25. Dua puluh lima

Raka berjalan tergesa - gesa menuju markas unit khusus investigasi 9 setelah ia mendapatkan telepon dari Marshall. Sembari berjalan cepat, dia mengambil ID card nya dari saku belakang celana jeansnya. Lantas ia meletakkan ID card nya di depan mesin pemindai data. Sesaat setelah pintu terbuka, Raka pun segera masuk dan bergegas menuju markas unit khusus investigasi 9.

"Ke toilet mana lo tadi? Lama amat." Cibir Marshall saat Raka akan duduk di kursinya.

"Toilet POM bensin di Jonggol." Jawab Raka sesaat setelah dia duduk.

Ge pun tertawa keras. Marshall menatap Raka dengan sebal. Sedangkan Raka hanya tersenyum kecil membalas tatapan sebal dan tawa dari rekan kerjanya.

"Nggak ketemu Cinta tadi Ka?" Tanya Ge.

"Cinta lagi ada urusan sama temannya." Jawab Raka sembari memainkan smartphone - nya.

"Ah. Lo pasti habis pergi sama Cinta kan?" Desak Marshall.

Raka menatap Marshall yang duduk di seberang, di samping kursi istrinya Cinta. Lantas dia tersenyum.

"Yoi bro. Lebih dari sekedar pergi bareng. Gue nemenin Cinta tadi." Ledek Raka.

Marshall terbelalak. Ge kembali terkekeh.

"Psychosis Lo." Pekik Marshall.

Raka tertawa. Ternyata kedua partner kerjanya itu masih belum percaya pada apa yang dia ucapkan pagi tadi.

"Gue emang suka sama Cinta. Tapi gue nggak gila kayak lo, merebut Cinta dari suaminya." Lanjut Marshall yang membuat Raka terkekeh keras.

"Lo nggak seburuk itu kan bro?" Sambung Ge.

Raka menggeleng. Semuanya pun terdiam saat Komandan Rio dan Kapten Tyo datang. Raut wajahnya terlihat sangat kusut. Dia menatap Raka sekilas sebelum membuka suaranya.

"Bisa kita mulai meeting nya?" Tanya Komandan Rio kepada ke empat rekannya.

"Cinta belum datang Komandan." Sela Marshall

"Kalau begitu kita mulai meeting nya minus Cinta. Kapten Tyo, silahkan." Komandan Rio mempersilahkan Kapten Tyo untuk memulai.

"Mungkin ini pertama kalinya kalian mendengar hal ini, terutama untuk Ge dan Marshall. Komandan Rio telah menemukan beberapa petunjuk tentang Kendra Notonegoro dari Hans. Selama kalian melakukan pergerakan untuk menyelidiki Sultan dan Raja beberapa hari yang lalu, saya pun melakukan tugas yang lain. Mencari tahu kebenaran dari petunjuk yang Komandan Rio dapatkan. Dan saya sudah mendapatkan hasilnya." Ujar Kapten Tyo.

"Hans memberikan beberapa nomor rekening bank yang dicurigai telah menerima suap dan pencucian uang dari Kendra. Temuan itu memunculkan sebuah nama yang sangat familiar. Namun beberapa tahun yang lalu, kasusnya telah ditutup. Karena tidak ada bukti yang bisa melanjutkan pemeriksaan." Cerita Kapten Tyo.

"Sultan pernah mengungkapkan hal itu. Banyak orang yang telah menerima uang suap dari Kendra untuk melancarkan pergerakannya. Mulai dari kalangan menengah ke bawah hingga kalangan menengah ke atas. Termasuk para pejabat Negara." Timpal Raka.

"Benar. Namun hanya beberapa saja yang telah terungkap oleh KPK. Tak jarang beberapa orang yang lain akan segera menghilang setelah mereka mendapatkan banyak uang dari aliran dana panas Kendra." Jelas Komandan Rio.

"Oh my God. Alangkah lucunya Negeriku ini." Cibir Marshall.

"Jadi dari hasil penemuan saya kemarin, nama seorang Hakim yang menangani kasus sengketa lahan dan juga perijinan pendirian pabrik bahan kimia beberapa tahun yang lalu telah terseret kedalamnya. Namanya tertera diantara beberapa rekening bank yang Hans berikan. Hakim Afrizal Pradipta." Jelas Kapten Tyo.

Raka terbelalak. Jantungnya berhenti berdetak seketika. Aliran darahnya membeku. Dia menatap tajam kearah Kapten Tyo dan juga Komandan Rio. Tidak mungkin ayah mertuanya melakukan hal sekotor itu. Impossible!

"Afrizal Pradipta?? Namanya nggak asing." Celetuk Ge.

"Bukankah itu ayah Cinta?" Tanya Marshall.

Kapten Tyo mengangguk. Ge dan Marshall menghela nafas berat mereka. Mereka sungguh tak percaya dengan hal ini. Raka menelan salivanya dengan susah payah untuk membasahi tenggorokannya yang kering. Lidahnya seakan kelu untuk berkomentar.

"Diduga dia juga menerima aliran dana pencucian uang dari Kendra untuk kasus yang lain. Saat itu, beritanya masih simpang siur. Dan dia memperoleh aliran dana terbesar di antara rekening bank yang lain." Lanjut Kapten Tyo.

"Bukankah ayah Cinta sudah meninggal? Lalu bagaimana kita akan menyelidikinya?" Cerca Marshall.

"Kematiannya yang mendadak mungkin bisa menjadi petunjuk buat kita. Kecelakaan itu bisa saja disengaja atau murni kecelakaan. Termasuk gambar tato di tubuhnya. Bisa jadi dia anggota dari triad naga hitam atau hanya sebuah tanda kematian dari Kendra saja. Kita tetap harus mengusut semuanya. Apakah benar rekening itu milik ayah Cinta atau bukan." Balas Komandan Rio.

"Cinta sudah tahu?" Tanya Ge.

"Untuk kasus suap sepertinya dia sudah mengetahuinya. Karena dia dan ibunya pernah menjadi saksi untuk kasus suap itu. Namun keduanya tidak tahu menahu tentang hal itu." Jelas Kapten Tyo.

"Haruskah kita merahasiakan masalah ini dari Cinta?" Tanya Komandan Rio meminta persetujuan dari beberapa partner nya.

Raka terdiam. Ge dan Marshall pun demikian. Semuanya terlihat bingung.

"Sepertinya kita perlu merahasiakannya. Menunggu untuk sementara waktu hingga semuanya terlihat jelas." Lanjut Komandan Rio.

Semua mengangguk sebagai tanda telah menyetujui saran dari Komandan Rio. Semuanya terdiam karena larut dengan pikiran masing -masing. Raka pun demikian. Terbayang wajah istrinya yang sedang menangis di makam kedua orangtuanya tadi. Bisakah dia merahasiakan ini dari istrinya Cinta? Bukankah hal ini akan lebih menyakitkan untuk istrinya nanti?

---

Raka meminum black coffee nya dengan perlahan sembari memandang pemandangan sekitar dari atas gedung lantai tiga. Mencoba menikmati rasa pahit dari kopi yang dia minum sedikit demi sedikit untuk menghilangkan keresahannya. Sedari tadi istrinya Cinta tak bisa dihubungi. Entah dimana istri cantiknya itu berada. Semua barang kesayangan istrinya yang sudah ia pasangkan alat pelacak mengarah ke apartemen. Sepertinya Cinta menggunakan aksesoris baru yang belum sempat tersentuh olehnya.

"Kapten Alyandra." Sapa seseorang.

Raka menoleh ke belakang. Dia tersenyum dan menundukkan kepalanya kepada seorang wanita yang seumuran dengan abang kandungnya. Wanita yang juga di kabarkan sedang dekat dengan Komandan Rio saat ini. Beberapa kali dia sering melihat Komandan Rio berjalan bersama dengan wanita cantik itu.

AKP. Widyastoety. Kepala bagian control room pusat. Wanita itu tersenyum dan melangkahkan kakinya mendekati Raka. Kemudian mengulurkan tangannya untuk berjabat tangan dengan Raka.

"Ternyata benar, anda sangat mirip dengan Kapten Zaynandra. Saya sempat ragu untuk menyapa tadi." Ujar Kepala Widya.

Raka tersenyum ramah. Kepala Widya berdiri tepat disamping Raka. Mereka berdua sama - sama memandang bebas pemandangan gedung - gedung bertingkat yang menjulang dari atas gedung tempat dimana mereka bertugas.

"Bagaimana kabar unit khusus investigasi 9?" Tanya Kepala Widya.

Raka tersenyum lantas membasahi bibirnya yang terasa kering.

"Seperti yang anda ketahui saat ini. So complicated." Jawab Raka.

Kepala Widya menoleh ke arah Raka lantas kedua sisi bibirnya tersungging dan mengangguk pelan. Dia mengetahui apa yang sedang di alami oleh unit 9 saat ini. Komandan Rio telah menceritakan tentang keadaan unit khusus investigasi 9 yang sedang terkena skorsing hingga waktu yang tidak ditentukan.

"Tentang Ayah Cinta. Mertua anda..." Raka membalikkan tubuhnya saat mendengar Kepala Widya sedang menyinggung masalah yang mengganggu pikirannya saat ini. Dia menatap Kepala Widya dengan tatapan tajamnya.

"Anda mengetahuinya?" Tanya Raka.

Kepala Widya mengangguk. Dia berada disini untuk membicarakan masalah ini. Salah satu anak buahnya telah melanggar peraturan yang membuatnya geram. Bripda. Hafizza.

"Bripda. Hafizza telah mengambil sebuah file data tanpa ijin. Dan memberikannya kepada Briptu. Cinta yang tak lain adalah istri anda." Jelas Kepala Widya.

Raka terbelalak karena terkejut. Dia tidak menyangka jika pertemuan antara istrinya dan Fiza tadi adalah pertemuan yang seharusnya tak terjadi. Istrinya Cinta pasti dengan sengaja mematikan smartphone nya saat ini. Damn it!

"Bripda. Hafizza telah mengambil file data tentang penemuan kasus Hakim Afrizal Pradipta yang berhubungan dengan Kendra dan memberikannya kepada Briptu. Cinta. Dengan alasan persahabatan mereka yang sudah lama terjalin. Tentunya saya sudah memberikan peringatan keras padanya kali ini." Lanjut Kepala Widya.

Raka terdiam. Telinganya masih mendengarkan dengan seksama apa yang Kepala Widya sampaikan. Lidahnya seakan tak mampu untuk berucap apapun. Otaknya bekerja keras saat ini. Mengingat kembali kebersamaannya dengan ayah dari istri tercintanya kala itu.

"Semuanya masih sangat abu - abu. Kebijaksanaan serta kewibawaan Hakim Afrizal Pradipta dalam menangani sebuah kasus dan juga dalam mengambil keputusan, membuatnya sangat dikenal saat itu." Sambungnya.

"Semoga kebenarannya akan segera terungkap. Saya tahu bagaimana Cinta sangat mencintai ayahnya. Dia menjadi seorang polisi karena ingin membantu pekerjaan ayahnya. Cinta pasti sangat terpuruk saat ini." Lanjutnya kembali.

"Dan hanya anda yang bisa menyembuhkan pesakitannya." Ucapnya sembari menepuk pundak Raka.

Raka mengangguk. Lantas meminta ijin sebelum dia berlalu dari hadapan Kepala Widya. Raka harus segera mencari keberadaan istrinya Cinta saat ini. Perasaannya tidak akan pernah tenang jika dia belum menemukan keberadaan istrinya.

Sembari berjalan menuruni anak tangga menuju markas unit 9, tangan kanan Raka terulur mengambil smartphone dalam saku samping kanan celana jeans hitamnya. Disentuhnya benda persegi panjang berlayar flat itu. Lantas meletakkan benda itu di telinga kanannya.

"Hallo Rei. Help me please."

"Ada apa bang?"

"Tolong lo cari tahu posisi Cinta saat ini. Gue nggak bisa melacak dia sama sekali. Barang - barang yang sudah gue pasang alat penyadap nggak dia pakai saat ini. Smartphone nya nggak aktif. Lo bisa kan Rei?" Desak Raka meminta bantuan kepada Reihan. Partner kerjanya di BIN dan juga sekaligus saudara sepupu jauhnya.

"Bisa sih bang. Tapi prosesnya sedikit lama. Abang masih bisa sabar kan?" Raka menghela nafas beratnya mendengar jawaban Reihan.

"Okay. Gue tunggu. Kalau bisa secepatnya. Thanks Rei." Ucapnya sebelum menutup panggilannya.

Raka segera bergegas ke markasnya. Di pertengahan jalan dia bertemu dengan Kapten Tyo.

"Hai Ka." Sapa Kapten Tyo.

"Cinta sudah mengetahui hal ini Kapten." Cerita Raka.

Kapten Tyo terkejut. Dia menghentikan langkahnya.

"Bagaimana bisa? Kamu belum ketemu sama Cinta kan?" Raka menggeleng menjawab cercaan pertanyaan dari Kapten Tyo.

"Fiza yang memberitahu Cinta. Dia mengambil file data itu." Cerita Raka.

Kapten Tyo menepuk dahinya. Dia pun teringat, ketika dirinya meminta Bripda Hafizza untuk men - setting ulang komputer yang telah selesai ia pakai di ruang khusus dibagian control room. Seharusnya dia yang melakukan itu sendiri. Sayangnya dia sedang terburu - buru saat itu.

"Sial. Harusnya saya tidak percaya dengan Bripda Fiza. Saya lupa jika dia adalah teman baik Cinta." Ucapnya menyesal.

"Ini bukan sepenuhnya kesalahan Kapten Tyo. Sudah menjadi tugas Fiza juga untuk meng - handle beberapa komputer disini. Dia hanya berniat untuk membantu Cinta." Balas Raka.

Kapten Tyo mengangguk. Dia sungguh menyesal dengan kecerobohannya kali ini. Mereka berdua pun berjalan bersama menuju markas unit 9.

---

Raka melajukan mobil istrinya mengikuti petunjuk dari GPS sesuai dengan hasil penelusuran Reihan yang dikirimkan padanya. Ia sudah tak sabar ingin segera bertemu dengan istrinya Cinta. Dia tahu bahwa istrinya pasti sedang sangat terpuruk saat ini. Tempat yang ia tuju saat ini saja sungguh membuatnya bingung. Entah apa yang istrinya lakukan di tempat seperti itu.

Setelah menempuh perjalanan selama beberapa menit, akhirnya Raka pun sampai di tempat yang dia tuju. Sasana tinju. Tempat yang berada di tengah - tengah perkampungan yang di kelilingi oleh gedung - gedung yang menjulang tinggi begitu tak asing bagi Raka. Sesaat setelah memparkirkan mobil, Raka pun segera turun dan bergegas masuk ke dalam sasana tinju itu.

"Selamat sore pak." Sapa Raka kepada seorang lelaki bertubuh tinggi dan besar layaknya seorang bodyguard.

Lelaki itu menatap Raka dengan lekat. Dia meneliti Raka mulai dari ujung kepala hingga ujung kakinya. Raka hanya tersenyum membalas tatapan tak bersahabat itu.

"Sore. Ada yang bisa saya bantu?" Tanyanya padaku.

"Saya mencari Cinta." Jawab Raka.

"Cinta? Dia tidak ada disini." Balasnya.

Raka menghela nafasnya. Dia harus sedikit bersabar kali ini. Ia yakin, istrinya pasti ada didalam sana. Lelaki itu menatap Raka dengan tajam.

"Saya Raka, suaminya Cinta. Saya mau menjemput Cinta pulang." Jelas Raka.

Lelaki itu kembali meneliti Raka. Raka terdiam. Jika sampai lelaki ini tak mengijinkan dia menemui istrinya, kesabarannya akan habis dengan luapan emosi yang sedari tadi tertahan.

"Ide yang bagus. Saya tidak tahu apa yang membawa Cinta kemari. Sedari tadi dia hanya terdiam. Cinta ada di ring tinju, di ujung sebelah sana. Masuklah." Cerita lelaki itu.

Lelaki itu pun mengantar Raka menuju sebuah ring tinju yang dia maksud.

"Sudah lama Cinta tidak pernah berlatih kembali. Dan hari ini dia benar - benar membuat saya terkejut dengan kedatangannya." Ujarnya.

"Bapak kenal Cinta sudah lama?" Tanya Raka penasaran.

Lelaki itu mengangguk diringi seulas senyum dari wajah garangnya.

"Saya teman baik ayah Cinta. Cinta biasanya setiap weekend kesini. Setelah berlatih Muang Thai bersama saya, biasanya dia akan menjadi guru bahasa inggris di Rumpin kampung sini." Cerita lelaki itu lantas dia mengulurkan tangannya kepada Raka.

Raka mengangguk. Lantas dia pun tersenyum. Dia sangat rindu melihat istrinya Cinta mengajar anak - anak di Rumpin. Cinta menjadi pribadi yang berbeda saat dia berkumpul dengan anak - anak yang sangat menggemaskan itu. Raka tak akan pernah melewatkan jadwal Cinta mengajar di Rumpin. Ia akan menyempatkan waktu sibuknya untuk bisa mengintai wanita pujaannya kala itu.

"Saya Krisna. Panggil saja om Krisna." Ucapnya memperkenalkan diri.

Raka mengangguk paham. Om Krisna menunjuk sebuah ring tinju dengan sesosok tubuh wanita yang sedang tergeletak diatasnya. Dari jauh, Raka sudah mengetahui siapa pemilik tubuh ramping itu. Dia tersenyum.

"Take care of her, please." Ucap om Krisna sembari menepuk pundak Raka sebelum ia berlalu pergi.

"Pasti om." Sahut Raka singkat.

Raka melangkahkan kakinya menuju ring tinju itu. Lantas dia pun segera naik ke atas ring tinju. Raka menatap tubuh istrinya yang sedang tertidur. Tubuhnya hanya berbalut tank top putih dan celana jeans blue wash. Kedua tangannya masih berbalut hand wrap. Jaket, kemeja flanel dan juga tasnya berada jauh di ujung ring. Tangan Raka terulur lantas menundukkan sedikit tubuh tingginya untuk mengambil sarung tinju yang tergeletak di samping tubuh istrinya.

Kemudian Raka melempar salah satu sarung tinju ke arah kepala istrinya.

Dug.

Sarung tinju itu jatuh tepat di kepala bagian belakang istrinya. Istrinya Cinta mulai bergeliat. Raka pun kembali melemparkan sarung tinju pasangannya.

Dug.

Kedua mata istrinya terbuka. Raka tersenyum.

"Wake up Mrs. Raka!" Ucap Raka.

Cinta terbangun dan menatap suaminya Raka dengan tajam walaupun matanya sedikit sembab. Rahangnya mulai mengeras. Raka mengetahui gelagat istrinya yang sudah tersulut emosi itu. Dia hanya tersenyum menatap wajah cantik istrinya yang penuh amarah.

"What'cha doin?" Ucap Cinta kesal.

"Kamu masang alat pelacak di tubuh aku hah??" Pekik Cinta.

"Ah, sepertinya ide yang bagus sayang. Jadi aku bisa selalu melacak keberadaan kamu setiap saat. Mau aku pasang dibagian mana?" Tanya Raka jahil.

Cinta mendengus kesal. Dia menatap suaminya dengan geram.

"Aku pengen sendiri. So please, leave me alone!" Pinta Cinta.

Raka tersenyum. Otaknya pun mulai berpikir. Dia tak mungkin meninggalkan istrinya dalam keadaan seperti ini.

"Okay. Aku akan pergi. Itupun kalau kamu bisa mengalahkan aku sayang. Bagaimana?" Cibir Raka.

"Aku lagi nggak mood sekarang." Jawab Cinta sembari melepas hand wrap di tangannya.

"Takut kalah??" Ledek Raka.

Cinta menatap Raka penuh amarah. Raka benar - benar membuat emosinya tersulut saat ini. Cinta hanya ingin menyendiri sekarang.

"Kamu salah waktu Ka. Aku bisa bikin kamu babak belur tanpa ampun sekarang." Balas Cinta geram.

Raka terkekeh. Ini dia Cintanya yang sebenarnya. Dia tidak peduli dengan luka tembaknya yang baru mengering. Ia hanya menginginkan istrinya Cinta bisa meluapkan segala rasa yang menyesakkan di hati saat ini.

"Let's see Cintanya Raka." Cibir Raka kembali.

Cinta terlihat semakin geram karena cibiran suaminya. Dia pun beranjak untuk berdiri. Lantas membetulkan balutan hand wrap di salah satu tangannya. Dengan kesal, Cinta mengambil sarung tinju yang sempat suaminya lemparkan padanya. Lantas segera memakainya. Dia tak mempedulikan lagi kuciran rambutnya yang sudah berantakan.

Raka tersenyum menatap istrinya yang sedang kesal itu. Kedua matanya menatap istrinya dengan lekat, sedangkan kedua tangannya membuka kemeja yang dia kenakan dan menyisakan kaos putih tanpa lengan saja. Lantas dia segera membalut kedua tangannya dengan hand wrap. Terakhir ia memakai sarung tinju yang sempat dia ambil dari tempatnya.

"Ready?" Tanya Raka sembari saling membenturkan kedua tangannya yang berbalut sarung tinju.

Istrinya Cinta menatapnya semakin tajam. Dia tak menjawab pertanyaan suaminya sama sekali. Raka tersenyum. Dia tahu istrinya tak akan bisa fokus saat ini.

Raka dan Cinta mengambil posisi. Mereka saling memasang kuda - kuda untuk mulai saling menyerang dan melawan. Raka mempersilahkan istrinya Cinta untuk memulainya terlebih dahulu. Cinta pun mulai melangkah maju dan langsung memberikan pukulan keras kepada suaminya. Dengan lihai Raka menghindar. Cinta pun terus memberikan pukulan - pukulan beruntun dengan gerakan tinju yang tak selincah biasanya. Dengan mudah Raka bisa menghindarinya.

Disaat Cinta terlihat lengah, Raka pun membalas untuk menyerang. Tanpa ragu, Raka meninju wajah cantik istrinya dari samping kanan. Cinta pun terhuyung. Namun dengan cepat, Cinta kembali bersiap menyerang. Raka menghindar ke samping kiri. Dia pun berbalik menyerang istrinya dengan meninju bagian samping perut, lantas meninju wajah cantik wanita tercintanya mulai dari samping kiri, berpindah ke samping kanan dan dua kali memberikan pukulan ke tengah wajah istrinya. Cinta pun terhempas jatuh.

Cinta kembali berdiri. Peluh sudah membanjiri sekujur tubuhnya. Dia menatap suaminya Raka dengan lekat. Nafasnya mulai memburu. Raka pun menatap istrinya dengan iba. Dia menghela nafas beratnya. Dengan gerak cepat Cinta mengulurkan tangan kanannya untuk meninju bagian wajah Raka, namun gerakannya dengan mudah bisa terbaca oleh suaminya. Raka pun menghindar dengan memukul tangan Cinta yang akan menyerang. Lantas dia pun kembali memberikan pukulan beruntun hingga istrinya Cinta terhuyung ke dasar pembatas ring. Deru nafas Cinta terdengar.

Cinta kembali bangkit. Fokusnya sudah menghilang saat ini. Dia mulai terlihat lelah. Emosinya yang meluap - luap, membuat banyak energi yang menguap sia - sia. Setiap kali dia memberikan serangan untuk meninju suaminya Raka, dengan mudah Raka menghindar dan langsung membalas meninjunya. Kejadian itu terjadi hingga berulang - ulang. Hingga akhirnya Cinta berhasil memberikan tinjuannya yang bertubi - tubi pada Raka. Namun Raka berhasil menutupi wajahnya dengan kedua tangannya yang berbalut sarung tinju untuk melindungi serangan pukulan Cinta yang tiada henti. Saat dirasa pukulan Cinta melemah, Raka berbalik menyerang. Dia meninju wajah Cinta dari samping kanan hingga terhempas jatuh.

"Jadi cuma seperti ini kekuatan kamu sayang??" Cibir Raka sembari mengatur nafasnya.

Cinta mengatur nafasnya. Dia menatap suaminya yang sedari tadi meledeknya. Dia pun kembali berdiri. Kedua tangannya kembali terangkat untuk segera menyerang.

"Show off your power baby!" Seru Raka.

Cinta kembali melangkah mendekati Raka. Saat tangannya terulur untuk meninju, Raka sudah melayangkan tinjunya. Lantas Cinta pun membalasnya. Dia memberikan pukulan bertubi - tubi pada suaminya. Raka terlihat pasrah saat ini. Dia melindungi wajahnya dengan kedua tangannya dan membiarkan istrinya Cinta meninjunya berulang - ulang kali.

"Aaaaaa..." Cinta memekik sembari terus menghujami Raka dengan pukulan - pukulan tinju beruntunnya.

Air matanya pun mulai mengalir. Seiring pukulan - pukulannya pada Raka. Disaat pukulan Cinta melemah dan mulai tak beritme, Raka segera mendekap tubuh istrinya dengan erat. Tangan Cinta terus saja memukul - mukul dada Raka tanpa henti. Seakan ia lupa jika luka tembak Raka masih belum sembuh total. Isakan tangis Cinta yang mulai keras terdengar, membuat hati Raka serasa tersayat dan teriris. Dia pun tidak mempedulikan rasa nyeri yang mulai terasa di bahu kirinya.

Raka membiarkan Cinta menangis sepuasnya didalam dekapannya. Sakit hati yang Cinta rasakan seakan terhantar dalam dirinya disaat ia mendekap erat tubuh istrinya. Cinta semakin tergugu. Dengan perlahan Raka menegakkan tubuh istrinya kembali, lantas dia segera melayangkan tinjunya yang keras kepada istrinya. Cinta terjatuh seketika. Isakan tangisnya masih terdengar dengan jelas.

Raka menghela nafasnya. Sungguh, dia sangat ingin memeluk istrinya saat ini. Namun dia tahu, Cinta masih merasakan sakit didalam sana. Dia menatap tubuh istrinya yang terkulai lemas sembari menangis.

"Have you finished Mrs. Raka??" Pekik Raka.

Raka ingin istrinya Cinta kembali meluapkan kekecewaannya hingga tak bersisa. Cinta bergeming. Hanya suara isakan tangisnya yang terdengar.

"Can you hear me hah??" Pekik Raka kembali.

Cinta pun terdiam. Lantas dia segera berdiri kembali. Dengan kasar dia menyeka air matanya. Tatapan tajamnya kembali dia arahkan pada suaminya Raka. Raka tersenyum dalam hati. Dia tahu bahwa istrinya tak selemah itu.

Cinta melangkahkan kakinya kembali, lantas dia segera melayangkan tinjunya ke arah suaminya. Namun serangannya meleset, Raka mampu menghindari serangannya dengan mudah. Berulang kali Cinta melayangkan tinjunya, namun Raka selalu bisa menghindar. Cinta sudah benar - benar kehilangan fokusnya. Saat Cinta lengah, Raka melayangkan tangannya untuk meninju dengan keras. Cinta yang bisa membaca gerakan suaminya Raka sedikit merendahkan tubuhnya untuk menghindar, dengan cepat Cinta pun kembali berdiri dan melayangkan sebuah pukulan keras dari samping kanan ke arah wajah suaminya.

"Argh!" Pekik Cinta saat tangannya meninju Raka dengan keras.

Raka pun terhempas jatuh. Tenaga Cinta yang sudah terkuras habis membuatnya ikut jatuh meluruh. Keduanya sama - sama menelentangkan tubuh mereka di atas matras ring tinju. Kedua mata Raka menatap ke atas langit - langit yang kusam sembari tersenyum. Pukulan telak terakhir dari istrinya sungguh sangat keras. Namun dia senang, setidaknya Cinta sudah meluapkan segala rasa kecewanya dengan ini.

Nafas keduanya saling memburu. Peluh sudah membasahi seluruh tubuh Raka dan Cinta. Cinta menutup matanya dengan salah satu lengan tangannya. Air matanya mengalir kembali, bercampur dengan keringat yang membasahi wajah cantiknya. Hatinya sedikit tenang saat ini. Rasa kecewa tentu saja masih dia rasakan. Namun apa yang dilakukan suaminya kali ini, membuat dirinya merasa jauh lebih baik.

Raka menghela nafasnya. Lantas kepalanya menoleh ke arah istrinya Cinta dan tersenyum.

"Jangan bilang kamu menangis karena aku mengalahkanmu sayang." Cibir Raka.

"Ini cuma keringat." Sahut Cinta.

Raka tersenyum mendengar sahutan istrinya. Usahanya telah berhasil. Dia yakin, istrinya Cinta sudah mulai merasa lebih baik saat ini.

---

Cinta menatap wajah tampan suaminya yang sedang memesan berbagai macam makanan jepang dengan lekat. Dia tak menyangka jika suaminya Raka sangat mengkhawatirkannya seharian ini. Saat ia mengaktifkan smartphone nya, notifikasi pun membludak. Lima puluh misscall dan sembilan puluh lima pesan yang semuanya belum sempat dia baca. Semuanya itu berasal dari satu orang, suami tercintanya. Alyandra Rakabuming Bagaskara.

"Terpesona untuk yang kedua kalinya hah?" Cibir Raka membuat mata Cinta berkedip.

"Aku nggak akan pernah bisa menghitung, seberapa banyak aku terpesona sama kamu." Ucap Cinta tanpa ekspresi sembari menatap suaminya tanpa berkedip.

Raka tersenyum. Istri cantiknya tak pernah berucap gombal seperti ini. Wajah tampannya yang dihiasi sedikit lebam di pipi bagian kanan bersemu memerah.

"Kamu percaya dengan kasus yang menimpa ayah?" Tanya Cinta.

Cinta yakin, suaminya Raka sudah mengetahui masalah ini. Raka terdiam. Kedua matanya menatap wajah cantik istrinya yang telah di penuhi oleh lebam karena ulahnya. Mereka saling beradu pandang satu sama lain. Raka menggeleng.

"Ayah tidak mungkin melakukan hal sehina itu. Kalau pun dia melakukannya, dia pasti melakukan itu dengan terpaksa atau karena telah tertekan." Ujar Raka.

Cinta terdiam. Dia masih menatap mata suaminya dengan intens. Tangan kanan Raka terulur, menggenggam salah satu tangan istrinya.

"Kita akan sama - sama mencari tahu kebenarannya. Bagaimana pun itu. Aku nggak akan pernah membiarkan nama baik Ayah kamu menjadi buruk." Cinta mengangguk mendengar ucapan suaminya.

Pesanan Raka pun datang. Raka memesan banyak sekali makanan untuk makan malam mereka berdua. Dia yakin, istrinya Cinta pasti telah melewatkan makan siangnya.

Cinta terkejut menatap banyak makanan diatas meja. Bagaimana mungkin dia dan suaminya bisa menghabiskan makanan sebanyak ini. Sushi, takoyaki, teriyaki, shabu - shabu, tempura, yakiniku dan umeboshi. Cinta memang sangat lapar saat ini, sedari tadi siang dia belum makan. Namun dia tak yakin bisa menghabiskan makanan ini hanya berdua dengan suaminya.

Cinta menatap tajam suaminya, saat seorang pelayan kembali membawa dua botol sake dan satu buah poci minuman ocha kesukaannya.

"Thank you." Ucap Raka kepada pelayan itu.

Raka kembali melanjutkan kegiatan memanggang potongan daging di atas bara yang sudah tersedia di mejanya. Dia sudah tak sabar menyantap yakiniku kesukaannya. Aroma lezat dari daging yang dibakar, membuat perutnya berteriak untuk segera diisi.

"Kamu mau mabuk lagi??" Tanya Cinta kesal.

Raka tersenyum membalas pertanyaan Cinta. Wajah istrinya sudah tertekuk sempurna saat ini.

"Ini cuma sake sayang. Kandungan alkoholnya sedikit. Nggak akan bikin mabuk." Kilah Raka sembari mengerlingkan salah satu matanya.

"Sama aja." Pekik Cinta kesal.

"Sayang, please. Malam ini saja. Aku kangen makan makanan jepang yang super lengkap." Pinta Raka.

"Ya??" Rengek Raka.

Lantas Raka segera menyuapkan sepotong daging yakiniku yang sudah matang kepada istrinya Cinta dengan sumpit. Cinta bergeming.

"Aaa... ini enak banget sayang." Ucap Raka sembari menyuapkan sepotong daging ke mulut istrinya.

Cinta masih saja bergeming menatap suaminya Raka.

"Mau merusak suasana nih? Okay. Whatever!" Lanjut Raka pasrah.

Dengan cepat, Cinta melahap daging itu sebelum Raka menarik suapannya. Raka terkejut. Lantas dia pun tersenyum.

"Enak?" Tanyanya kembali.

Cinta mengangguk. Raka terkekeh.

"Enaklah. Manggangnya pakai cinta yang membara." Cicit Raka.

Istrinya Cinta tersenyum kecil. Suaminya selalu saja bisa membuat mood - nya membaik dengan cepat.

"Awas ya kalau nanti mabok! Aku nggak akan bukain pintu kamar buat kamu." Ancam Cinta.

Raka tertawa mendengarnya.

"Sebelum kamu mengunci pintu kamar, tubuh kamu sudah aku kunci terlebih dahulu." Seru Raka dengan pandangan matanya yang mulai jahil.

Istrinya Cinta terdiam. Dia tahu apa yang dimaksudkan suaminya itu. Raka tertawa melihat ekspresi shock tersembunyi di wajah istrinya. Lantas Cinta pun menyumpitkan sebuah sushi dan langsung melahapnya. Perutnya sudah sangat kelaparan saat ini. Keduanya hanyut dengan makanan kesukaan masing - masing, sembari bersenda gurau menghilangkan penat kegiatan mereka seharian ini.

Tbc.

***

"Holla... akhirnya published juga. Setelah sekian lama dicicil." Seru author senang.

"Jiah... dicicil. Emang perumahan pakai dicicil segala." Timpal Raka.

Author mendengus kesal. Matanya menatap Raka dengan tajam.

"Ingat kata - kataku kak. Jangan sampai readers kesayangan kakak pada kabur karena nggak sabar buat nunggu updetan kakak." Sahut Cinta.

"Iye bawel." Balas author kesal.

"By the way, gue udah nggak sabar nunggu Cinta Raka junior." Cicit Raka.

Author terbelalak kaget. Lantas segera menoleh ke arah Cinta.

"Lo nggak lagi hamil kan Ta? Lo inget kan pesan gue buat pakai alat kontrasepsi sebelum di ajak maen sama Raka?" Cerca author.

Cinta tersenyum simpul. Raka tertawa keras.

"Senyum lo nggak enak Ta." Pekik author.

"Awas aja ya kalau sampai lo hamil. Misi lo kelar Ta. Lo bakalan di penjara sama suami lo dikamar." Peringat author.

"Dan Lo Raka. Gue cincang lo kalau bikin bini lo hamil. Lo punya kontrak lama sama gue." Lanjut author memekik kepada Raka. Raka terkekeh.

"Etdah, maen cincang aja nih si kakak. Ya kali aku ini sisa daging korban idul adha kemaren." Protes Raka.

"Kan gue suaminya. Terserah gue dong  mau bikin bini gue hamil atau nggak." Lanjutnya yang semakin membuat author semakin geram.

"WHATEVER!!!" Pekik author sembari menutup pintu ruangan dari luar dengan keras.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top