-18-

Setelah melakukan pemeriksaan lebih lanjut ke dokter spesialis kandungan, diperkirakan kandunganku sudah memasuki minggu kelima. Bagaimana aku bisa kurang aware dengan tubuhku sendiri. Sampai-sampai, siklus menstruasiku yang sudah telat 1 bulanpun luput dari pengamatanku.

Masih kuingat dengan sangat jelas ekspresi kebahagiaan yang ditampilkan di wajah tampan suamiku. Terlebih, saat melihat titik kecil yang tengah tumbuh di dalam rahimku dari layar monitor USG. Senyuman andalan dengan lesung pipi andalannya tercetak jelas. Aku menangkap sebulir bening meluncur dari matanya. Kuusap bulir bening itu.

Aku meminta Mas Kala untuk tetap merahasiakan kabar baik ini dari keluarga besarku. Aku ingin memberitahukan mereka di waktu yang benar-benar tepat.

Kebetulan yang sangat kebetulan. Minggu depan adalah hari ulangtahun Yangkung yang ke 75. Masih teringat kenangan setahun yang lalu dimana Mas Deka melontarkan ide konyol untuk menyatukan aku dan Mas Kala. Masih bisa kuingat dengan jelas Mas Kala yang saat itu tersedak saat mendengar ide gila yang keluar dari mulut tak beradab milik Mas Deka. Di perayaan kali ini, aku dan Mas Kala hadir bukan lagi sebagai keponakan dan Om, tapi sepasang suami istri.

Aku dan Mas Kala sibuk mencari kado yang pas untuk diberikan pada Yangkung. Terbersit satu ide. Kado ini akan menjadi bagian kejutan yang akan kami berikan untuk semua orang yang ada di sana.

Hari yang dinanti akhirnya tiba. Aku dan Mas Kala turut mengajak serta kedua mertuaku untuk berkunjung ke rumah Yangkung. Selama perjalanan, aku sudah mewanti-wanti Ayah dan Ibu agar tidak keceplosan tentang kehamilanku. Biarlah aku dan Mas Kala yang mengambil alih rencana untuk mengumumkan berita ini kepada keluarga besarku.

Sesampainya di rumah Yangkung, kami sudah melihat banyak mobil terparkir di halaman rumah. Papa, Mama dan Nadira sudah pasti menginap sejak semalam. Mobil Mas Rama dan Om Barra juga sudah terparkir rapih. Dan wow! Ada mobil si iblis penunggu toples bawang goreng. Sepertinya keluarga Pakde Yoga juga ada di dalam.

Saat memasuki rumah Yangkung, sudah banyak orang berkumpul di ruang tengah. Kusalami semua orang yang ada di sana. Tahun ini, lebih lengkap dari tahun lalu. Bahkan Mas Sakha dan Mas Gio juga ikut hadir di perayaan kali ini.

"Kakak Diaaaa." Zayyan yang melihatku langsung berlari ke arahku. Sungguh aku takut kalau sampai Zayyan memintaku untuk menggendongnya. Zayyan tumbuh dengan sangat baik. Tak heran jika badannya terlihat sangat semok. Mas Kala yang sepertinya mampu membaca pikiranku, dengan sergap langsung menggendong Zayyan.

Kuhujani Zayyan dengan kecupan di seluruh wajahnya. Zayyan sudah semakin besar. Cara bicaranyapun sudah semakin jelas.

"Zay nggak jajan di warungnya Mang Epoy?" tanyaku.

"Tadi udah. Tadi Njai beli pemen Yupi banaaaak," ucap Zayyan sambil melebarkan kedua lengannya.

"Waduh. Mas Abi sama Kakak Dia dikasih permennya nggak, nih?" goda Mas Kala.

"Dikatih dong. Tapi pemena dipedang tama Mama. Ma Tabi tama Kakak Dia minta tama Mama ya pemena." Seketika aku dan Mas Kala melirik ke arah Nadira yang terlihat sedang memegang sebuah kantong kresek kecil berwarna hitam.

Acara berjalan seperti biasanya. Tiup lilin yang diawali dengan doa bersama. Tahun ini, Mas Deka membuat kue dengan dasar vanilla spongecake yang diberi filling strawberry jelly jam yang kemudian difrosting dengan creamcheese yang gurih. Strawberry dan keju adalah paduan yang epik! Aku berani sumpah soal yang satu ini.

Zay! Lo bisa makan kue tahun ini, bro!

Mas Kala memintaku untuk duduk cantik sementara dia yang akan wara-wiri mengambilkan makanan untukku. Beruntung sekali anak kami tidak rewel. Entah apa yang terjadi pada diriku saat ini. Perutku bisa menerima semua makanan yang masuk tanpa harus kumuntahkan. Padahal, sebelum berangkat ke sini, aku harus 2 kali bolak-balik ke kamar mandi karena harus memuntahkan susu yang kuminum.

"Dedek nggak rewel, Tih," bisik Mas Kala di telingaku. Kujawab dengan anggukkan. Mas Kala mengusap perutku dan kembali berbisik. "Alhamdulillah. Anak Ayah pinter banget. Bisa diajak kerjasama."

"Perut aku jangan dielus-elus terus, Mas. Nanti ada yang notice, gagal surprise kita," bisikku pada Mas Kala.

Mama menyodorkanku semangkok salad buah yang sangat menggiurkan. Ibu yang juga sedang memegang mangkok salad langsung berjalan menghampiriku sesaat setelah Mama berjalan kembaki ke arah meja makan.

"Nduk, nanasnya jangan dimakan ya." Kuanggukki ucapan Ibu. Sedih, nanas adalah buah favoritku.

Bye pineapple! Sementara ini kita LDR dulu ya. I love you.

Dengan sangat terpaksa kumakan semangkok salad itu dan menyisakan betapa banyaknya potongan nanas yang ada di dalamnya. Mama pasti sengaja memberiku banyak potongan nanas karena Mama paham betul apa yang menjadi kesukaaanku.

Sepertinya Nadira melihatku menyingkirkan potongan-potongan nanas yang ada di mangkok saladku. Nadira menggeser duduknya mendekatiku.

"Sejak kapan lo nggak doyan nanas, Kak?" tanya Nadira. Nadira kembali melongo ke arah mangkok saladku. Melihat jejeran potongan nanas yang tak kumakan.

"Tenggorokkannya Ratih lagi gatel, Dir." Mas Kala mengambil alih jawaban dan ditanggapi anggukkan oleh Nadira. Aku menganggukkan kepala. Makasih, Mas. You saved me!

"Gue kira lo udah bener-bener nggak doyan nanas, Kak," ucap Nadira.

Nggak mungkin, Nadira! Demi keselamatan calon ponakan lo. Gue rela nggak bisa makan nanas.

"Nad, sekarang udah nggak manggil Om lagi ya," ucap Mas Deka diiringi seringai jahil ke arahku dan Mas Kala.

"Bawel lo. Mana calon lo bawa sini. Mau gue interview," ucapku.

"Biar Mas Sakha duluan lah. Dia kan yang paling tua. Gue sama Gio mah nyantai." Mas Deka melempar pandang ke arah Mas Sakha yang sedang mengupas kulit pisang.

"Gue Insya Allah tahun depan, ya," sahut Mas Sakha.

Tiba saatnya acara buka kado. Semua kado sudah berjejer rapih di atas meja. Sampai di ujung acara buka kado, aku dan Mas Kala belum juga menyerahkan kado untuk Yangkung. Akhirnya, aku bangun dari posisiku dan berjalan menghampiri Yangkung dan Yangti yang duduk di atas sofa.

"Yangkung, ini kado dari Nadia dan Mas Kala, ya. Semoga Yangkung suka sama kado dari kami." Aku berjalan kembali untuk duduk di tempat semula. Kulempar senyum dan berkedip ke arah Mas Kala.

Mas Kala langsung menggenggam tanganku dengan sangat eratnya. Kulihat ke arah Ayah dan Ibu. Mereka melempar senyum ke arahku.

Dari posisiku kini, kulihat Yangkung tengah berusaha membuka kertas pembungkus kotak kado yang sudah kami siapkan. Ketika seluruh kertas pembungkus kotak berhasil dibuka, genggaman tangan Mas Kala semakin mengerat. Yangkung membuka kotak itu dan senyum sumringah terukir di bibir beliau. Yangkung melempar padangan ke arahku dan Mas Kala.

HELLO EYANG UYUT!

"Nduk, iki tenanan tho?" tanya Yangkung. Aku mengangguk.

"Kenapa tho, Pak?" tanya Mama.

Yangkung tidak menjawab. Yangkung hanya menunjukkan kertas bertuliskan tulisan itu dan lembaran hasil USG pertamaku. Seketika semua pandangan langsung tertuju ke arahku. Tanpa dikomando, mereka langsung mendekat dan memelukku dengan erat. Bahkan, Mama dan Papa menangis karena haru.

"Pantes aja lo nggak mau makan nanas yang ada di salad," ucap Nadira. Nadira memelukku dan mencium pipi kiri-kananku.

"Selamat ya, Kak. Mama sama Papa seneng banget. Kakak sebentar lagi jadi Ibu. Kakak jaga kesehatan, ya. Bi, tolong Nadia diawasi ya selama hamil. Mas... Mbak, aku titip Nadia, ya," ucap Mama.

"Nadia itu juga anakku, Dek. Wes tenang. Nadia tak jagain," jawab Ayah.

"Udah berapa minggu, Kak?" tanya Papa.

"Minggu ini tepat 6 minggu, Pa," jawabku.

"Kakak sehat terus, ya. Banyak istirahat. Minum susu ibu hamil kan, Kak?" tanya Papa. Aku mengangguk.

"Tapi, Ratih masih suka muntah, Pa. Jadi susu yang diminum dimuntahin lagi," ucap Mas Kala.

"Eneg ya, Kak?" tanya Mama.

"Iya, Ma. Banget." Aku mengangguk.

"Nggak apa-apa, Kak. Itu tandanya bayinya Kakak kasih tau ke Kakak kalo dia sehat di dalam sini," ucap Mama sambil mengusap perutku.

"Nad, coba minum susunya dikasih es batu. Atau bisa juga susunya didinginin dulu di kulkas. Dulu waktu bude hamil Mas Gio sama Mas Deka, aduh tobat. Maboknya parah banget. Makan apa aja keluar. Sampe akhirnya bude akalin minum susunya dalam keadaan dingin," sahut Bude Asti.

"Iya, Bude. Nanti Nadia coba di rumah."

Sepulangnya dari rumah Yangkung, hari sudah hampir malam. Kami sampai di rumah tepat setelah adzan Isya selesai berkumandang. Aku dan Mas Kala langsung masuk ke dalam rumah. Sedangkan, Ayah dan Ibu juga masuk ke rumah mereka. Yangkung dan Yangti membawakan kami banyak sekali lauk-pauk sisa acara tadi. Mas Kala sengaja meminta Yangti membungkuskan lauk-pauk itu karena tahu perutku bisa menerima makanan yang disediakan di sana.

Setelah selesai menunaikan sholat Isya berjamaah, kami berdua memilih untuk merebahkan diri di tempat tidur. Aku bersandar di tempat tidur dengan ditopang bantal di bagian punggung, sementara Mas Kala sibuk dengan kegiatan barunya. Akhir-akhir ini, Mas Kala sangat senang bermain dengat perutku. Mengajak bicara bayi yang ada di dalam kandunganku adalah kebiasaan barunya yang dilakukan setiap malam. Katanya, bayi harus dibiasakan untuk mengenal orangtuanya. Well, accepted.

"Aku nggak nyangka semua orang sebahagia itu denger kabar kehamilanku, Mas." Kuusap kepala Mas Kala yang tengah sibuk bermain dengan perutku.

"Jelas, Tih. Kelahiran itu kabar baik. Pasti lah semua orang seneng. Apalagi, dedek itu ditunggu-tunggu banget kehadirannya," Mas Kala masih lanjut bermain dengan perutku.

"Mas, nggak apa-apa kan puasa dulu sementara waktu?" tanyaku.

Mas Kala seketika menatapku. "Jangankan sementara, selama kamu hamilpun Mas rela kalo memang harus puasa."

"Nggak sakit emangnya kalo nggak tersalurkan?" tanyaku jahil.

"Mas bisa berendem air dingin di bathtube. Kalo perlu, nanti Mas stok sabun batangan. Eh, tapi kan kamu bisa bantuin Mas," ucap Mas Kala.

"Tapi nanti ditambahin ya uang bulanannya."

"Atur aja itu." Mas Kala tertawa.

"Mas, ajak dedek ngobrol dong. Aku seneng denger setiap kali Mas ajak dedek ngobrol."

"Dek, sehat-sehat ya di dalam sana. Kalo dedek perempuan, nanti dedek bisa main dandan-dandanan sama Bunda. Tapi, kalo dedek laki-laki, nanti main bola sama Ayah. Sehat terus ya, Sayang. Ayah udah nggak sabar banget, lho." Mas Kala menghujani perutku dengan kecupan.

"Mas..."

"Kenapa, Tih?" tanya Mas Kala.

"Nanti kalo badanku gendut selama hamil, kamu nggak akan ninggalin aku kan?" tanyaku. Entah apa yang sedang kupikirkan kali ini. Tapi, ini memang satu dari banyak hal yang membuatku takut.

Mas Kala tertawa mendengar ucapanku. "Kamu ada-ada aja, Tih. Mas kasih tau, ya. Untuk dapetin kamu itu susahnya luar biasa. Bertahun-tahun. Bahkan, sampe harus nikah dulu sama orang lain. Dan sekarang, setelah Mas berhasil dapetin kamu, nggak ada niatan untuk ngelepas atau bahkan nunggalin kamu. Apalagi, sekarang di sini ada anak kita." Mas Kala menepuk perutku lembut. "Gimanapun keadaan kamu nantinya, mau segendut apapun kamu, Mas nggak peduli. Yang penting, kamu sama dedek sehat."

Ah! Ini sungguh membuatku gila. Manis sekali sikapmu malam ini, Mas! Kucoba untuk menggodanya. Kuraih wajah suamiku. Kudaratkan banyak kecupan di bibirnya. Kulumat bibirnya dengan penuh nafsu. Mas Kala membalas ciumanku. Itu cukup bagiku, karena aku tahu dia juga menginginkanku. Kami masih sibuk melumat satu sama lain. Hingga akhirnya kulucuti atasan yang dikenakan Mas Kala.

"Tih, udah. Kalo gini, Mas yang kesiksa." Aku tertawa geli melihat ekspresinya.

"Nggak nyangka. Aku bakalan punya anak dari Om Abi," godaku.

"Ratiihhhhh." Mas Kala menarikku ke pelukkannya dan mencubit hidungku berkali-kali.

🌼🌼🌼

Hari ini, usia kandunganku masuk minggu ke 12. Perutku sudah mulai sedikit menonjol. Frekuensi mual muntahku sudah mulai berkurang. Tak sehebat di awal-awal kehamilan. Aku sudah mulai bisa makan dengan baik. Semenjak hamil, Mas Kala mulai membatasi semua kegiatanku. Bahkan, Lek Tuni harus sibuk bekerja di dua rumah akhir-akhir ini. Aku sempat menolak gagasan memperkerjakan Lek Tuni di rumah kami. Karena kupikir aku masih bisa melakukannya sendiri. Tapi, Mas Kala dengan tegas mengatakan bahwa ini semua demi aku dan bayi kami. Jika sudah menyangkut anak kami, aku tak akan pernah bisa membantah.

Tapi, tanpa sepengetahuan Mas Kala, aku sering membantu Lek Tuni mengerjakan pekerjaan rumah. Aku merasa sedikit sungkan membiarkan Lek Tuni mengerjakannya semua sendiri. Bisa bosan aku jika hanya berdiam diri di rumah tanpa melakukan apa-apa. Selama hamil, rutinitasku sedikit berubah. Jadwal makanku menjadi sangat teratur.

Pagi-pagi setelah sholat Subuh, Mas Kala akan pergi ke dapur dan masuk kembali ke kamar dengan membawa segelas susu. Setelah minum susu, aku diharuskan untuk makan sarapan yang sudah disediakan Mas Kala sebelum dia berangkat kerja. Sekitar jam 9-10 pagi Ibu akan datang ke rumah dan membawakanku sepiring buah-buahan untuk camilan. Makan siang tepat jam 12 siang atau setelah sholat Dzuhur. Malamnya, aku akan makan malam bersama Mas Kala. Dan, setiap malam Mas Kala akan membuatkanku segelas susu sebelum tidur.

"Susunya diminum dulu, Tih." Aku yang sedang asyik berbalas pesan di grup whatsapp melirik Mas Kala yang baru saja masuk ke dalam kamar membawa segelas susu.

"Iya, taroh aja di sana. Nanti aku minum," ucapku. Kutunjuk meja di sebelah tempat tidur kami.

Mas Kala tak menaruh gelas susu itu di tempat yang sudah kutunjuk. Dia malah memilih duduk di tepi ranjang dan menyadarkanku ke tempat tidur. "Diminum sekarang. Kalo udah, langsung tidur. Simpan handphonenya. Jangan terlalu banyak main handphone. Nggak baik untuk ibu hamil."

Kuturuti perintahnya. Kuhabiskan susu itu hingga benar-benar tandas. Setelahnya Mas Kala merebahkan badan di sampingku. Mas Kala langsung menarik selimut menutupi tubuhnya. Bahkan, dia tidak sempat untuk mengobrol dengan bayi kami.

Memang dasar hormon kehamilanku! Kurutukki hormon menyebalkan ini. Hormon ini membuatku dengan sangat mudahnya meneteskan air mata, seperti sekarang. Aku bingung kenapa rasanya sedih sekali saat Mas Kala tidak melakukan rutinitas malamnya mengobrol dengan bayi kami seperti biasanya.

Aku terisak memunggungi suamiku yang tertidur pulas. Tiba-tiba kurasakan ada gerakan di atas kasur yang mendekatiku. Ada tangan yang merengkuhku ke dalam pelukan. Deru napas terasa di ceruk leherku.

"Kamu kenapa, Tih?" tanya Mas Kala. Kugelengkan kepalaku. Kucoba untuk melepaskan pelukannya.

"Aku ngantuk. Mau tidur." Kututupi seluruh tubuhku dengan selimut. Aku masih terisak di dalam selimut. Mas Kala mengguncang-guncangkan tubuhku. Hormon, please. Ini menyiksa banget tau nggak sih!!

"Kamu kenapa?" tanyanya. Disibaknya selimut yang menutupiku. "Kamu nggak bisa napas kalo kerubutan kayak begitu. Kamu kenapa, Tih?"

"Kamu yang kenapa!" jawabku. Ya ampun, Dek. Bunda kasian lho sama Ayah kamu. Udah ya, Sayang.

Mas Kaka membuatku duduk dan menghadapnya. "Mas ada buat salah sama kamu?"

"Kamu nggak ada salah ke aku. Kamu bikin salah ke dedek." Kutunjuk perutku. Mas Kala terlihat kebingungan.

"Ke dedek? Mas kan nggak ngapa-ngapain," jawabnya.

"Nggak peka banget sih. Istrinya lagi hamil juga."

"Duh, salah lagi," gumamnya.

"Aku bisa denger lho kamu ngomong apa."

"Yaudah, kasih tau Mas. Dimana salahnya Mas?"  tanya Mas Kala.

"Si dedek tuh rewel. Nggak diajak ngobrol sama Ayahnya. Ayahnya malah langsung tidur. Kan jadinya aku yang dibikin uring-uringan."

"Ya ampuuun." Mas Kala langsung merebahkanku di tempat tidur. Sambil duduk dan menunduk, dia mengusap-usap perutku seperti malam-malam sebelumnya. "Maaf ya, dek. Ayah belum ajak dedek ngobrol malam ini. Jangan bikin Bunda sedih ya, dek. Nanti Ayah dicuekkin kalo Bundanya sedih."

Kudorong Mas Kala sampai akhirnya dia terbaring di sampingku.

"Besok-besok jangan gini ya,Tih. Kalo kamu nggak ngomong kan Mas nggak tau, Tih."

"Masnya yang nggak peka. Istri lagi hamil tuh maunya dimanja-manja, disayang-sayang. Bukannya ditinggal tidur. Bikinnya aja semangat banget. Gempur total pantang mundur. Emangnya dikira enak kayak begini. Gantian deh kalo gitu. Biar ngerasain gimana rasanya dipermainkan sama hormon," ucapku kesal.

"Iya...iya maafin, ya. Mas minta maaf, ya. Jangan ngambek lagi. Kasian dedek," ucap Mas Kala. Dia mencoba merayuku dengan memainkan bibir bawahku dengan tangannya.

"Gatel tau bibirku Mas maenin kayak gini!"

-to be continued-

Hello semuanya. Masih setia kan sama couple ini? Masih dong. Kalianlah yang bikin aku tetep semangat untuk ngelanjutin nulis setiap babnya.
Seperti apa yang aku tulis di awal. Nggak akan ada hal yang rumit. Semua dibikin enteng. Aku tau kalian baca untuk cari hiburan. Bukan untuk nambah pikiran.
Aku nggak akan menghadirkan konflik-konflik yang ruwet penguras emosi kok. Tenang aja yaaaa.
Janji ya kalian bakalan selalu bareng2 sama couple ini?

Aku masih tunggu komentar kalian. Komentar kalian itu really boots my mood!

Seriously!

I love you!

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top