muak dan rasanya hanya mencakar wajahnya tidak akan bisa membuat Sarah puas.
Sarah memilih mengambil laptopnya, speertinya lebih baik dia malam ini menyelesaikan beberapa bab untuk cerita yang sedang dia tulis. Namun sudah berulang kali merangkai kata tetap saja dia hanya bisa menghapus dan mengetik ulang, lalu dia hapus lagi. Begitu seterusnya hingga Sarah merasa kesal sendiri.
Dulu jika pikirannya tidak bisa sinkron dengan tulisan yang ingin dia ketika maka akan ada Rangga yang tanpa dia minta langsung datang menghampiri dan memijat kepala atau bahunya. Membuat dia merasa lebih rilex dan akhirnya bisa kembali melanjutkan pekerjaannya. Sarah menatap kebelakang lalu dia menghembuskan napas.
Semenjak masalah rumah tangga menghampirinya dia juga tidak lagi bisa menulis. Rasanya tidak hanya kepalanya saja yang merasa pusing namun juga pundaknya yang terasa sangat berat. Malam ini Sarah merindukan kembali tulisannya bisa di baca oleh orang-orang yang menunggu karyanya, namun dia tahu sekuat apapun dia mencoba tidak akan ada ide di kepalanya yang bisa dia tuangkan dalam bentuk tulisan.
Pikirannya hati terus berputar-putar tentang kenangan masa lalu yang indah dan juga pahit. Membuatnya merasa sangat muak dengan apa yang tengah dia alami saat ini. Sarah memutuskan kembali ke tempat tidur mencoba memejamkan mata, ponselnya tiba-tiba bergetar dan saat melihat siapa yang menelpon Sarah hanya bisa menarik napasnya lelah.
"Ada apa?" tanya Sarah langsung kepada si penelpon yang tidak lain adalah mantan suaminta sendiri.
"Bagaimana keadaan putri kita?" Sarah ingin muntah mendengarnya namun dia juga bisa mendengar kalau Rangga saat ini tertawa, suara musik yang dapat Sarah dengar sudah menjelaskan apa yang membuatnya tadi sempat bingung.
"Rangga kau mabuk?" tanya Sarah pada akhirnya.
"Tidak Sarah, mana mungkin aku mabuk. Bukankah kita sudah berjanji jika aku mabuk maka kau juga akan ikut minum bersama ku sampai mabuk. Jadi saat ini aku sedang tidak mabuk sayang," ujar Rangga dan lagi-lagi pria itu tertawa.
Sarah tidak ingin lagi ada urusan dengan Rangga selain masalah anak-anak mereka sehingga dia memutuskan begitu saja sambungan telpon itu. Rangga mencoba menelponnya lagi namun Sarah tidak mau mengangkatnya, dia memilih untuk mematikan saja ponselnya itu. Kenapa harus setelah berpisah pun Rangga tidak bisa membuat hati dan dunianya menjadi damai. Bukankah dulu dia menginginkan Sarah menjauh darinya ? kenapa sekarang terus dan terus saja mengganggu hidupnya.
Tidak tahukah Rangga jika dia tengah berjuang untuk melupakan semuanya, Sarah yang kesal akhirnya melemparkan semua bantalnya sambil menahan teriakan. Apa yang Sarah rasakan saat ini benar-benar menyiksa, satu sisi kakinya ingin berlari melihat keadaan Rangga yang sedang mabuk saat ini dan satu sisi lain menyuruhnya untuk tidak lagi perduli. Sarah bingung, dia mengacak-acak rambutnya sendiri kemudian menangis.
Jatuh cinta memang lebih mudah dari pada melupakannya. Itulah resiko yang emmang harus di terima setiap orang yang tersakiti karena cinta, dan sialnya Sarah menjadi salah satunya.
****
Pagi hari pun tiba, Sarah belum bangun meski ibunya sudah membangunkannya sedari tadi. Ponselnya yang berdering terus menerus terpaksa membuatnya harus membuka mata dan mengangkat panggilan dari nomor yang tidak dia kenal.
"Ya halo," jawabnya masih dengan suara serak khas bangun tidur.
"Dengan Ibu Sarah."
"Ya benar."
"Kami dari pihak Rumah Sakit, ingin memberitahu kalau suami anda memngalami kecelakaan dan sedang di rawat dirumah sakit."
"Saya bukan istri siapa pun, dan dia seorang dokter jadi bisa merawat dirinya sendiri."
Sarah menutup telponnya lalu sedikit membanting ponselnya. Dia tahu apa yang dia luapkan kepada orang lain itu adalah salah, tapi sungguh Sarah merasa bisa gila jika Rangga terus berputar di sekelilingnya.
"Siapa yang telpon Sar ?" tanya Fatma yang datang ke kamarnya dan sudah mendengar perbincangan Sarah di telpon tadi.
"Orang rumah sakit bu. Katanya Rangga kecelakaan."
"Loh ...kok kamu malah jawabnya kaya gitu sih!"
Sarah tidak mau menjawab dan kembali ingin tidur, Fatma hanya bisa menggelengkan kepala melihatnya. Dua cucunya kini ikut masuk kedalam kamar mama mereka, Raga duduk di atas tempat tidur dan memeluk Sarah membuat Sarah menatap dua anak-anaknya itu.
"Ma kapan kita ketemu Papa lagi?" tanya Raka yang juga diangguki oleh Salsa.
"Mama belum tahu sayang. Nanti Mama coba telpon Papa ya," jawab Sarah sambil tersenyum.
"Mama masih capek ya?" tanya Salsa.
"Iya ! boleh gak mama tidur lagi."
"Pagi kan gak boleh tidur ma kata Nenek." Raga membuat Sarah tertawa begitu juga dengan Fatma.
Beruntungnya dia memiliki dua malaikat kecilnya ini, jika dia hanya seorang diri sudah dapat dipastikan Sarah akan benar-benar depresi menghadapi masalah rumah tangganya. Namun karena dua anugrah yang dia miliki ini Sarah mampu bertahan dan bisa melewatkan masalahnya.
Ponsel Sarah kembali berdering dia melihat nama yang tertera dan itu ternyata adalah ayah mertuanya.
"Ya Pa," jawab Sarah.
["Sarah, kamu sedang sibuk tidak ? Papa mau minta tolong sama kamu."]
"Minta tolong apa Pa?" tanya Sarah sedikit khawatir.
["Kamu bisa datang ke rumah sakit membawa dua cucu papa itu. Rangga kecelakaan semalam dan dia ingin bertemu dengan anak-anaknya, mama juga sangat merindukan mereka."]
Bersambung....
Gak ada yang baca ya cerita ini? Kok sepi
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top