6. Enam

Cinta bergeliat ketika mendengar suara alarm dari jam tangannya yang berbunyi. Ia mengerjapkan kedua matanya yang sangat terasa berat untuk terbuka karena masih mengantuk. Dirabanya jam tangan yang berada di pergelangan tangan kirinya dengan kedua matanya yang masih terpejam seraya mematikan alarm di jam tangan itu. Kemudian ia membalikkan tubuhnya. Ia merasakan salah satu tangannya memeluk sesuatu yang lembut dan kenyal. Perlahan kedua matanya terbuka. Samar-samar  ia melihat punggung kekar yang telanjang sedang membelakanginya. Kedua matanya terbelalak seketika.

“Oh shit!” umpat Cinta kesal dan segera terbangun dari tidurnya.

Cinta segera berdiri. Kemudian menginjak punggung telanjang itu dan segera menindihnya dengan terduduk. Ia menjambak rambut pemilik punggung kekar itu dan menarik rambutnya hingga kepalanya ikut tertarik ke belakang.

“Aaaaa ...!!!” teriak lelaki itu dengan keras.

Tarikan tangan Cinta semakin kuat saat lelaki itu menjerit kesakitan.

“Siapa Lo?!” tanya Cinta geram.

Pintu kamar tiba-tiba saja terbuka. Cinta segera menoleh ke arah pintu.

“Astaghfirullaahal'adzim, Cinta!” pekik Keiza yang membuat Cinta terkejut.

“Kak Keiza?!” pekik Cinta tak percaya.

Ia mengedarkan pandangannya ke sekeliling kamar. Kamar ini sangat mirip seperti kamar yang sering digunakannya saat menginap di rumah Keiza.

“Lepasin gue!!!” teriak lelaki itu.

Cinta menjambak rambut lelaki itu kembali.

“Awww, Shit!” umpatnya kesal.

“Lo siapa, hah?!” tanya Cinta semakin kesal.

“Cinta, lepaskan!” teriak seseorang.

Cinta menoleh ke arah sumber suara. Ia melihat Abyan berdiri tegap di samping istrinya, Keiza, yang sudah berada di samping ranjang.

“Woy! Lepasin gue!!!” teriak lelaki itu kembali.

Cinta terbelalak saat mendengar suara tegas itu. Suara itu adalah suara Raka, kekasihnya sendiri. Cinta pun segera melepaskan jambakannya kepada lelaki yang masih ditindihnya itu. Keiza dan Abyan menggeleng-gelengkan kepalanya. Cinta segera beranjak dari posisinya.

“Damn it!” umpat Raka kesal.

Cinta menelan salivanya dengan susah payah. Rasa takut mulai menjalar di seluruh aliran darahnya. Raka menatap Cinta dengan tatapan tajam bak elangnya sambil mengusap-usap kepalanya. Posisinya masih tertidur menelungkup seperti tadi.

“Maaf, Sayang,” ucap Cinta lirih lantas menggigit bibir bawahnya.

Tatapan Raka berbeda dari biasanya. Dia menatap Cinta dengan penuh emosi. Wajahnya sudah memerah. Membuat Cinta terdiam membeku di tempatnya.

“Bunda! Ayah!!!” Suara teriakan dari anak lelaki terdengar dengan keras.

Semua mengetahui suara siapa itu. Suara Keenan, anak pertama Keiza dan Abyan.

“Ya Allah, apalagi ini,” ucap Keiza.

Keiza segera beranjak meninggalkan kamar. Suaminya, Abyan, menatap Cinta dan Raka dengan tajam. Aliran darah Cinta seakan membeku seketika. Ia ditatap tajam oleh dua orang lelaki tampan kali ini. Mata mereka benar-benar menyalang seperti elang. Dan rasanya benar-benar menakutkan.

“Cinta! Raka! Ikut Bang Byan sekarang!” titah Abyan keras.

Baru kali ini Cinta melihat suami dari saudara sepupunya, Keiza, segarang ini. Jika anak-anaknya nakal saja, Abyan hanya akan memasang wajah tampan tak berdosanya serta dihiasi senyum mautnya. Abyan berbalik melangkah pergi. Kemudian mengambil kemeja hitam yang berserakan di lantai.

“Raka, pakai baju Lo!” pekik Abyan sambil melemparkan kemeja Raka.

Kemeja itu jatuh tepat di atas kepala Raka yang sedang membenamkan wajahnya di bantal.

“Abang tunggu kalian di luar!” lanjutnya kembali dengan memekik sebelum berjalan keluar meninggalkan kamar.

Cinta menghela dan mengembuskan napasnya. Ia mengambil kemeja yang menutupi kepala kekasihnya itu. Raka pun akhirnya terbangun dari tidurnya. Jantung Cinta berdegup tak karuan di dalam sana. Entah karena ketakutan atau karena tatapan tajam Raka yang di arahkan kepadanya. Atau mungkin karena Cinta telah melihat pemandangan indah dari lelaki yang sudah mencuri hatinya. Dada bidang Raka yang shirtless dengan pahatan khas membentuk beberapa petak dan garis yang sempurna. Membuat Cinta menelan salivanya dengan susah payah.

“Sayang, maaf,” ucap Cinta kembali.

Raka masih terdiam. Ia mengambil kemejanya dari tangan Cinta dengan kasar. Membuat Cinta terkejut bukan main. Kedua mata Raka masih menatap kekasihnya dengan tajam. Rahang kokohnya sedikit mengeras. Ia berdiri lantas mengenakan kemejanya. Kemudian beranjak menuju kamar mandi. Hati Cinta seakan jatuh merosot dari posisinya. Ia hanya terdiam mematung, memandang tubuh kekar Raka yang menghilang dari balik pintu kamar mandi.

Hal inilah yang membuat Cinta benci saat memutuskan untuk jatuh cinta. Jiwanya akan terporak poranda karenanya. Dengan mudahnya Raka membuat dirinya jatuh cinta. Cinta terduduk di tepi ranjang, menunggu Raka keluar dari kamar mandi.

“Yuk!”

Cinta tersentak saat mendengar ajakan Raka kepadanya. Tangan kanan Raka terulur kepadanya. Dipandangnya tangan Raka, kemudian beralih memandang wajah tampan kekasihnya.

“Maafkan aku, Ka,” ujar Cinta menyesal.

Raka mengangguk. Raut wajahnya sudah tak menyeramkan lagi saat ini. Namun rasa takut dalam diri Cinta masih saja dirasakannya.

“Iya, Sayang. Besok gantian ya! Aku yang akan menyiksa kamu nanti,” kata Raka yang membuat Cinta semakin ketakutan.

Cinta menatap kekasihnya dengan lekat, “Kok gitu sih?!”

Raka menarik tangan Cinta, hingga membuat kekasihnya itu berdiri dari tempat duduknya.

“Tunggu saja. Aku pasti akan menyiksa kamu di ranjang nanti,” ucap Raka yang membuat Cinta terbelalak, “kalau kamu sudah sah menjadi istriku.”

Cinta mendengus kesal mendengar ucapan konyol kekasihnya. Raka menggandeng salah satu tangannya dengan erat saat keluar dari kamar. Abyan sudah menunggu Raka dan Cinta di ruang tengah sambil menonton TV. Jantung Cinta berdetak kencang saat langkahnya mendekati Abyan. Berbeda dengan Raka, ia terlihat sangat santai menanggapi amarah Abyan.

Ini adalah kedua kalinya Cinta dan Raka tidur dalam satu ranjang. Cinta yakin, Raka tak melakukan apa pun kepadanya tadi malam. Sama seperti malam sebelumnya. Terbukti pakaiannya tidak ada yang kurang sedikit pun. Cinta mengikuti Raka yang sudah duduk di sofa yang berseberangan dari sofa yang Abyan duduki.

“Sudah sering kalian tidur seranjang?” tanya Abyan kepada Raka dan Cinta tanpa mengalihkan fokusnya yang sedang menonton TV.

“Dua kali, Bang.” Cinta terbelalak mendengar jawaban Raka.

Kepala Abyan langsung menoleh ke arah Raka dan Cinta dengan cepat. Menatap keduanya dengan tajam.

“What?!” pekik Abyan yang membuat Cinta berjengkit kaget.

“Biasa aja kali Bang kagetnya, lagian baru dua kali ini,” jawab Raka enteng.

Cinta kembali menoleh ke samping kanannya, menatap kekasihnya dengan geram.

“Abang kayak nggak pernah muda aja deh,” lanjut Raka dengan santainya.

Lidah Cinta tiba-tiba saja kelu. Otaknya masih terlalu pagi untuk bisa mencerna apa yang sedang terjadi pagi ini. Entah bagaimana ia bisa berada di rumah mewah saudara sepupunya, Keiza.

“Sue Lo!” pekik Abyan sambil melemparkan bantal sofa ke wajah Raka.

Raka menghindar dan tawa membahananya pun terdengar.

“Kalau sudah nggak tahan, buruan nikah!” lanjut Abyan yang diikuti anggukan kepala dari Raka.

“Lagian gimana bisa Lo tidur di sana? Jangan bilang Lo lupa, kalau tadi pagi Lo yang sudah membawa Cinta ke kamar itu? Lo nggak mabok kan, Raka?” tebak Abyan.

Raka meringis memperlihatkan deretan giginya yang rapi dan putih bersih. Sedangkan Cinta kembali terkejut mendengar serentetan pertanyaan dari Abyan kepada kekasihnya, Raka.

“Modus Lo!” seru Abyan.

“Tunggu! Jadi yang membawa Cinta ke sini itu Raka, Bang?” tanya Cinta kepada Abyan.

Abyan mengangguk menjawab pertanyaan dari Cinta. Cinta segera menoleh ke arah Raka untuk meminta penjelasan.

“Dari mana kamu tahu kalau ini rumah saudara sepupuku?” tanya Cinta menyelidik.

Raka tersenyum lantas tangan kanannya mengacak-acak rambut Cinta dan menarik kepala wanitanya untuk dibawa ke dalam dekapannya.

“Raka itu saudara sepupu jauhnya Bang Byan. Kita satu eyang buyut,” jelas Abyan.

Cinta menoleh ke arah Raka kembali. Raka tersenyum. Pantas saja, saat melihat Raka kala itu, wajahnya sangat tak asing bagi Cinta. Abyan dan Raka sangat mirip.

“Benar kamu mabok, hah?!” tanya Cinta kepada Raka sambil mencubit lengan kekasihnya.

“Awww! Apaan sih, Sayang!” pekik Raka.

Cinta menatap Raka dengan tajam. Ia tak percaya jika kekasihnya ini adalah penyuka minuman alkohol.

“Heh! Nggak usah meributkan urusan rumah tangga kalian deh di sini!” ujar Abyan yang terlihat kesal.

Raka tertawa. Sedangkan Cinta mengerucutkan mulutnya karena sebal melihat dua orang lelaki tampan di hadapannya yang sama-sama menyebalkan.

“Jangan bilang, Lo habis makan di Resto Jepang, terus minum sake rame-rame?” sambung Abyan.

Raka tertawa keras kembali. Dan Cinta mengerutkan keningnya sembari menatap kekasihnya dengan kesal.

“Lo emang the best, Bang! Gue mau deh jadi bini Lo yang kedua,” koar Raka diikuti tawanya.

“Dasar bahlul ente!!!” teriak Abyan sambil melempar bantal sofa ke arah Raka.

Dan kali ini Raka tak menghindar, namun ia menangkap bantal itu diiringi tawa kencangnya. Cinta terdiam memandang kekasihnya dan juga suami dari kakak sepupunya bergantian. Banyak pertanyaan di benak Cinta saat ini. Mengapa ia tak pernah mengetahui Raka sebelumnya? Dan mengapa Abyan hafal sekali dengan kebiasaan Raka? Apakah Raka sering menginap di sini? Dua blasteran arab di hadapannya saat ini memang benar-benar mirip. Walau satunya terlihat lebih dewasa. Berbeda dengan arab tampan yang duduk di sampingnya, Raka.

“Abang, pelan-pelan turunnya! Nanti jatuh!” Suara Keiza mulai terdengar kembali.

Keenan pun muncul dengan menggendong salah satu adik kembarnya, Ayasha, di punggung.

“Ti ..., Ta!” pekik Ayasha saat melihat Cinta.

“Hai Asha, sini Sayang!” ajak Cinta sambil mengangkat kedua tangannya untuk mengambil Ayasha dari gendongan Keenan.

Sedangkan Keiza memberikan Ayesha kepada suaminya, Abyan.

“Yah,” pekik Ayesha, adik kembar Ayasha kepada Ayahnya, Abyan.

Si kembar baru berumur kira-kira dua tahun. Ucapan mereka terkadang sulit untuk dimengerti. Abyan tersenyum mendengar celotehan putri kecilnya.

“Iya, Sayang. Sama Ayah dulu ya, Bunda mau memasak,” sahut Abyan.

Keiza hanya tersenyum mendengar ocehan suaminya sebelum melangkah ke dapur.

“Om, kita berenang yuk! Om belum mandi kan?” tanya Keenan pada Raka.

Raka tersenyum sambil mengacak-acak rambut Keenan.

“Tahu aja nih, Keenan. Perasaan, Om Raka masih bau wangi,” kata Raka.

Keenan membungkukkan badannya dan mulai mencium kemeja Raka. Cinta yang sedang bermain dengan Ayasha terkekeh melihat tingkah laku Keenan. Keenan tak jauh berbeda dengan ayahnya yang kadang super jahil itu.

“Wangi sih Om, wangi busuk,” ledek Keenan.

Semua tertawa. Sedangkan Raka mendengus kesal.

“Ayo, Om Raka! Kita berenang di belakang,” ajak Keenan lagi sembari menarik tangan kanan Raka.

Raka pun beranjak dari duduknya.

“Kut Bang!” teriak Asha yang sedang berada di pangkuan Cinta.

Keenan menoleh, lantas menjawab ocehan adiknya dengan ketus, “Tak boleh!”

Keenan pun terus menarik tangan Raka. Namun Raka menghentikan langkahnya.

“Masa berenangnya cuma berdua aja sih Keenan? Ah nggak asik nih!” gerutu Raka.

Keenan mengerucutkan mulutnya. Cinta dan Abyan pun mengerti, Keenan pasti sedang kesal dengan adik-adiknya. Kedua adiknya terkadang sangat jahil kepadanya. Dan Keenan harus selalu mengalah untuk kedua adik kembarnya itu. Namun Keenan sangat sayang dengan kedua adiknya. Rasa kesalnya akan menguap hanya dalam waktu beberapa detik saja.

“Ti Ta nang,” ucap Asha yang membuat Cinta mengerutkan dahinya.

“Bang, translate please!” rengek Cinta meminta bantuan Abyan untuk menterjemahkan ucapan Ayasha.

Abyan terkekeh melihat raut wajah memelas dari Cinta. Begitu pula dengan Raka. Ia tersenyum memandang wanita tercintanya.

“Esha mau berenang juga nggak?” tanya Abyan kepada Ayesha yang fokus menonton film Rabbid Invasion di pangkuannya.

Ayesha menoleh ke Ayahnya, lantas tersenyum dan mengangguk, “Yuk!” ucap Ayesha dan meminta digendong.

“Yuk Ti!” pekik Ayasha yang membuat Cinta menatapnya bingung.

“Udah ayo! Kita berenang, Ta!” ajak Abyan kepada Cinta.

Cinta mengembuskan napas beratnya. Bahasa planet yang si kembar gunakan membuat mereka sangat menggemaskan. Hanya ayah, bunda dan abangnya saja yang bisa mengerti ucapan mereka.

“Abang,” panggil Cinta saat Abyan menarik tangannya, “Cinta nggak mau berenang, Bang.”

“Minta pelampungnya Asha sama Esha gih sana!” suruh Abyan kepada Cinta saat melepaskan gandengannya.

Cinta mendengus kesal.

“Pung ma Nda,” ujar Ayasha.

Cinta mencium pipi gembil Ayasha dengan gemas. Ia benar-benar tak mengerti apa yang Ayasha ucapkan. Ayasha pun terkekeh geli.

Cinta melangkahkan kakinya ke arah dapur. Ia melihat Keiza dan Mbak Ina yang sedang sibuk memasak untuk sarapan. Selain Bundanya, Cinta juga sangat mengagumi sosok Keiza. Dari Tante Sabrina, ia tahu bagaimana perjuangan Keiza untuk bisa bersama dengan Abyan. Bukan hanya itu saja, saat mereka sudah bersama pun, Keiza masih harus berjuang untuk bisa tetap kuat dan terus tegar di depan anak-anaknya sampai mereka bisa kembali bahagia seperti sekarang. Cinta berharap bisa sekuat dan setegar Keiza. Senyum simpulnya tersungging. Tanpa Keiza saja, ia merasa kekuatannya melemah. Hanya Keiza satu-satunya saudara yang Cinta miliki saat ini.

“Kakak, Asha sama Esha mau pada berenang nih,” ujar Cinta yang membuat Keiza menghentikan aktivitasnya.

“Kut Nda,” ucap Asha yang masih dalam gendongan Cinta.

Keiza tersenyum mendengar ocehan putrinya. Kemudian mencium Asha dengan gemas hingga terkekeh.

“Asha berenang sama Ayah aja ya. Bunda mau memasak. Oke?!” tolak Keiza dengan lembut yang dibalas anggukan dari Asha.

“Pung Nda.” Keiza tersenyum mendengar celotehan Asha.

Keiza mencium pipi Asha yang chubyy sebelum menyahuti, “Iya Sayang, Bunda ambilkan dulu ya pelampungnya Asha sama Esha.”

Cinta tersenyum melihat kelembutan dan kesabaran Keiza. Keiza pun berjalan memasuki kamar belakang, di samping kamar Mbak Ina. Kemudian membawa dua pelampung. Tak lupa, ia juga membawa dua baju renang yang imut dan lucu untuk kedua putri kembarnya.

“Yuk! Ganti di belakang saja,”  ajak Keiza.

Cinta mengangguk sembari mengekori Keiza yang berjalan terlebih dahulu menuju kolam renang. Mereka berdua berhenti di sebuah hamparan lantai yang terbuat dari kayu sebagai pemisah kolam renang yang panjang dan besar di belakang rumah Keiza.

Kolam renang ini terlihat seperti sungai dengan air yang super jernih. Cinta tersenyum melihat Raka dan Keenan sudah berenang di seberang. Sedangkan Abyan dan Esha masih setia menunggu dirinya dan Keiza. Sesampainya di sana, Cinta membantu Keiza untuk memakaikan baju renang kepada Asha dan Esha. Sedangkan Abyan melepaskan kaos dan celana pendeknya yang hanya menyisakan celana renang pendek.

“Ayah, nanti jangan lama-lama ya berenangnya,” tutur Keiza mengingatkan.

“Iya Sayang. Nanti kalau sudah selesai, Ayah panggil Bunda,” balas Abyan yang sudah turun ke kolam renang.

Keiza memberikan Esha dengan hati-hati kepada suaminya, Abyan.

“Ayo Ta turun!” Titah Abyan.

Cinta menggeleng. Bersamaan dengan Raka yang mendekat ke tepi.

“Asha cantik sama Om Raka aja ya,” ajak Raka.

Cinta pun langsung memberikan Asha kepada Raka. Raka meraih Asha perlahan lantas menciumnya dengan gemas sebelum mengajaknya berenang. Cinta tersenyum memandangnya. Saat ia dan Keiza beranjak untuk pergi, Keenan memanggilnya.

“Aunty Cinta, sini deh!” pekik Keenan memanggil Cinta.

Cinta mengerutkan dahinya. Diumurnya yang ketujuh tahun, Keenan selalu melakukan hal-hal di luar dugaan. Kecerdasannya yang berada di atas rata-rata teman sebayanya, terkadang membuat orang di sekitarnya menjadi bingung karenanya. Keiza tersenyum sembari menepuk pundak Cinta sebelum beranjak pergi untuk kembali ke dapur.

“Ada apa Keenan?” tanya Cinta.

Cinta tetap berdiri di tempatnya. Ia tak menghampiri Keenan yang sudah berada di tepi kolam renang.

“Aunty sini dulu dong!” seru Keenan sambil melambai-lambaikan tangannya.

Dengan terpaksa Cinta pun menghampirinya. Namun hatinya merasakan sesuatu yang tidak mengenakkan. Keenan itu seperti fotocopyan dari ayahnya. Sama-sama cerdas dan terkadang super jahil. Cinta khawatir dirinya akan menjadi target kejahilan Keenan.

“Sini Aunty! Keenan bisikin,” lanjut Keenan saat Cinta sudah berada di sisinya.

Cinta pun menurut. Ia mencondongkan tubuhnya sedikit mendekati keponakannya. Matanya terbelalak saat tangannya ditarik kuat oleh Keenan.

Byur.

Tawa keras membahana pun menggema. Raka, Abyan dan Keenan tertawa. Cinta mendengus kesal.

“Keenan!!!” teriak Cinta geram yang masih diikuti tawa keras dari para lelaki di hadapannya.

Dengan kesal, Cinta menghentakkan tangannya di atas air. Hingga air itu memuncrat ke segala arah. Ia melangkahkan kakinya untuk kembali ketepian dan segera beranjak untuk naik.

“Sekalian aja Sayang berenang, ngapain naik,” ucap Raka.

Cinta menatap kekasihnya dengan sebal. Ia pun segera naik sebelum menggigil kedinginan. Tubuhnya sudah basah kuyup karena ulah jahil Keenan.

---

Cinta memang jarang menginap di rumah Keiza. Namun ia meninggalkan beberapa pakaiannya di kamar tamu yang biasa di tempatinya. Ia mengucir tinggi rambut sebahunya. Dilipatnya dua kali lengan blazer yang dikenakannya. Setelah itu ia mengenakan sepatu high heels-nya yang berwarna putih tulang sebelum melangkahkan kakinya keluar dari kamar.

Kolam renang terlihat sudah sepi. Cinta menghampiri Keiza yang masih sibuk di dapur. Mbak Ina juga masih terlihat sibuk menggoreng.

“Bikin apa, Kak?” tanya Cinta kepada Keiza yang sedang membuat bola-bola sebesar bola golf dari nasi yang telah diisi oleh cincangan ayam dan campuran sayuran.

Kemudian Keiza memberikan mata, hidung dan mulut yang sedang tersenyum dengan nori yang sudah dipotong dengan pemotong nori khusus.

“Bikin onigiri pesanannya Keenan,” jawab Keiza sambil tersenyum.

Cinta mengangguk, sebelum memakai sarung tangan plastik dan mengikuti apa yang Keiza lakukan.

“Ta, kamu benar pacarnya Raka?” tanya Keiza.

Cinta tersenyum lantas menoleh ke arah Keiza, “Iya Kak, kenapa?” tanya Cinta balik yang membuat Keiza tersenyum.

“Nggak kenapa-kenapa. Kak Keiza ingin tahu saja. Kakak senang mendengarnya. Raka anak yang baik, ya walaupun terkadang jahil kayak Bang Byan. Semoga Raka selalu bisa menjaga kamu ya, Ta,” ucap Keiza yang ditanggapi seulas senyum oleh Cinta.

“Mbak Ina, kalau sudah selesai tolong bawa semua makanannya ke meja makan ya! Setelah itu, siapkan makanan buat Pak Arya dan yang lainnya,” ucap Keiza santun kepada Mbak Ina, asisten rumah tangganya.

“Iya Bu,” balas mbak Ina singkat, kemudian mulai mengerjakan apa yang Keiza perintahkan.

“Sudah, Ta. Kamu plating ya, bikin yang lucu! Kakak tinggal dulu ke atas,” tutur Keiza yang dibalas anggukan dari Cinta, “Oia Ta, tolong nanti kalau airnya mendidih, kamu tuang ke coffee pot ya!”

“Siap Kakak!” balas Cinta semangat.

“Thank you, Ta,” ucap Keiza sambil beranjak untuk meninggalkan dapur.

Cinta melapisi piring berbentuk daun besar dengan selada. Ia menata onigiri yang sudah Keiza buat di atasnya, lantas memberikan hiasan wortel rebus yang telah dibentuk menjadi bintang. Ada juga telur dadar yang sudah diiris tipis menjadi seperti mie. Dan terakhir, sosis yang dibuat lucu dengan berbagai macam ekspresi. Cinta tersenyum melihat hasil hiasan karyanya.

“Astaghfirullaahal'adzim!” pekik Cinta kaget saat merasakan sebuah tangan melingkar manis di perutnya sambil mencium tengkuknya.

“Pagi Sayang, cantik banget hari ini. Rapi lagi,” bisik Raka tepat di telinga Cinta.

Bulu roma Cinta langsung berdiri karena ulah kekasihnya. Ia menoleh ke arah Raka, dan tak disangka kekasih tampannya itu langsung mencium singkat bibirnya. Membuat kedua matanya terbelalak.

“Raka! Apaan sih! Lepas nggak?! Nanti ada orang,” omel Cinta yang hanya dibalas senym manis dari Raka.

“Oh, berarti kita ke kamar saja bagaimana? Bobo lagi,” ujar Raka yang membuat Cinta mendengus kesal.

Raka tertawa dan melepaskan kedua tangannya yang memeluk Cinta.

“Mesum!” pekik Cinta yang membuat tawa Raka semakin keras.

“Ya Allah! Ini piktor masih kamu simpan saja sih, Sayang di sini,” ujar Raka sambil menyentuh dahi Cinta dengan jari telunjuk kanannya.

Cinta mengerucutkan mulutnya sebelum membalas ledekan Raka, “Bodo! Udah ada yang mau ini,” cibir Cinta kemudian menjulurkan lidahnya, membuat Raka tertawa lantas mencubit pipi kekasihnya dengan gemas.

“Udah sana duduk aja! Eh iya, tolong letakkan ini di meja makan ya, Sayang! Aku mau menuangkan air panas nih,” titah Cinta sambil mematikan kompor gas.

Raka tersenyum dan mengangguk. Ia membawa sepiring onigiri dan meletakkannya di atas meja makan. Kemudian duduk kembali di kursi mini bar. Sedangkan Cinta menuangkan air panas ke dalam coffee pot. Aroma kopi hitam yang sedap mulai tercium di hidung mancungnya.

“Kamu mau minum apa, Ka?” tanya Cinta kepada Raka yang sedang sibuk mengecek smartphone- nya.

“Raka!” pekik Cinta memanggil kekasihnya.

Raka bergeming. Ia sangat fokus dengan benda persegi berlayar flat yang berada di genggaman tangannya. Cinta menghampirinya dengan membawa coffee pot dan juga sebuah gelas mug berukuran sedang.

“Sayangnya Cinta mau minum apa?” tanya Cinta kembali dengan lembut namun bernada sedikit kesal.

Raka menghentikan aktivitasnya, matanya kemudian beralih menatap Cinta. Ia tersenyum.

“Iya, Sayangnya Raka,” sahut Raka yang membuat Cinta mengembuskan napasnya, “kopi aja, Sayang.”

Cinta mengangguk. Ia mengambil sebungkus kecil gula rendah kalori. Menyobek bungkusnya lantas menuangkan gula itu ke dalam mug. Terakhir, ia menuangkan black coffee Arabica ke dalamnya.

“Kamu mau kemana, Sayang? Rapi banget. Biasa juga pakai celana ripped jeans,” ujar Raka ketika memerhatikan dandanan Cinta.

Cinta mengenakan blouse polos putih, dibalut blazer kotak-kotak berwarna biru tua berpadu putih, serta celana panjang berwarna putih. Terlebih make up tipis yang dipoles di wajah cantiknya. Membuat Cinta benar-benar terlihat berbeda.

“Ada urusan. Mau ambil tasku juga yang dibawa Fiza. Mau ditambah creamer?”

Raka mengangguk membalas pertanyaan Cinta. Ia masih menatap kekasihnya dengan intens. Cinta menuangkan sedikit creamer ke dalam kopi pesanan Raka.

“Aku antar ya, Sayang,” tawar Raka.

Cinta kembali tersenyum sembari memberikan pesanan minuman kekasihnya, Raka. Otak Cinta berpikir dengan keras untuk menolak niat baik kekasihnya itu. Jika Raka mengantarkannya, maka selesailah kamuflasenya selama ini.

“Nggak usah ya, Sayang. Aku bisa pergi sendiri kok. Boleh nggak aku bawa mobil kamu? Sebentar saja,” pinta Cinta memohon.

Raka mengangguk kemudian tersenyum, “Iya Sayang, bawa saja. Ini kuncinya.”

Raka meletakkan kunci mobilnya di atas meja mini bar. Kemudian mulai meminum kopinya. Cinta mengambil kunci mobil itu dan memasukkannya ke dalam saku blazernya.

“Enak,” puji Raka. “jadi pengen cepat-cepat halalin kamu kalau kayak begini.”

Cinta tersenyum mendengarnya. Ia menatap Raka dengan lekat. Mata mereka saling beradu pandang satu sama lain. Cinta tak menemukan kebohongan di kedua mata Raka. Hanya ketulusan yang bisa dirasakannya dalam sorot mata kekasihnya itu.

“Give me some time, please!” pinta Cinta yang membuat Raka tersenyum simpul.

“Jangankan some time, Sayang. Aku kasih more time buat kamu,” balas Raka yang membuat kedua sisi bibir Cinta menyunggingkan senyum.

“Aku akan selalu menunggu kamu, Ta. Sampai kamu benar-benar siap. Sekarang, tugasku itu membuat kamu semakin cinta sama aku,” tambah Raka

Cinta tersenyum kembali mendengar penuturan tulus dari bibir Raka. Raka memang sudah mencuri hatinya, dan membuat dirinya mencintai Raka dengan lebih mudah.

“Wow! Onigirinya lucu,” pekik Keenan yang sudah duduk di kursi meja makan.

Cinta tersenyum melihatnya. Abyan dan Keiza berjalan berdampingan sambil menggendong anak kembarnya satu-satu. Memandang wajah Ayasha dan Ayesha sangat susah untuk dibedakan. Hanya raut wajahnya saja yang berbeda. Ayasha lebih ceria, dan Ayesha pendiam. Keiza menghampiri Cinta dan Raka. Sedangkan Abyan sudah duduk di kursinya.

“Kakak mau apa?” tanya Cinta.

“Bikin kopi buat Bang Byan,” jawab Keiza, “Esha, sama Aunty Cinta dulu ya?”

Esha menggeleng. Ia semakin mengeratkan tangannya di leher bundanya. Cinta dan Raka tersenyum.

“Biar Cinta saja yang membuat kopinya, Kak,”

Keiza mengangguk dan tersenyum, “Jangan dikasih creamer ya, Ta!” peringat Keiza.

Cinta mengangguk. Kemudian Keiza pun meninggalkan Cinta dan Raka. Ia menghampiri anak-anaknya dan juga suaminya di meja makan. Setelah selesai, Cinta dan Raka menghampiri mereka.

“Ayo makan!” ucap Abyan.

“Abang yang baca doa ya, Yah,” seru Keenan bersemangat.

Semua tersenyum memandang Keenan. Selesai berdoa, mereka semua segera memakan hidangan yang berada di hadapan mereka. Suasananya sangat hangat. Kehangatan keluarga kecil Abyan dan Keiza, mengingatkan Cinta kepada keluarganya dulu. Cinta tersenyum melihat kebersamaan mereka. Kebersamaan yang sudah tak bisa dirasakannya kembali.

Selesai makan, Cinta segera berpamitan untuk pergi. Ia menyalami Abyan, Keiza dan juga keponakannya. Raka menatap kekasihnya. Membuat Cinta mengerutkan dahinya.

“Aku nggak disalamin nih?!” protes Raka.

Cinta mengerucutkan mulutnya. Abyan dan Keiza tersenyum dan menggeleng-gelengkan kepalanya. Raka mengulurkan tangannya, dengan terpaksa Cinta pun menjabat tangannya.

“Dih! Masa pamit sama calon suami kayak begitu!” protes Raka kembali.

“Rese!” gerutu Cinta kesal.

Keiza dan Abyan tertawa. Sedangkan Keenan dan adik-adiknya hanya memandang om dan tantenya dalam diam karena bingung.

“Ulangi lagi!” pinta Raka.

Cinta menatap kekasihnya dengan geram. Dengan terpaksa, ia kembali mencium punggung tangan Raka di hadapan Keiza dan Abyan. Membuat Raka tersenyum senang.

“Hati - hati ya calon istriku! Jangan lupa kabari nanti,” tutur Raka yang diakhiri dengan kerlingan matanya.

Tawa keras pun membahana kembali. Tanpa membalas ocehan Raka, Cinta segera pergi meninggalkan mereka semua. Ia melangkahkan kakinya dengan cepat untuk segera keluar dari rumah kakak sepupunya itu. Mobil Raka terparkir tepat di depan rumah. Ia menekan tombol key remote dan segera masuk ke dalam mobil. Kemudian menyalakan mesinnya dan melajukannya keluar dari rumah mewah Abyan dan Keiza.

---

Seperti biasa, kota tempat di mana Cinta bekerja selalu semrawut setiap hari. Walaupun saat ini hari sabtu, namun acara macet masih tidak bisa dihindarkan. Entah apa yang harus dilakukan pada kota yang teramat padat ini agar bisa meredakan masalah kemacetannya yang semakin hari semakin parah. Helaan napas Cinta berembus, menunggu gilirannya untuk melajukan mobil mewah Raka. Setelah menunggu beberapa menit akhirnya mobil itu pun bergerak juga. Beruntung tempat yang Cinta tuju tak jauh dari rumah Abyan.

Cinta membelokkan mobil Raka untuk memasuki sebuah Kantor Polres. Ia memarkirkan mobil Raka di tempat parkir yang tersedia. Mobil kekasihnya itu benar-benar menyita perhatian banyak orang. Semua orang yang berlalu lalang memandang takjub mobil mewah itu. Ia mematikan mesin mobilnya, lantas membuka seatbelt yang melekat ditubuhnya dan segera keluar dari mobil. Ditekannya tombol key remote untuk mengunci pintu mobil. Semua menatap Cinta. Cinta pun menatap mereka balik tanpa ragu sedikit pun. Hanya orang-orang tertentu yang mengenal Cinta. Karena ia adalah salah satu anggota kepolisian yang tak berseragam.

Langkah Cinta terhenti, saat melihat sebuah mobil SUV dan sebuah mobil box besar bertuliskan Detasemen Khusus 88 berada di depan kantornya. Entah apa yang sedang mereka lakukan di kantor kecil itu. Rasa sakit dan kesal mulai menjalar di seluruh aliran darah Cinta. Otaknya mulai memutar kembali kenangan buruk beberapa tahun yang lalu.

Kenangan dimana saat Cinta masih menjadi anggota dari pasukan elite khusus, Densus 88. Dan semuanya harus berakhir saat ia mendapat tuduhan telah mencelakai partner-nya yang sedang mengintai. Seorang partner yang sedang jatuh cinta kepadanya. Tanpa sepengetahuan siapapun dia melakukan investigasi sendiri. Hanya karena dia mendengar bahwa Cinta ingin memata-matai kasus yang sedang mereka tangani kala itu. Dia terbunuh. Hingga akhirnya Cinta dikeluarkan dari keanggotaan Densus 88 dan dipindahkan ke sebuah polres. Tak hanya itu saja, ia pun mendapat penundaan kenaikan pangkat.

“Kak Cinta sedang apa?”

Cinta tersentak saat seseorang menepuk pundaknya. Ia menoleh, lantas tersenyum saat melihat Fiza tersenyum kepadanya.

“Hah, Bripda. Hafiza! Bisakah Anda bersikap lembut kepada saya?” cibir Cinta dengan bahasa formalnya.

“Ah! Gue tahu apa yang membuat Lo bengong kayak tadi. Lagian ngapain juga itu pasukan elite ke tempat kroco begini,” oceh Fiza.

Cinta terdiam sesaat. Mencoba mencerna perkataan Fiza yang sepenuhnya benar.

“Mana tas gue?” ucap Cinta mengalihkan pembicaraan.

Fiza tersenyum, kemudian memberikan tas selempang kesayangan Cinta kepada pemiliknya. Mereka pun melanjutkan langkah mereka menuju kantor. Cinta berjalan mendahului Fiza.

Suasana di dalam kantor sepertinya sedang tegang. Beberapa anggota Densus 88 sedang berjaga-jaga. Mereka berdiri bersisian sambil membawa senapan mereka. Mata mereka mulai menatap Cinta dengan intens, ketika Cinta melewati mereka. Mungkin ada beberapa dari mereka yang juga rekan Cinta terdahulu. Namun Cinta tak bisa mengenali mereka, wajah mereka tertutup oleh masker dan juga kacamata khusus.

Langkah Cinta terhenti ketika seseorang yang dikenalnya menghadang jalannya. Seorang chief leader yang sudah sangat dibencinya. Bramastya Yudha. Seseorang yang diharapkannya akan membela dirinya kala itu. Namun  membuatnya keluar dari satuan elite yang sudah lama diimpi-impikannya. Lelaki itu mengulurkan tangannya kepada Cinta. Cinta menatap lelaki itu dengan tajam. Ia tak mengacuhkan uluran tangan Yudha kepadanya. Ia memilih melangkahkan kakinya kembali dan melewatinya.

Cinta segera menghampiri atasannya di bagian penyidikan dan pengintaian. Lelaki tampan itu tersenyum kepada Cinta. Namun senyuman manisnya tak mampu membuat hati Cinta berdebar. Hanya Raka yang bisa melakukan itu kepada Cinta.

“Hai Beib, long time no see,” sapanya kepada Cinta.

AKP. Abimana Satya. Mungkin seumuran dengan Raka. Wajah tampannya tak memperlihatkan jika dia adalah seorang Intel, sama seperti Cinta.

“Hai Bos, now you can look at me until you're bored,” balas Cinta.

Abimana terkekeh mendengar balasan Cinta. Cinta tersenyum dan segera duduk di kursi kerjanya. Atasannya itu biasa meledeknya, seakan-akan adalah kekasihnya. Cinta adalah seorang polisi tak berseragam yang di kenal dengan kecantikannya dan juga kelihaiannya dalam berkamuflase.

“Tadi malam gimana, Bos? Sukseskah?” tanya Cinta.

Abimana mengangguk sambil menghisap rokoknya, “Yups! Sukses, Ta. Guess what?! Siapa yang sudah gue tangkap semalam?” ujar Abimana yang membuat Cinta menaikkan salah satu alisnya.

“Zackly Ortiz,” tutur Abimana tegas yang membuat Cinta terbelalak.

“Serius, Bos?! Oh my God! Kok bisa?” berondong Cinta.

“Bisalah, dia lagi sakau semalam. Kita mengejarnya, dan mobilnya menabrak. Ciduk langsung deh,” jelas Abimana sambil terkekeh dan disambut anggukan kepala dari Cinta.

“Tadi malam kamu sama siapa, Ta? Saya mendengar kalau kamu dipeluk oleh lelaki yang sudah mengalahkanmu. Tumben kamu nggak memukul lelaki itu,” ujar Abimana kembali.

Cinta menatap atasannya lantas menghentikan aktivitas jemari tangannya di atas iPad kesayangannya, “Masa saya memukul pacar saya, Bos,” ucap Cinta.

AKP. Abimana terbelalak, berbeda dengan Cinta yang tersenyum gembira.

“Damn! Saya terlambat lagi? Tahu begitu, saya DP kamu dahulu kemarin. Giliran bertemu sudah sold out saja,” seloroh Abimana yang membuat semua bawahannya tertawa.

“Ya kali saya barang second yang ada di OLEX dot com. Ingat Bos, tunangannya mau dikemanakan itu,” cibir Cinta.

Semua yang berada di ruangan kembali tertawa. Cinta pun kembali mengerjakan pekerjaannya. Mengetik laporan hasil pengintaiannya beberapa hari terakhir. Kedua jemari tangannya sangat lincah menekan tombol keyboard di laptopnya. Banyak sekali laporan yang harus dibuat oleh Cinta. Ditemani dengan segelas coklat panas pembangkit mood-nya, kedua matanya fokus menatap layar flat di hadapannya. Cinta menghentikan aktivitasnya saat notifikasi smartphone-nya berbunyi.

Cinta mengambil smartphone-nya. Kemudian menggeser gambar gembok yang tertera di layar, lantas menyentuh icon pesan di layar flat itu. Senyumnya tersungging saat melihat gambar lucu yang terpampang di layar smartphone-nya. Gambar Brown yang sedang kesal. Cinta pun segera membalas pesan itu dengan gambar Coni yang menggoda.

Rakaku
Lagi apa, Sayang? Sudah sampai belum? Lupa kan kasih kabar?!

CintaKu
Lagi ngerjain tugas, Sayang. Maaf, tasnya baru diantar Fiza tadi.

Rakaku
Ya sudah. Pulang jam berapa? Sendirian nih, lagi pada pergi semua ke tempat Memonya.

CintaKu
Kasihan! Maen sama Pak Ryan gih sana. Hahaha. InsyAllah kalau sudah selesai, aku langsung pulang.

Rakaku
Iya, maen pukul-pukulan. Menguap deh gantengnya aku. Oke, jangan lama-lama! Aku sudah kangen sama Cintanya Raka.

Cinta tersenyum membaca pesan dari kekasihnya, Raka. Ia mengirim gambar Coni yang  sedang memberikan sebuah ciuman. Cinta terkekeh sendiri saat mengirimnya. Raka pun membalas dengan gambar Aliando yang mengucapkan I love you.

CintaKu
See you Rakanya Cinta. Love you too.

Cinta kembali melanjutkan pekerjaannya. Dalam hati ia bertanya-tanya, inikah cinta? Mendapat pesannya saja membuat hatinya berbunga-bunga. Ia pernah merasakan ini sebelumnya. Namun sayang, ia tak pernah bisa memilikinya untuk menjadi seorang kekasih. Karena Cinta mencintai sahabatnya sendiri, Bramastya Yudha.

Dan rasa itu telah Cinta kubur dalam-dalam karena ia sudah sangat membenci Yudha. Namun dengan Raka, ia merasa bisa menjadi dirinya sendiri. Menjadi Cinta yang sebenarnya. Mungkin Raka bukan cinta pertama baginya. Namun ia berharap Raka bisa menjadi yang terakhir untuknya. Suara dering lagu bang bang-Ariana Grande terdengar. Cinta menggeser sebuah gambar di layar smartphone–nya ke arah kanan untuk mengangkat sebuah panggilan.

“Halo, Sus....”

“Cinta, kamu bisa ke rumah sakit sekarang?”

“Cinta ke sana sekarang. Makasih Suster Ana.”

Cinta pun segera menyimpan hasil ketikannya ke dalam flashdisk. Sesaat setelah men-shut down laptopnya. Kemudian ia memasukkan iPad-nya dan juga smartphone-nya ke dalam tas sebelum beranjak dari tempat duduknya. Dengan terburu–buru, ia menghampiri atasannya, Abimana.

“Bos, saya pamit dulu. Mau ke rumah sakit,” pamit Cinta.

AKP. Abimana mengangguk. Ia tahu apa yang sedang terjadi kepada Cinta. Hanya beberapa rekannya saja yang mengtahui kondisi Cinta saat ini.

“Hati-hati, Ta! Kalau laporannya sudah selesai, langsung kirim ke email saya.” Cinta mengangguk mendengar titah atasannya, sebelum pergi meninggalkan kantor.

---

Setelah memarkirkan mobil Raka di tempat parkir, Cinta segera berlari menuju ICU. Suster Ana mengatakan bahwa bundanya ditemukan terjatuh di kamar, dan sekarang berada di ICU. Cinta segera menghampiri suster Ana yang baru saja keluar dari ICU.

“Suster Ana!” pekik Cinta yang membuat Suster Ana menoleh.

“Bagaimana keadaan Bunda, Sust? Bunda nggak kenapa-kenapa kan?”

Jantung Cinta seakan berlari maraton kali ini. Rasa takut mulai dirasakannya kembali. Napasnya tersengal-sengal.

Suster Ana menatapnya iba, “Bunda kamu belum sadar, Ta.”

“Kata Dokter, Bunda kenapa?” tanya Cinta cemas.

“Bunda terkena serangan jantung, Ta. Beruntung ada Suster Rika yang melihatnya dari jendela. Kalau sampai Bunda kamu terlambat penanganannya, mungkin Bunda sudah tidak ada,Ta.” Suster Ana menjelaskan.

Air mata Cinta menetes dengan perlahan. Jantungnya seakan merosot jatuh dari tempatnya. Dadanya pun serasa sesak seketika. Ia menyeka air matanya degan kasar.

“Cinta boleh bertemu dengan Bunda sekarang?” tanya Cinta.

Suster Ana mengangguk. Ia mengantar Cinta untuk masuk ke ruang ICU di mana bunda dirawat. Ia memberikan pakaian steril berwarna biru muda beserta kelengkapannya kepada Cinta. Cinta dan suster Ana memakai pakaian itu bersama-sama. Setelah selesai, suster Ana menggandengnya masuk ke ruang perawatan bunda. Ia menganggukkan kepalanya saat mereka sudah berada di kamar perawatan bunda. Banyak alat bantu penunjang kehidupan di sana. Kedua mata Cinta memanas melihat bundanya terkulai tak berdaya di hadapannya. Ia menggenggam tangan bundanya yang terbebas dari infus. Kemudian mencium punggung tangan bundanya diiringi air matanya yang menetes kembali.

“Assalamualaikum, Bunda. Ini Illy, Bund. Bunda bisa mendengar suara Illy bukan?” ucap Cinta lirih.

Cinta menatap wajah bundanya yang pucat pasi. Suara alat pendeteksi jantung terdengar mengerikan di kedua telinganya.

“Bunda, cepat bangun ya! Bunda jangan tidur lama-lama. Illy kangen sama Bunda,” lanjut Cinta.

Cinta tak bisa lagi menahan air bening dari kedua matanya yang telah terjun bebas begitu saja, “Bunda bangun! Bangun, Bunda!” pekik Cinta.

“Sabar ya, Ta.” Suster Ana menenangkan Cinta.

Suster Ana mengajak Cinta untuk keluar. Ada rasa tak rela untuk meninggalkan bundanya. Sesampainya di luar, suster Ana memberitahukan bahwa dokter ingin bertemu dengan Cinta. Cinta pun mengangguk. Ia berjalan sendirian menuju ruangan dokter yang suster Ana maksud. Ia menyusuri koridor rumah sakit sesuai dengan instruksi dari suster Ana.

“Selamat siang, silahkan duduk,” ucap dokter Reisha dengan ramah.

Cinta menjabat tangan dokter itu sebelum duduk.

“Anda keluarga dari Ibu Kalila Radisti?” tanyanya kepada Cinta.

Cinta mengangguk, “Saya putrinya Dok,” sahut Cinta yang disambut anggukan kepala dan senyum manis dari dokter Reisha.

“Bunda saya kenapa, Dok?” tanya Cinta.

“Ibu anda terkena serangan jantung. Apa Ibu Kalila pernah mempunya riwayat sakit jantung sebelumnya?” tanya dokter itu balik.

“Bunda memang bermasalah dengan jantungnya, Dok. Jantung Bunda lemah. Biasanya Bunda akan jatuh pingsan jika dia kelelahan.”

Dokter Reisha mengangguk. Ia mengeluarkan beberapa foto besar hasil ronsen, dan menempelkannya di sebuah alat di dinding. Setelah selesai, ia mulai menyalakan alat itu. Alat yang digunakan untuk melihat hasil ronsen.

“Ini hasil CT scan Ibu Kalila. Ini bagian otak Ibu Kalila. Ada pembengkakkan di bagian ini,” jelas dokter Reisha sambil menunjuk foto hasil CT scan.

Cinta menatap foto itu dengan intens. Ia tak mengerti apapun yang berada di dalam foto itu.

“Serangan jantung yang mendadak, seperti yang terjadi pada Ibu Kalila, mengakibatkan aliran darah dan juga oksigen ke otak menjadi terhambat. Sedangkan oksigen sangat penting untuk menunjang fungsi otak.” Dokter Reisha kembali menjelaskan.

Cinta mendengarkan penjelasan dokter Reisha dengan seksama. Detak jantungnya seperti genderang perang yang ditabuh tanpa terkontrol. Kedua tangannya sudah mulai berkeringat karena takut. Dinginnya AC serasa menusuk-nusuk kulit putihnya.

“Ketika tidak ada aliran darah ke bagian utama batang otak dan disertai pembengkakkan, maka kemungkinan koma akan terjadi,” lanjut dokter Reisha.

Deg.

Cinta terperanjat. Jantungnya berhenti berdetak dalam beberapa detik. Napasnya tertahan seketika. Dadanya sesak. Oksigen seakan habis di ruangan besar itu. Cinta seperti disambar petir di siang hari. Jantungnya seperti dihantam bongkahan meteor yang besar. Ia terdiam mematung. Matanya memanas. Sebulir air mata pun menetes, tak kuasa menahan sesak di dadanya.

“Maksud Dokter? Bunda koma?” tanya Cinta lagi sembari menatap dokter Reisha dengan tatapan nanar.

“Kemungkinan besar seperti itu. Kita lihat perkembangan Ibu Kalila nanti. Jika dia bisa melewati masa kritisnya, maka bisa dipastikan Ibu anda akan terhindar dari koma. Namun kemungkinannya sangat kecil. Hanya keajaiban dari Allah yang bisa melakukan itu,” ucap dokter Reisha yang semakin membuat hati Cinta teremas.

Cinta menyeka air matanya.

“Tolong lakukan apa pun untuk Bunda saya, Dokter. Saya mohon, selamatkan Bunda,” pinta Cinta kepada Dokter Reisha.

“Pasti. Kami semua akan berusaha semaksimal mungkin untuk membantu Ibu Kalila. Kami di sini hanya bisa berusaha semampu kami. Dan hasilnya, hanya Allah yang menentukan. Teruslah berdoa! Selalu ada keajaiban di sini,” ucap dokter Reisha yang membangkitkan semangat Cinta kembali.

Cinta berjalan lemas menyusuri koridor rumah sakit setelah bertemu dengan dokter Reisha. Tenaganya seakan menguap begitu saja. Ia melangkahkan kakinya ke basement tempat parkir. Ia segera masuk ke mobil mewah Raka, lantas melajukan mobil itu keluar dari area rumah sakit.

Entah kemana Cinta akan pergi. Rasanya ia ingin berteriak kencang kali ini. Ia membiarkan kedua tangannya yang berada pada benda bundar di hadapannya bergerak mengikuti instruksi otaknya. Diparkirkannya mobil Raka setelah sampai di suatu tempat.

Cinta berjalan perlahan menuju pantai yang cukup jauh dari tempat parkir. Ia melepas sepatu high heels-nya dan menentengnya saat berjalan di pantai. Ia merasakan kakinya menyentuh pasir putih yang kasar. Kakinya serasa ditusuk-tusuk saat ini. Namun ia tak menghiraukannya. Ia terus berjalan menuju dermaga. Cuaca panas saat ini membuat suasana pantai tak ramai. Cinta pun tak memedulikan angin kencang yang menerpa wajah sendunya. Hanya bundanya yang berada di dalam pikirannya kali ini.

Cinta meletakkan sepatu high heels-nya  dan juga tas yang disampirkan di bahu kanannya, di atas dermaga yang terbuat dari kayu. Ia menghirup udara pantai yang tak segar lagi, lantas mengembuskan napasnya perlahan. Setelah itu, ia berteriak sekencang-kencangnya.

“Aaaa ...!!!” teriak Cinta keras.

Kedua mata Cinta memanas. Sedetik kemudian, air matanya menetes. Ia jatuh terduduk saat merasakan tubuhnya tak bertenaga sama sekali. Ia membiarkan air matanya mengalir deras seperti tanggul yang jebol.

“Ta,” panggil seseorang kepada Cinta.

Cinta menoleh saat sebuah tangan menepuk pundaknya. Air matanya semakin mengalir deras saat melihat siapa yang memanggilnya. Lelaki itu ikut terduduk di samping Cinta. Kemudian memeluk Cinta dengan erat. Tangis Cinta pun semakin pecah. Ia menumpahkan semua rasa sakit dan rasa takutnya melalui air matanya. Ia memeluk lelaki itu dengan erat. Lelaki itu mengusap punggung Cinta dan mengelus kepalanya. Lelaki itu hanya terdiam, ia sama sekali tak mengucapkan sepatah kata pun kepada Cinta. Cinta memejamkan matanya ketika merasakan sebuah kecupan hangat di pucuk kepalanya.

CintaRaka®

Repub.15Nov,17



Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top