30. Tiga puluh

Raka memandang keadaan sekitar ketika mobilnya mengikuti mobil Komandan Rio memasuki halaman rumahnya. Ia tak menyangka jika Komandan Rio akan membawanya pulang ke rumahnya sendiri. Rahang kokohnya mulai mengeras ketika mobilnya terparkir di samping mobil mewah kakak kandungnya.

Semenjak Raka mengetahui perihal percakapan Raja dan Zayn, dirinya tak pernah bertemu langsung apalagi mengobrol berdua dengan kakaknya itu. Ia seakan menghindari untuk bertemu berdua secara face to face dengan kakaknya. Emosinya akan menyulut ketika melihat kakak kandungnya berada di hadapan. Hatinya tak pernah mempercayai percakapan itu, namun bukti yang dimilikinya sangat jelas dan pasti.

"Kenapa kita ke sini Komandan?" tanya Raka.

"Bertemu dengan Zayn," jawab Komandan Rio sembari berjalan memasuki rumah Raka.

Raka mengumpat dalam hati. Ia tak pernah menyangka jika Komandan Rio akan bergerak langsung seperti ini. Pintu utama rumah Raka terbuka sesaat setelah Komandan Rio menekan bel.

"Den Aly, silahkan masuk Den," ucap Mbok Ranti.

Raka tersenyum kecil, mencoba menutupi kekesalannya, "Bang Zayn di mana sekarang?"

"Den Zayn ada di Dojo belakang Den," Raka mengangguk mendengar jawaban mbok Ranti.

"Terima kasih mbok," ucap Raka.

Raka dan Komandan Rio segera masuk dan langsung menuju Dojo, tempat latihan bela diri. Raka menghampiri kakaknya Zayn yang sedang berlatih judo dengan salah satu bodyguard mamanya.

Brug.

Suara bantingan keras terdengar ketika Zayn membanting lawannya dalam hitungan detik.

"Nanti kita lanjutkan lagi pak Alan," ucap Zayn.

"Siap Den," balas pak Alan.

Pak Alan pun berlalu melewati Raka sembari tersenyum. Namun Raka bergeming, memasang wajah flat - nya yang sudah bercampur emosi saat ini. Zayn tersenyum menatap adiknya dan juga Komandan Rio. Ia menjabat tangan Komandan Rio terlebih dahulu sebelum menyalami adiknya Raka.

Ketika tangan kanan Zayn terulur ke arah Raka, dengan gerak cepat tangan kiri Raka segera mencengkeram lengan kanan Zayn sedangkan tangan kanannya menekan rahang kokoh Zayn ke samping kiri. Kaki kanan Raka kemudian menjegal salah satu kaki kiri Zayn lantas membantingnya dengan keras.

Brug.

"Damn it!" Umpat Zayn terkejut.

Dalam judo, Raka memang lebih dominan dari pada Zayn. Sedangkan Zayn lebih ahli pada jiu jitsu. Keduanya akan sama - sama kuat jika saling beradu. Karena judo dan jiu jitsu memiliki jurus yang hampir sama. Rahang kokoh Raka mengeras. Kedua matanya menatap Zayn dengan tatapan tajam menyeruak. Komandan Rio yang sudah sangat hafal dengan watak keduanya hanya terdiam tanpa ingin melerai.

Zayn beranjak untuk berdiri, "Lo apa - apaan sih dek?"

Bug.

Zayn kembali terhuyung. Ia yang belum bersiap tak mampu menghindari serangan Raka yang lebih cepat dari arah detik jam. Kedua kakak beradik itu saling beradu pandang. Zayn menghela nafasnya. Ia tahu adiknya sedang emosi kali ini.

"Let's play!" Ajak Zayn.

Raka terdiam. Namun ia sudah bersiap - siap untuk melawan serangan kakaknya Zayn. Komandan Rio tersenyum simpul.

"Ganti baju kamu dulu Raka! Kasihan nanti Cinta, Raka junior sesak nafas karena celana jeans kamu," ujar Komandan Rio yang membuat Zayn terkekeh geli.

Raka mendengus kesal. Ia lantas segera berbalik dan berjalan menuju lokernya untuk mengambil judogi, pakaian judo.

"Raka sudah tahu," ucap Komandan Rio.

Zayn mengerutkan dahinya, "Maksud om?"

"Dia merekam percakapanmu dan Raja di rumah sakit," jelas Komandan Rio.

"What?" Zayn memekik kaget.

Komandan Rio mengangguk, "Adik kamu itu lebih cerdas dari kamu Zayn,"

Zayn terkekeh, "I see om, kalau dia nggak cerdas, nggak mungkin dia bisa masuk ke Korpaskhas Denbravo - 90 kemudian menjadi agen BIN."

Komandan Rio tersenyum lantas mengangguk tanda setuju.

"Om Rio jadi wasitnya ya! Siapa tahu Zayn sama Raka khilaf," ujar Zayn yang diiringi kekehan kecilnya.

"Om akan hajar kalian, kalau kalian sudah di luar batas," sambung Rio.

Keduanya terdiam ketika Raka kembali dengan judogi berwarna biru tua. Zayn tersenyum menatap adiknya yang sedang tersulut emosi itu. Zayn pun mulai meledek adiknya Raka agar fokusnya pecah. Komandan Rio pun memundurkan langkahnya untuk menjauh dari kedua anak sahabat baiknya, Refanda, mama Zayn dan Raka.

"Kalau gue menang, Lo harus merelakan bini Lo yang cantik itu buat gue cium," ledek Zayn.

Rahang Raka mengeras sempurna. Kedua tangannya mengepal. Lantas ia menekan jemari tangan kanannya yang tertekuk dengan tangan kirinya hingga berbunyi kertuk - kertuk.

"Kalau gue menang, muka ganteng Lo harus siap gue bikin nggak beraturan!" Sungut Raka semakin geram.

Zayn tertawa keras, "Gue sudah nggak sabar pengen cium - cium Illy, si adik kecil gue,"

"Mimpi Lo!!!" Pekik Raka geram.

Tanpa menunggu lagi, Raka segera maju untuk menyerang Zayn. Zayn yang sedari tadi sudah bersiap sedia, segera menahan tangan Raka yang akan menyerangnya, lantas mengunci kakinya dan langsung menjatuhkannya dengan keras.

Zayn mencoba menindih tubuh Raka. Sekuat tenaga Raka mencoba melepaskan dirinya dari kuncian kakaknya itu. Mereka berdua saling bergulat hebat. Rio hanya tersenyum memandangnya. Ia tahu betul watak keras Raka dan Zayn.

Salah satu kaki Raka sudah terlepas dari kuncian kaki Zayn. Kaki kanan Raka yang sudah bebas itu segera melingkar di leher jenjang kakaknya Zayn. Kedua tangan dan kaki Zayn masih berusaha mengunci tubuh Raka dengan kuat. Tangan kiri Raka menahan tangan Zayn yang sedang mengunci lehernya, sedangkan tangan kanannya menahan kepala Zayn agar tak menunduk ke arahnya, mencoba untuk mengecohkannya. Kaki kanannya masih berusaha mengunci leher Zayn dengan sisa - sisa tenaganya. Dan kaki kirinya masih menahan tubuh Zayn agar tak menindihnya semakin dalam.

Ketika kuncian Zayn sedikit melemah, Raka segera membalikkan keadaan. Ia menarik kaki kanannya yang sudah mengunci leher Zayn ke depan sembari mengangkat tubuhnya sedikit lantas membalikkan tubuhnya hingga posisi kedua berbalik. Kini Raka yang menindih tubuh Zayn. Ia mengunci tubuh Zayn dengan kedua tangannya. Kakinya mengunci kaki Zayn agar tak berkelit.

Rio segera melangkah untuk maju ketika melihat Raka yang semakin kuat mengunci kakaknya Zayn.

"It's enough boys!" Pekik Rio.

Raka tak menghiraukannya. Ia semakin kuat mengunci tubuh kakaknya yang sama besarnya dengan dirinya.

"Dek, cu... kup!" pinta Zayn lirih sembari menahan lengan tangan kanan Raka yang mengunci lehernya.

Raka melepaskan kunciannya. Ia menatap wajah kakaknya yang sedikit memerah. Zayn menghela nafas leganya. Nafas kedua tersengal - sengal.

"Gue menang," ujar Raka ditengah nafasnya yang memburu.

Bug.

Tangan kanan Raka meninju wajah Zayn dengan keras. Sisi kanan bibir Zayn mengeluarkan darah.

"Damn!" Umpat Zayn kesal.

Rio segera menarik tangan kanan Raka untuk berdiri. Raka yang mulai kehabisan tenaganya pun hanya pasrah.

"Duduk!" Titah Rio dengan keras.

Raka bergeming. Zayn pun terbangun lantas duduk bersila. Rio menggeleng - gelengkan kepalanya melihat Raka yang masih berdiri terdiam menatap kakaknya Zayn.

"Raka, duduk! Atau om banting kamu sekarang!" Perintah Rio dengan keras.

Raka pun menurut. Ia duduk bersila di atas matras. Kedua matanya menatap Zayn yang berada di hadapannya dengan tajam. Zayn terlihat sangat santai ditatap oleh adiknya dengan tatapan yang sangat mengintimidasinya.

"Biasa aja kali natapnya, gue emang lebih ganteng dari lo Dek," ledek Zayn.

"Gue nggak sudi lo panggil Dek!" Sungut Raka geram.

"Zayn, Raka, cukup! Kita bicara baik - baik, okey!" Lerai Rio.

"Dia yang mulai om!" Pekik Raka sembari menatap tajam kakaknya.

"Lo yang mulai!" seru Zayn berbalik.

"Elo!!!" Teriak Raka.

"Elo!" Pekik Zayn tak kalah keras.

"Elo berdua!!!" Seru Rio kesal.

Zayn dan Raka langsung menoleh ke arah Rio yang sedang duduk bersila di antara mereka. Rio menghela nafasnya.

"Badan dibesarin, tapi otak masih kecil aja," sindir Rio.

"Maksud om?" tanya Raka.

"Otak lo kecil," timpal Zayn.

"Tingkah kalian kayak anak TK tahu! Malu tuh sama badan keren kalian," pekik Rio.

Raka mengerucutkan mulutnya kesal, "Kenapa lo berkhianat?"

"Jaga mulut lo!" Sergah Zayn.

"Sejak kapan lo menjadi kaki tangan Kendra?" tanya Raka kembali.

"Empat tahun yang lalu," aku Zayn jujur.

Bug.

Raka kembali melayangkan pukulannya kepada kakaknya Zayn. Zayn segera menghapus darah di sudut bibirnya yang sedikit sobek dengan ibu jari tangan kanannya. Dalam hitungan detik ia segera membalas pukulan adiknya.

Bug.

Tangan kanan Raka reflek mengelus rahang kanannya yang tertonjok.

"Lo kira gue serendah itu hah?" tanya Zayn memekik, "Lo pikir cuma lo yang punya dendam dengan Kendra?"

Raka terkesiap. Selama ini Zayn selalu bersikap santai dengan kasus yang menimpa Kia.

"Apa yang akan lo lakukan jika istri lo dibunuh oleh Kendra?"

Deg.

Jantung Raka berhenti berdetak. Aliran darahnya membeku. Bayangan istrinya Cinta berkelebat.

"Maksud Abang apa?" tanya Raka, "Bukankah Kak Kiran meninggal karena pendarahan hebat setelah melahirkan Tita?"

"Lo nggak tahu apa - apa Dek," jawab Zayn.

"Kiran memang mengalami pendarahan hebat saat itu, dan ternyata ada yang sengaja membuatnya tak tertolong," cerita Zayn.

Raka menggeleng - gelengkan kepalanya tak percaya. Ia tak menyangka jika keluarganya telah menjadi incaran Kendra sedari dulu. Pikirannya telah dipenuhi oleh istrinya Cinta. Ketakutan mulai merasuki jiwa Raka.

"Gue nggak mungkin cerita sama mama waktu itu. Mama masih berduka atas kehilangan Papa. Dan Lo, Lo lagi tugas ke Luar saat itu. Cuma Kia yang nemenin gue," lanjut Zayn.

Raka bergeming. Kedua matanya mulai berkaca - kaca menatap wajah tampan abangnya yang sudah dihiasi oleh luka lebam darinya.

"Gue nggak mungkin bisa berdiri kayak sekarang, kalau mereka juga menghabisi Tita," sambung Zayn.

"Gue melakukan ini untuk bisa lebih dekat dengan Kendra. Dan sampai sekarang, gue belum pernah bertemu dengan sosok Kendra. Gue cuma bisa berhubungan dengan kaki tangannya, Liam Wijaya." Sambung Zayn.

"Om Rio tahu hal ini?" tanya Raka.

Rio mengangguk. Raka menghela nafasnya.

"Om Rio yang menguatkan gue saat itu. Kita merasa senasib, orang yang sangat kita cintai sama - sama meninggal karena Kendra. Gue nggak bisa percaya siapapun untuk membantu gue. Karena semua orang hampir rata - rata adalah kaki tangan Kendra." Jelas Zayn.

"Dari mana Abang tahu kalau Kendra pelakunya?" tanya Raka kembali.

"Ada gambar naga hitam tepat di dada bagian kiri. Gambar itu menjadi tak jelas ketika jenazah Kiran dimandikan." Jawab Zayn.

Raka terdiam. Ia menatap wajah abangnya yang menjadi sendu, "Maafin Aly Bang,"

Zayn mengangguk, lantas tersenyum memandang adiknya, "Nggak papa Ly, jangan cerita sama mama ya!"

Raka mengangguk patuh. Zayn memajukan tubuhnya. Tangan kanannya terulur untuk mengacak - acak rambut adiknya Raka yang sedikit basah karena keringat. Raka hanya tersenyum. Kejadian langka seperti ini hanya akan terjadi pada momen - momen mengharukan yang bisa dihitung dengan jari. Keduanya pun saling memeluk satu sama lain.

"Well, sepertinya kita sudah semakin dekat dengan Kendra. Jadi kita harus lebih berhati - hati sekarang!" Ujar Komandan Rio mengingatkan.

Raka dan Zayn saling beradu pandang. Mereka berdua harus bisa bekerja sama untuk saling menjaga satu sama lain.

"Gue jaga mama dan Tita di sini, Lo jaga Cinta. Jangan sampai Cinta kenapa - kenapa! Gue nggak bisa bayangin kalau mama harus kehilangan orang yang dicintainya kembali. Kehadiran Cinta sudah bisa membuat mama sedikit melupakan tentang Kia," Raka mengangguk mendengar penuturan kakaknya Zayn.

Raka terdiam. Pikirannya kembali berkutat kepada istrinya Cinta. Ia harus melakukan sesuatu untuk membuat Cinta tak menjadi pusat perhatian Kendra di unit khusus 9.

"Abang sudah terlalu jauh bertindak untuk melaksanakan tugas dari Kendra, bagaimana jika semuanya terbongkar? Bagaimana dengan pekerjaan Abang?" tanya Raka bertubi - tubi.

Zayn tersenyum melihat wajah adiknya yang sedang mengkhawatirkannya, "Ketika semuanya berakhir, Abang akan mempertanggung jawabkan semuanya,"

"Mungkin Abang akan membantu Mama di kantor, kayak Lo, dan itu kan yang mama inginkan dari kita?" lanjut Zayn.

Raka mengangguk lantas tersenyum. Keduanya terlihat begitu akrab sekarang. Rio menepuk pundak Raka dan Zayn perlahan.

"Jadi rencana kita tetap berlanjut kan Zayn?" tanya Rio.

Raka mengerutkan dahinya, Zayn dan Rio tersenyum memandangnya.

"Kamu mungkin bisa menebak dari situasi sekarang ini, hal yang paling penting bagi kita sekarang adalah mengungkap siapa Kendra Notonegoro. Sampai saat itu tiba, kamu harus ikut ke dalam misi rahasia kita berdua," jelas Rio.

Raka menatap Komandan Rio dan kakaknya Zayn bergantian. Ia mulai mengerti kemana arah pembicaraan penting ini.

"Om tidak peduli, kamu akan ikut terlibat atau tidak. Ketika kamu mengetahui bahwa kakakmu Zayn telah menjadi pengkhianat, maka secara otomatis kamu sudah terlibat di dalamnya." Lanjut Komandan Rio.

"Jadi apa yang harus Raka lakukan om?" tanya Raka.

"Lupakan semua yang kamu ketahui tentang Zayn. Hapus semuanya dari kepala kamu, anggaplah semua yang telah kamu dengar dan kamu lihat malam ini tidak pernah terjadi. Buatlah Raja Situmorang percaya bahwa kakakmu Zayn masih bekerja sebagai mata - mata Kendra. Hanya itulah yang perlu kamu lakukan Raka," jelas Komandan Rio.

"Raka nggak akan pernah bisa melupakan itu, terlebih bang Zayn yang terlibat di dalamnya. Tapi demi bang Zayn, Raka akan berpura - pura tidak tahu menahu tentang hal ini." Ujar Raka.

Zayn tersenyum, "Thanks adekku yang ganteng,"

"Geli gue dengarnya Bang!" seru Raka.

Rio dan Zayn tertawa keras.

"Jangan sampai Cinta tahu hal ini!" Peringat Rio.

Raka terdiam lantas mengangguk, "Raka mengerti Om,"

"Jangan bertindak gegabah Ly, Abang taruhannya," tambah Zayn.

Raka mengangguk kembali. Rio kembali menepuk bahu Raka. Ia semakin yakin jika misi rahasia ini akan segera menemukan siapa Kendra Notonegoro yang sebenarnya.

"Welcome to à ravager mission," seru Komandan Rio.

Raka mengerutkan dahinya, ia berusaha mencerna ucapan Komandan Rio yang mencampurkan antara bahasa inggris dan juga perancis, "À ravager? It means 'to destroy' right?"

Rio dan Zayn mengangguk sembari tersenyum.

"Kita pasti akan menghancurkan organisasi Kendra itu," ucap Raka.

"Pasti!" Sahut Zayn bersemangat.

---

Raka menarik tangan kanannya yang akan menekan beberapa digit angka untuk membuka pintu apartemennya. Ia kembali teringat percakapannya dengan Komandan Rio dan kakaknya Zayn tentang ravager mission". Bagaimana dirinya bisa menutupi hal sebesar ini kepada istrinya Cinta. Setiap kali Raka berbohong kepada Cinta, hatinya akan merasa sesak dan sakit.

Raka menghela nafasnya. Bagaimana pun pekerjaannya selalu menuntut dirinya menyimpan rahasia dalam bentuk apapun, termasuk kepada istrinya. Tangan kanannya kembali terulur menekan beberapa digit angka untuk membuka pintu apartemennya.

Raka melangkahkan kakinya perlahan memasuki apartemennya. Semua lampu telah dimatikan, hanya cahaya temaram yang masih bersinar di dalam kamarnya. Dibukanya pintu kamar dengan perlahan. Kedua mata tajamnya memincing ketika melihat siluet tubuh istrinya Cinta sedang duduk memeluk kedua kakinya di balkon kamar sembari menatap langit yang gelap bertabur bintang.

Raka menghela nafas berat. Entah mengapa akhir - akhir ini istrinya Cinta terlihat seperti jenuh dengan rutinitas pekerjaannya. Seandainya bisa, Raka akan meminta Cinta untuk mundur dari kasus berbahaya ini. Terlebih misi rahasianya bersama Komandan Rio dan kakaknya Zayn yang sangat membahayakan keselamatan keluarganya.

Raka melepas sepatunya. Lantas ia kembali berjalan menghampiri istrinya Cinta. Tangan kanannya mengusap pucuk kepala istrinya dengan lembut sebelum terduduk di lantai berdampingan dengan Cinta. Ia menyandarkan tubuhnya di dinding kaca pembatas balkon dan kamar.

Cinta tersenyum melihat suaminya Raka sudah kembali pulang, "Kamu kapan pulang? Kenapa aku nggak denger apa - apa tadi?"

"Baru saja, melamun apa sih sayang? Konsen banget sampai nggak dengar apa - apa," sahut Raka.

"Apa aja," jawab Cinta singkat.

Raka tersenyum, "Kenapa belum tidur? Ini sudah tengah malam sayang, tidur yuk!"

Cinta tersenyum lantas kembali menatap langit, Raka pun mengikuti arah pandang istrinya. Keduanya sama - sama terdiam menikmati indahnya malam yang akan berganti pagi.

"Aku nggak bisa tidur," ucap Cinta.

"Nunggu suaminya pulang Bu?" ledek Raka.

Cinta terkekeh, "Itu salah satunya,"

Raka kembali mengusap pucuk kepala istrinya. Ia menatap istrinya Cinta dari samping. Ia bisa membaca raut wajah istrinya yang sedang memikirkan sesuatu.

"Raka, bolehkah aku mengeluh?" Raka terkesiap mendengar pertanyaan istrinya.

Raka terdiam sesaat. Cinta menolehkan kepalanya untuk menatap wajah tampan suaminya Raka. Keduanya saling beradu pandang. Raka tersenyum sembari membelai wajah cantik istrinya Cinta.

"Boleh sayang, kamu boleh mengeluh tapi cukup hanya sekali." Ujar Raka sembari menatap kedua mata Cinta dengan intens.

"Kenapa?" tanya Cinta kembali.

Raka kembali tersenyum, "Kamu harus yakin, kalau suatu saat nanti semua pasti akan menjadi lebih baik. Kamu harus selalu bersyukur, apapun yang terjadi saat ini adalah pemberian dari Allah,"

Cinta terdiam. Ia masih menatap wajah suaminya Raka sembari mendengarkan penuturannya dengan seksama.

"Kamu lihat deh ke bawah sana," ucap Raka sambil menunjuk ke arah bawah apartemennya.

Cinta pun menuruti perintah suaminya. Entah apa yang suaminya Raka maksud. Ia hanya melihat bangunan - bangunan megah, rumah - rumah yang tampak terlihat sangat kecil dan juga lampu - lampu yang berkelap - kelip seperti bintang di langit.

"Everything looks better from up here than it does down there," ujar Raka.

Cinta segera menoleh ke arah suaminya. Raka kembali tersenyum melihat raut wajah istrinya yang telah berubah menjadi menggemaskan karena rasa ingin tahunya yang meningkat drastis.

"Dari atas sini semuanya akan terlihat indah, tapi sebenarnya di bawah sana tidak seindah itu. Di bawah sana banyak orang - orang yang menahan lapar karena tidak memiliki uang, banyak juga yang menahan dinginnya malam karena tidak memiliki rumah, banyak anak - anak jalanan yang selalu tersenyum untuk menutupi kesusahan mereka. Tapi mereka tetap bertahan, mereka tahu bahwa suatu saat nanti kehidupan mereka akan berubah," jelas Raka,

"Mereka memiliki mimpi dan harapan yang selalu menguatkan diri mereka untuk tetap bertahan dalam keadaaan apapun,"

"No matter what, no matter how, no matter where, no matter when, we always have to be gratitude."

"Contohnya sekarang, kamu harus bersyukur mempunyai suami yang pintar, keren plus tampan akut kayak aku," ujar Raka di akhir nasehatnya.

Cinta terkekeh, lantas ia sedikit beranjak untuk memeluk suaminya dengan erat. Raka pun membalas pelukan istrinya dengan sama eratnya. Diciumnya pucuk kepala Cinta seperti biasanya.

"Sudah enakan?" tanya Raka.

Cinta menyandarkan kepalanya di dada bidang suaminya. Ia mendongak, menatap suaminya Raka yang juga sedang menatapnya. Raka menarik pinggang Cinta lantas mengangkat tubuh ramping istrinya di atas pangkuannya hingga saling berhadapan. Kedua tangan Cinta langsung mengalung di leher suaminya Raka.

"Rasanya sesak di sini," ucap Cinta sembari memegang dadanya, "sepertinya akan jauh lebih baik jika aku tidak mengetahui semua ini,"

Raka mengusap rambut pendek medium bob istrinya lantas diciumnya kening Cinta dengan penuh sayang, "Ada saatnya dimana semuanya akan tampak dihadapan kita, entah itu yang baik atau yang buruk. Menunjukkan kepada kita mana yang benar dan mana yang salah,"

"Nikmatilah prosesnya sayang, setelah itu kita akan menikmati hasilnya," lanjut Raka.

Cinta tersenyum menatap wajah tampan Raka dengan lekat. Tangan kanannya terulur merapikan rambut mohawk pendek Raka yang sudah berantakan. Lantas tangannya turun membelai wajah tampan suaminya. Ia meraba luka lebam di wajah Raka. Raka sedikit menghindar. Rasa nyeri bekas pukulan kakaknya masih dirasakannya.

"Kamu habis berkelahi lagi? Sama siapa? Senang banget sih berantem," sungut Cinta kesal.

Raka yang sedari sudah gemas dengan Cinta segera mencium bibir tipis istrinya yang menggoda imannya itu.

"Ih modus!" Pekik Cinta.

Raka terkekeh, "Bukan modus sayang, tapi kewajiban,"

"Jawab dulu pertanyaan aku!" Pekik Cinta.

Raka tersenyum jahil, "Berarti habis jawab boleh dilanjutin lagi dong?"

Wajah Cinta bersemu merah, ia mengerucutkan mulutnya, "Tergantung,"

Gelak tawa Raka kembali terdengar, "Habis latihan judo sama bang Zayn,"

"Ko bisa sampaimmph..."

Raka kembali membungkam mulut Cinta dengan bibirnya. Cinta terbelalak kaget. Keduanya saling beradu pandang. Bibir mereka saling bertaut satu sama lain.

Raka mencium bibir atas dan juga bibir bawah Cinta bergantian. Cinta pun mulai membalas ciuman suaminya dengan lembut dan mesra. Sesekali ia menggigit kecil bibir bawah Raka dengan gemas. Tangan kanannya mengusap lembut tengkuk Raka dengan perlahan. Kedua mata Cinta mulai memejam, menikmati lumatan lembut di bibirnya yang selalu memabukkan.

Bibir mereka saling berpagut dan berpaut hingga decakan mulai terdengar. Erangan tertahan dari keduanya pun terdengar. Ketika Cinta membuka mulutnya perlahan, lidah Raka langsung menyeruak masuk ke dalamnya. Menjelajahnya dengan lincah. Lidah mereka saling beradu di dalam rongga mulut Cinta.

Dengan perlahan tangan kanan Raka menelusup ke dalam tank top tipis berwarna putih yang membalut tubuh putih istrinya. Lantas ia mengelus punggung mulus Cinta dengan sentuhan lembutnya. Kedua tangan Cinta mencoba membuka kancing kemeja hitam suaminya satu persatu.

"Engh," desah Cinta ketika tangan Raka menangkup salah satu payudaranya yang tak terbungkus bra.

Cinta menarik tengkuk Raka untuk memperdalam ciumannya. Ia semakin merapatkan tubuhnya hingga dadanya menempel di dada Raka yang sudah bebas terekspos tanpa sekat. Erangan kecil Raka pun terdengar ketika tangan kanan Cinta meraba dada bidangnya sembari sesekali memainkan putingnya.

Cinta melepaskan ciumannya ketika ia mengatur nafasnya yang sudah terputus - putus. Raka pun segera menyerang leher jenjang Cinta. Memberikan kecupan - kecupan ringan, menggigit - gigit kecil dan berakhir dengan menghisapnya hingga meninggalkan bercak merah di sana. Erangan Cinta kembali terdengar ketika kedua tangan Raka menangkup dan meremas payudaranya perlahan. Tubuh Cinta menggelinjang di atas pangkuan Raka. Membuat Raka mendesah, menahan gejolak hebat di seluruh aliran darahnya.

"Engh," desah Cinta kembali.

Raka kembali melumat bibir Cinta. Meredam suara desahan Cinta yang semakin lama semakin terdengar sensual. Ia melumat, menghisap bibir atas dan bawah bergantian. Cinta membalasnya dengan menggigit bibir bawah Raka dengan gemas. Saling melumat satu sama lain diiringi erangan dan desahan yang keluar dari bibir mereka berdua.

Raka melepaskan ciumannya, lantas membopong Cinta untuk masuk ke dalam kamar. Melanjutkan penyatuan tubuh mereka yang sudah tidak tertahankan lagi.

---

"Sayang... bangun," ucap Raka sembari mengusap - usap pipi gembil istrinya.

Cinta bergeming. Raka tersenyum memandang wajah cantik istrinya yang masih terlelap. Baru kali ini istrinya Cinta begitu susah untuk bangun. Biasanya Cinta yang setiap hari membangunkannya.

"Sayang... ayo bangun! Sudah siang nih, nanti terlambat lagi ke kantornya," lanjut Raka.

Cinta bergeliat hingga bed cover yang menutupi dadanya sedikit tersingkap, "Emmm..."

Raka kembali mengusap - usap pucuk kepala Cinta, "Sayang, ayo bangun!"

"Ngantuk," gumam Cinta.

"Terus mau bobo aja nih?" tanya Raka.

"Huum," rancau Cinta.

Raka menghela nafasnya, "Mau bobo atau kerja?"

Cinta mengerjapkan matanya perlahan, menatap Raka sekilas lantas memejamkan matanya kembali.

"Bobo aja! Kamu saja yang kerja, nanti aku minta uangnya sama kamu," rancau Cinta sembari memeluk bantal gulingnya.

Raka terkekeh. Tangan kanannya terulur mengusap - usap pucuk kepala istrinya. Jika benar ucapan Cinta saat ini, ia akan sangat bahagia mendengarnya.

"Baiklah nyonya Alyandra Rakabuming Bagaskara, as you wish," sahut Raka.

Raka menyibakkan rambut Cinta. Ia segera memberikan kecupan - kecupan kecil di leher istrinya Cinta. Darah Cinta berdesir. Cinta menggelinjang ketika salah satu tangan Raka menangkup dan meremas kedua gundukan kenyal di tubuh putih mulusnya. Kedua mata Cinta pun terbuka perlahan. Ia membalikkan tubuhnya, memberikan akses kepada Raka untuk lebih mengeksplorasi tubuhnya. Raka melumat bibir Cinta dengan lahapnya. Decakan dan erangan yang menggema di seluruh kamar membuat kegiatan pagi mereka menjadi semakin panas.

"Kurang sayang?" ledek Raka sesaat setelah melepas ciuman panasnya.

Cinta mengerucutkan mulutnya karena kesal. Ia terbangun sembari menutupi tubuh polosnya dengan bed cover. Raka tersenyum lantas mencium bibir tipis istrinya dengan kilat.

"Aku sudah mandi sayang, nanti kita lanjutin lagi ya! Sekarang kamu mandi dulu. Sudah siang, nanti kita terlambat." Titah Raka.

Cinta bergeming sembari menatap suaminya Raka dengan tatapan sayunya. Ia kecewa ketika Raka menghentikan aksinya yang sudah membawanya terbang ke awan.

"Mau aku mandikan hmmm?" ledek Raka kembali.

Raka tersenyum lantas ia mencium bibir tipis istrinya kembali. Kemudian ia segera menggendong istrinya yang masih terdiam dan membawanya masuk ke kamar mandi. Melihat kekecewaan di mata istrinya Cinta, Raka pun luluh. Ia kembali melanjutkan aktivitas panasnya yang ditundanya sendiri. Entah mengapa istrinya Cinta menjadi sangat agresif saat ini. Dan Raka menyukai perubahan ekstrim istrinya yang itu.

---

Raka melangkahkan kakinya dengan tergesa - gesa. Sembari melirik jam tangannya yang sudah menunjukkan pukul delapan lebih dua puluh menit. Sedangkan Cinta sengaja mengulur waktu dengan berjalan santai di belakang suaminya Raka.

"Tumben lo telat, mana Cinta?" tanya Marshall ketika Raka menghempaskan tubuhnya di kursi kerjanya.

Raka mengangkat bahunya ke atas untuk menjawab pertanyaan Marshall.

"Lo emang ya Ka, rese banget sama gue. Ditanya baik - baik juga, jawabnya kayak begitu," protes Marshall kesal.

Ge dan Kapten Tyo terkekeh melihat Marshall dan Raka akan mulai beradu mulut. Raka menghela nafasnya. Ia menghentikan kedua tangannya yang sedang sibuk di atas keyboard. Mata tajamnya menatap Marshall dengan menyeruak.

"Gue bareng sama Cinta, lo kesal. Giliran gue nggak bareng Cinta, lo juga masih kesal sama gue. Jadi yang rese itu sebenarnya GUE atau ELO Marshall?" sungut Raka tak kalah geram.

Raka dan Marshall saling menatap tajam satu sama lain.

"Pagi semua," sapa Cinta.

"Pagi Ta," sapa Ge dan Kapten Tyo bersamaan.

Kedua sisi bibir Marshall tersungging ketika melihat Cinta duduk di sebelahnya. Sedangkan Cinta menatap suaminya Raka yang duduk di seberang, berhadapan dengannya. Ia pun mengikuti arah pandang suaminya yang sedang menatap tajam Marshall.

"Tumben telat beib, berangkat sama siapa tadi?" tanya Marshall.

Raka mendengus kesal. Lantas ia kembali melanjutkan aktivitasnya di di layar flat yang berada dihadapannya. Marshall benar - benar tak mempercayai ucapan Raka kala itu. Raka pun membiarkannya begitu saja hingga nanti semuanya terbongkar dengan sendirinya. Setidaknya masih ada beberapa orang yang belum mengetahui statusnya bersama Cinta.

"Ada urusan tadi," jawab Cinta sembari tersenyum mengingat aktivitas panasnya bersama suaminya tadi pagi, "Cinta berangkat sama suami, kenapa Kak Marshall? Ada masalah?"

Marshall tersenyum keki mendengar jawaban Cinta, "Kenapa nggak diajak kesini Ta? Katanya mau dikenalin sama kita,"

"Suami Cinta kan kerja Kak. Memangnya Kak Marshall sudah menyiapkan cadangan oksigen?" ledek Cinta.

Ge dan Raka tertawa keras. Sedangkan Kapten Tyo hanya terkekeh mendengarnya.

"Tenang Ta, aku punya cadangan oksigen berlebih buat Marshall," timpal Ge meledek.

"Cih! Amit - amit ye dikasih nafas buatan sama Lo! Mending gue sesak nafas sekalian deh," sahut Marshall.

"Lo nggak cuma sesak nafas kalau Lo tahu siapa suami Cinta, detak jantung Lo bakalan berhenti berdetak nanti," tambah Raka yang membuat semuanya tergelak terbahak - bahak.

Marshall mendengus kesal. Cinta yang merasa iba menepuk pundak Marshall.

"Kak, Apakah Liam sudah mulai membuka suaranya?" tanya Cinta mengalihkan perhatian.

"Belum Ta. Dan kayaknya dia tidak akan membuka mulutnya untuk berbicara," jawab Marshall.

"He has a poker face, doesn't he?" tanya Cinta sembari menatap ke empat rekan kerjanya bergantian.

"Poker face?" ulang Ge.

Cinta mengangguk, "Wajahnya itu tanpa ekspresi. Ekspresi wajahnya seperti sedang menyembunyikan perasaannya yang sebenarnya,"

Ge dan Marshall mengangguk.

"Kira - kira apa yang akan dilakukan triad Naga Hitam ketika kaki tangan kepercayaan Kendra ditangkap?" tanya Marshall.

"Mungkin mereka akan menghapus segala sesuatu yang bisa dijadikan petunjuk. Seperti handphone yang telah Cinta ambil alih, mungkin nomornya sudah tidak terdaftar sekarang," ujar Kapten Tyo.

"Oia Ta, apa kabar dengan handphone Liam?" tanya Ge.

"Cinta meminta bantuan kepada orang yang Kak Ge rekomendasikan kemarin. Dia bilang akan memakan waktu yang lama untuk membetulkannya. Nanti Cinta konfirmasi lagi orangnya Kak," jelas Cinta.

Komandan Rio dan Zayn pun datang. Raka hanya melirik keduanya tanpa berminat. Sedangkan yang lain memberikan senyuman hangat kepada keduanya.

"Kapten Zaynandra akan menginterogasi Liam Wijaya secara langsung," ujar Komandan Rio.

Ge, Marshall, Cinta, Kapten Tyo memandang Komandan Rio dan Kapten Zayn dengan tatapan penuh tanya. Raka mendongak untuk menatap Komandan Rio dan kakaknya Zayn.

Sepeninggal Komandan Rio dan Kapten Zaynandra, Ge dan Marshall bertanya - tanya mengapa Komandan Rio meminta bantuan Kapten Zaynandra untuk menginterogasi Liam Wijaya.

"Raka, tolong kamu rekam percakapan mereka berdua!" Titah Komandan Rio sesaat setelah keluar kembali dari ruang investigasi.

Semuanya kembali mengerutkan dahinya memandang kepergian Raka dan Komandan Rio.

---

Raka melipat kedua tangannya di atas dada. Sesaat setelah ia mematikan alat perekam di ruang investigasi sesuai dengan instruksi dari Komandan Rio yang menggunakan bahasa isyarat kepadanya. Komandan Rio keluar dari ruang investigasi ketika Zayn memerintahkan untuk meninggalkannya berdua dengan Liam. Komandan Rio pun segera menyusul Raka di ruang monitor perekam.

Raka dan Komandan Rio terkejut ketika Cinta masuk ke ruang monitor perekam. Cinta mengerutkan dahinya. Lantas ia memandang suaminya Raka dan Komandan Rio bergantian.

"Kenapa tidak merekamnya?" tanya Cinta ketika melihat alat perekam masih dalam posisi off.

Raka dan Komandan Rio menjadi gugup seketika. Keduanya hanya terdiam. Mereka terlalu kaget dengan kedatangan Cinta yang tanpa terduga. Tangan kanan Cinta pun terulur untuk mengambil remote dan segera menyalakan alat perekam tersebut. Suara Zayn yang sedang menginterogasi Liam mulai terdengar.

Raka dan Komandan Rio sesekali mencuri pandang ke arah Cinta. Cinta sangat fokus dengan apa yang didengar dan apa yang dilihatnya dari balik kaca bening yang membatasi ruang investigasi dan ruang monitor perekam.

"Baiklah, aku akan mengganti pertanyaan," ujar Zayn kepada Liam.

Liam bergeming. Kedua matanya menatap Zayn dengan tajam. Ia sama sekali tak mengubah posisi duduknya sedari tadi. Wajahnya terlihat datar tanpa ekspresi apapun.

"Bagaimana caramu membunuh Hakim Afrizal Pradipta? Apakah dia tidak menuruti perintah atasanmu hingga kamu membunuhnya?" cerca Zayn, "tidak kah kamu memikirkan nasib para keluarga dari korbanmu itu hah?"

Cinta terdiam membeku. Ia menelan salivanya susah payah. Ia menatap Liam dengan mata yang mulai berkaca - kaca.

"Jawab!!!" Pekik Zayn yang membuat Cinta tersentak kaget.

Raka menghela nafas beratnya. Komandan Rio hanya terdiam dan berusaha bersikap santai menutupi kegugupannya.

Liam masih saja terus membisu. Ia sama sekali tidak menjawab apapun. Zayn kembali menghela nafasnya. Ia menatap Liam dengan tatapan tajam menyeruak.

"Apakah kamu memiliki keluarga? Ah, tapi rasanya tidak mungkin," ujar Zayn.

"Jika kamu adalah seseorang yang pernah memiliki keluarga, tidak mungkin kamu tidak memahami perasaan seperti itu." Lanjut Zayn.

"Sebenarnya melalui Raja Situmorang, kami sudah mendapat banyak informasi. Bahkan tanpa kamu sekalipun, kami bisa mendekati Kendra Notonegoro. Kami akan menangkapnya hari ini atau besok," jelas Zayn menggertak.

"Kenapa?" tanya Zayn ketika melihat perubahan raut wajah Liam dengan rahang mengeras, "kamu ingin berlari dan memberitahu bosmu sekarang?"

Liam bergeming. Zayn menghela nafasnya.

"Rasanya aku seperti berbicara dengan tembok," ledek Zayn kesal.

Tangan kanan Zayn terulur membuka sebuah map yang sudah dibawanya. File yang berisi kasus Liam Wijaya selama ini. Cinta terbelalak kaget melihatnya.

"Operasi penyelundupan manusia, transaksi narkoba dan senjata secara ilegal, itu semua adalah beberapa kasus yang membawamu ke sini. Kami sudah membongkar semuanya." Ucap Zayn.

Cinta terdiam memandang kakak iparnya Zayn yang sedang menunjukkan sesuatu di dalam file itu. Ia merasa ada sesuatu yang janggal antara Zayn dan Liam. Ia tak dapat melihat apa yang sedang ditunjukkan oleh Zayn kepada Liam.

"Mengapa bang Zayn menunjukkan berkas perkara tersangka tanpa persetujuan kita? Ini sudah menyalahi prosedur!" Ucap Cinta geram.

Cinta segera berbalik untuk melangkah ke luar dari ruangan. Raka dan Komandan Rio panik seketika. Raka segera mengikuti istrinya Cinta yang berjalan cepat menuju ruang investigasi.

"Ta, ada telpon dari Ryan, katanya penting," ucap Ge ketika menghalangi langkah Cinta untuk memasuki ruang investigasi.

Raka menghela nafas leganya. Begitu pula dengan Komandan Rio. Cinta mengangguk, lantas ia segera menuju meja kerjanya.

"Line 2 Ta," lanjut Ge.

Cinta mengambil tas selempangnya kemudian menyampirkannya di bahu kanannya sesaat setelah selesai menerima telpon dari Ryan, ahli IT Mabes. Ia segera beranjak untuk pergi meninggalkan markas unit khusus 9. Raka berlari kecil menyusul Cinta setelah mendapatkan ijin dari Komandan Rio. Ia tak bisa berdiam diri melihat istrinya pergi begitu saja tanpa pamit. Terlebih ia pun ingin mengetahui apa yang sedang dilakukan istrinya sekarang.

"Ta, tunggu!" Panggil Raka, "mau kemana?"

"Ketemu Ryan, temannya kak Ge. Katanya handphone Liam sudah diperbaiki," jawab Cinta.

Raka menghela nafasnya kembali. Ia membasahi bibirnya yang terasa kering dengan lidahnya sembari memikirkan apa yang akan terjadi nanti, kabar baik ataukah kabar buruk.

Cinta terkejut ketika melihat handphone Liam semakin hancur tak berbentuk. Terakhir saat Cinta mengambil handphone yang telah diinjak Liam itu hanya retak dan sedikit hancur. Raka terdiam. Dahinya sedikit berkerut. Ia tahu bagaimana bentuk handphone itu sebelum diserahkan kepada bagian IT.

"Kenapa jadi hancur begini?" tanya Cinta penasaran sembari menatap benda yang sudah hancur berkeping - keping.

"Tidak apa - apa, hal itu tidak berpengaruh jika kalian hanya ingin mendapatkan informasi dari dalam handphone itu," jawab Ryan santai.

"Tidak ada nomor telpon yang tersimpan di dalam handphone ini, serta tidak ada pesan masuk ataupun pesan keluar. Semua bersih," jelas Ryan.

Cinta dan Raka saling berpandangan. Tangan Raka terulur untuk mengambil serpihan handphone Liam. Ia mengamatinya dengan sangat teliti.

"Hanya ada satu daftar panggilan yang masih tersimpan. Dan sepertinya handphone ini hanya digunakan untuk menghubungi nomor itu saja. Dengan pola panggilan setiap dua jam sekali," sambung Ryan.

Ryan memberikan berkas file hasil penemuannya kepada Cinta. Cinta segera membukanya. Kedua matanya mencari data nomor telpon yang Ryan ceritakan.

"Terima kasih Ryan, kita permisi dulu," pamit Cinta setelah apa yang dicarinya telah ditemukan.

Cinta dan Raka segera meninggalkan ruangan Ryan. Mereka berdua berjalan beriringan.

"Kamu cari apa Ta?" tanya Raka kepada istrinya Cinta yang sedang mengacak - acak isi tasnya sembari berjalan.

"Ipad," jawab Cinta singkat.

Brug.

"Awww..." pekik Cinta dan seseorang yang ditabraknya.

"Fiza," seru Cinta.

Raka membantu Cinta untuk berdiri. Fiza memasang wajah kesalnya.

"Kakak apa - apaan sih, sakit tahu!" Sungut Fiza sembari menepuk - nepuk pantatnya yang sakit.

Cinta terkekeh, "Maaf dek. Ah, kebenaran nih ada kamu, aku boleh minta tolong nggak?"

"Minta tolong apa?" tanya Fiza sembari menatap Cinta dan Raka bergantian, "Feelingku nggak enak nih,"

Raka dan Cinta terkekeh bersamaan. Cinta pun memberikan berkas file yang sedang di pegangnya kepada Fiza.

"Tolong kamu cek berkas ini sekaligus cari tahu siapa pemilik nomor telpon yang ada di sana," pinta Cinta, "bisa?"

Fiza mengangguk, "Okey Kak, nanti aku cek. Aku nggak bisa bawa Kakak masuk ke dalam control room. Kakak sama bang Raka tunggu di sini sebentar, nggak kenapa - kenapa kan?"

Raka dan Cinta mengangguk sembari tersenyum.

"Kita tunggu di ujung sana ya Fiz," ujar Cinta, "jangan pakai lama!"

Fiza tersenyum sembari mengangkat ibu jari kanannya pertanda setuju.

---

Cinta menyandarkan tubuhnya di dinding sembari melipat kedua tangannya di depan dadanya. Tatapannya menerawang menatap lantai di sekitar sepatu flat - nya. Sedari tadi dia berjalan mondar - mandir menunggu kedatangan Fiza. Ia sudah tak sabar ingin mengetahui siapa pemilik nomor telpon yang selalu dihubungi oleh Liam.

Raka berjalan santai menghampiri istrinya Cinta yang sedang gelisah. Tangan kirinya menggenggam segelas cappuccino latte sedangkan tangan kanannya membawa sebotol air mineral. Ia menyodorkan sebotol air mineral kepada istrinya Cinta.

"Minum dulu sayang," titah Raka sembari memberikan sebotol air mineral.

Cinta tersenyum. Lantas ia segera membuka penutup botol itu dan langsung meminumnya. Raka tersenyum menatap istrinya yang sedang kehausan itu. Ia pun meminum cappuccino latte - nya dengan perlahan.

"Apa mungkin nomor itu milik Kendra?" tanya Cinta, "setiap dua jam sekali Liam menghubungi nomor itu,"

"Bisa jadi, pola panggilannya sangat teratur," sahut Raka.

"Jika benar, maka kita sudah semakin dekat dengan Kendra," Raka mengangguk mendengar ucapan Cinta.

Fiza berjalan lemas ke arah Cinta dan Raka. Jantungnya berdegup kencang tak menentu. Tangannya sedikit bergetar memegang berkas yang diberikan Cinta dan juga beberapa lembar kertas hasil penelusurannya.

Cinta tersenyum ketika melihat Fiza berjalan menghampirinya. Fiza pun ikut tersenyum simpul menutupi kegelisahannya. Raka membalikkan tubuhnya untuk melihat siapa yang membuat istrinya tersenyum. Raka menghela nafasnya ketika melihat raut wajah Fiza yang sudah bisa terbaca olehnya.

"Bagaimana Fiz?" tanya Cinta tak sabar.

Fiza segera memberikan berkas dan juga hasil penelusurannya kepada Cinta, "Ini Kak,"

Cinta yang sudah tak sabar segera membaca beberapa lembar kertas hasil penelusuran Fiza. Fiza menatap Raka dengan cemas. Raka terdiam.

Cinta berdiri membeku di tempatnya. Jantungnya serasa berhenti berdetak ketika membaca sebuah nama yang terpampang di atas kertas yang dipegangnya. Air bening mulai menggantung di kedua pelupuk matanya.

"Lo sudah berapa kali mengecek nomor ini Fiz?" ucap Cinta lirih, "Lo nggak salah memasukkan nomor kan?"

"Aku sudah mengeceknya berulang - ulang kali Kak, dan aku yakin, aku memasukkan nomor itu dengan benar. Dan nama itu yang muncul," jawab Fiza lemas.

Raka melangkahkan kakinya menghampiri istrinya. Ia yakin ada sesuatu yang tidak beres dengan isi kertas itu. Ia pun berdiri disamping istrinya Cinta kemudian ikut membaca hasil dari penelusuran Fiza.

Raka terbelalak kaget ketika membaca sebuah nama yang sangat familiar baginya. Jantungnya seakan merosot jatuh dari rongga dadanya. Ia segera menatap wajah cantik istrinya yang sudah berubah menjadi sendu.

Tbc.

***

"Kak, yakin nih cuma segini update - nya? Ditunggu sampai seabad hasilnya cuma begini?? Mengecewakan!" Seru Raka kesal.

"Rak usah protes terus Kowe!" Sungut author geram.

"Aku nggak protes Kakak, cuma menasehati. Kasihan tahu readers kesayangan kakak, nunggunya sampai lumutan." Balas Raka.

"Mending Kakak update - nya sedikit - sedikit deh. Kayak ceritanya Keenan itu, jadi nggak usah nunggu kelamaan," sambung Cinta.

"Andai cerita kamu dan Raka sesederhana itu, dengan senang hati aku wujudkan," balas Author.

"Sampaikan maafku kepada fans - fans kalian yang sudah setia menunggu cerita aneh kalian. Aku benar - benar lagi nggak fokus akhir - akhir ini. Dan mungkin akan berlanjut hingga waktu yang tidak bisa ditentukan. Semoga feelnya bisa tersampaikan dengan baik. Dan tidak merubah karakter Raka ataupun Cinta," lanjut Author.

"Nanti Raka belikan aqua galon satu truk buat kakak, biar cepet balik fokusnya," timpal Raka.

"Sak karepmu Cah!" Balas Author sembari pergi meninggalkan Raka dan Cinta.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top